Home 9 Blog 9 Sinergi Whole Genome Sequencing – Tes Cepat Molekuler: Revolusi Diagnosis dan Pengobatan TB

Sinergi Whole Genome Sequencing – Tes Cepat Molekuler: Revolusi Diagnosis dan Pengobatan TB

Jul 22, 2024 • 6 minutes read

Pada artikel ini kita akan membahas mengenai peran Whole Genome Sequencing (WGS) dalam diagnosis dan pengobatan tuberkulosis (TB), serta integrasinya dengan teknologi omik lain seperti RNA-seq untuk pemahaman mendalam tentang resistensi obat dan epidemiologi TB. Selain itu, artikel ini juga membahas mengenai pentingnya sinergi antara pemeriksaan WGS dan Tes Cepat Molekuler (TCM) yang saat ini telah banyak digunakan dalam mendeteksi TB resisten obat oleh Kementerian Kesehatan RI.

Whole Genome Sequencing dalam Pengendalian Tuberkulosis

Meski upaya pengendalian tuberkulosis (TB) telah dilakukan secara intensif selama beberapa dekade, TB tetap menjadi masalah kesehatan global yang signifikan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Salah satu tantangan utama dalam pengendalian TB adalah munculnya strain yang resisten terhadap obat yang dapat membuat pengobatan menjadi lebih sulit dan mahal.[1]

Baca Juga: Tuberkulosis: Penyebab, Gejala dan Cara Penyembuhan

Dalam konteks ini, Whole Genome Sequencing (WGS) telah muncul sebagai alat yang revolusioner dalam diagnosis dan pengobatan TB. Teknologi ini memungkinkan identifikasi strain yang resisten terhadap obat dan karakterisasi rantai penularan, yang sangat penting untuk pengendalian TB yang efektif.[2, 3]

Berbeda dengan metode diagnosis tradisional (kultur) yang seringkali memerlukan waktu lama, WGS menawarkan akurasi yang jauh lebih tinggi dan waktu lebih cepat dibandingkan kultur yang dipadukan dengan suseptibilitas antibiotik. Hal ini membuka peluang baru untuk pengobatan yang lebih personal dan tepat waktu, serta meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika epidemiologi TB.[2, 3]

WGS juga memiliki potensi besar untuk diterapkan di berbagai lingkungan, termasuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana beban TB seringkali paling tinggi. Implementasi WGS di berbagai negara, seperti di Republik Kirgiz dan Indonesia, menunjukkan bahwa teknologi ini tidak hanya layak, akan tetapi juga efektif dalam meningkatkan diagnosis dan pengobatan TB.[3, 4, 5]

Di samping itu, WGS tidak berdiri sendiri. Kombinasi WGS dengan alat diagnosis cepat, seperti Tes Cepat Molekuler (TCM) memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dan sinergis dalam pengendalian TB.

Baca Juga: Mengenal Tes Cepat Molekuler (TCM) Pada Pemeriksaan TBC

Tes Cepat Molekuler (TCM) menyediakan hasil yang cepat dan dapat diakses, WGS menawarkan analisis mendalam yang dapat memperkaya pemahaman kita tentang resistensi obat dan penularan TB. Dengan demikian, WGS tidak hanya merevolusi cara kita mendiagnosis dan mengobati TB tetapi juga menawarkan harapan baru untuk pengendalian penyakit ini secara lebih efektif dan efisien di masa depan.[1, 6]

Studi Kasus Implementasi dan Kelayakan

Whole Genome Sequencing (WGS) telah berhasil diimplementasikan di berbagai tempat, termasuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebagai contoh, sebuah proyek di Republik Kirgiz menunjukkan kelayakan WGS dengan men-sekuens hingga 55 sampel tuberkulosis (TB) per minggu menggunakan platform sequencing.[3]

Proyek di Republik Kirgiz ini diselesaikan dalam waktu 93 minggu, dengan estimasi biaya $222.065 untuk peralatan besar dan $8.462 untuk biaya pendampingan. Biaya awal per sekuens adalah $277, tetapi ini bisa turun menjadi $167 dan $141 per sekuens.[3]

Demikian pula, di Indonesia, WGS telah berhasil diimplementasikan di berbagai tempat, termasuk laboratorium rujukan TB di Papua. Proses tersebut menemukan beberapa mutasi gen resistensi yang berkontribusi terhadap resistensi obat TB sebagai berikut:[5]

    • Mutasi rpoB (S450L, D435Y, H445Y, L430P, dan Q432K) berdampak terhadap penurunan efektivitas rifampisin.
    • Mutasi katG (S315T), kasA (312S), inhA (I21V), dan Rv1482c-fabG1 (C-15 T) menyebabkan resistensi isoniazid.
    • Mutasi rpsL (K43R) and rrs (A514C, A514T) menyebabkan resistensi streptomisin.
    • Mutasi rrs (A514C) yang menyebabkan resistensi kanamisin.
    • Mutasi embB (M306L, M306V, D1024N) dan pncA (W119R) mengurangi efektivitas Ethambutol dan Pyrazinamide, secara berurutan.

Peran Whole Genome Sequencing di Lingkungan Klinis dan Riset

Whole Genome Sequencing (WGS) menawarkan beberapa keunggulan seperti mengidentifikasi mutasi resisten obat, mengurangi waktu dari pengumpulan spesimen hingga pengambilan keputusan pengobatan. Hal ini penting untuk menjamin pengobatan yang tepat waktu dan sesuai dengan profil resistensi Mycobacterium tuberculosis (MTB).[1, 2]

WGS membantu mengidentifikasi kelompok (cluster) penularan yang penting untuk pelacakan kontak dan pengendalian wabah. WGS menyediakan akurasi diagnosis yang baik dibandingkan metode tradisional (kultur), mengurangi risiko diagnosis yang terlewatkan dan salah klasifikasi strain.[1, 2]

Ilustrasi alur kerja Whole Genome Sequencing Tuberkulosis

Ilustrasi alur kerja WGS TB.[10]

Ilustrasi pemantauan kontak erat tuberkulosis dengan Whole Genome Sequencing

Ilustrasi pemantauan kontak erat TB dengan WGS.

Meskipun memiliki manfaat, WGS menghadapi beberapa tantangan, terutama investasi awal yang signifikan untuk peralatan WGS dan pelatihan. Namun, penghematan biaya jangka panjang dan peningkatan kualitas hasil pemeriksaan pasien menjadikannya investasi yang berharga.[6]

Beberapa platform memiliki tingkat kesalahan yang lebih tinggi, yang dapat mempengaruhi akurasi penentuan varian. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa platform tertentu masih dapat efektif untuk aplikasi diagnosis, terutama bila dikombinasikan dengan platform lain.[6]

Sinergi Whole Genome Sequencing dengan Tes Cepat Molekuler

Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah tes cepat yang dapat memberikan hasil dalam waktu 2 jam dengan populasi alat yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Hal tersebut membuatnya lebih terjangkau dan hemat biaya dibandingkan Whole Genome Sequencing (WGS). TCM dapat digunakan sebagai alat skrining awal, memberikan hasil cepat dan mengidentifikasi kemungkinan kasus tuberkulosis (TB).[8]

 

Baca Juga: Artikel lainnya mengenai Tes Cepat Molekuler

WGS juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi dan menyempurnakan hasil yang diperoleh dari TCM, memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang penularan TB dan pola resistensi obat. Kombinasi WGS dan TCM dapat meningkatkan upaya pengawasan dengan memberikan wawasan mendetail tentang epidemiologi dan evolusi TB.[1, 6, 7]

Masa Depan Whole Genome Sequencing dalam Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis

Masa depan Whole Genome Sequencing (WGS) dalam diagnosis tuberkulosis (TB) sangat menjanjikan. Seiring dengan kemajuan teknologi dan penurunan biaya, WGS akan menjadi lebih terjangkau untuk tempat dengan sumber daya rendah. Selain itu, integrasi WGS dengan teknologi omik (upaya untuk mempelajari berbagai senyawa biologis secara rinci) lainnya, seperti RNA-seq, akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang TB dan mekanisme resistensinya.[9]

Kemitraan dan pedoman internasional sangat penting untuk adopsi luas dan penggunaan efektif teknologi ini, terutama di lingkungan dengan sumber daya terbatas. Kemajuan dalam teknologi sequencing generasi ketiga akan semakin mengurangi biaya dan meningkatkan akurasi WGS, membuatnya lebih mudah diakses untuk penggunaan yang lebih luas.[9]

Selain itu, menggabungkan data WGS dan RNA-seq ke dalam pengambilan keputusan klinis akan memfasilitasi pembuatan strategi pengobatan personal yang presisi, disesuaikan dengan profil genetik dan respons imun masing-masing pasien dan akan membantu dalam pengembangan vaksin yang lebih efektif.[9]

Whole Genome Sequencing dan Tes Cepat Molekuler

Baik Whole Genome Sequencing (WGS) maupun Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat yang berharga dalam memerangi tuberkulosis (TB), tetapi mereka melayani tujuan yang berbeda dan memiliki kekuatan serta keterbatasan yang berbeda. WGS menawarkan analisis komprehensif dan sangat akurat dari genom TB, sementara TCM menyediakan hasil yang cepat, hemat biaya, dan andal untuk mendeteksi MTBC dan resistensi antibiotik rifampisin hingga antibiotik lini kedua.

Di Indonesia, TCM lebih banyak digunakan karena aksesibilitas dan kinerjanya dalam sampel dengan jumlah bakteri rendah (paucibacillary), sementara WGS digunakan dalam lingkungan penelitian untuk meningkatkan pemahaman kita tentang penularan TB dan resistensi obat. Implementasinya di berbagai tempat telah menunjukkan kelayakan dan efektivitasnya.

Seiring dengan perkembangan teknologi, WGS akan memainkan peran penting dalam upaya global untuk memerangi TB dan meningkatkan kualitas diagnosis serta pelayanan pasien.

Ketahui informasi selengkapnya mengenai Tes Cepat Molekuler (TCM), yang bukan hanya mampu melakukan pemeriksaan tuberkulosis (TB), namun juga dapat melakukan pemeriksaan lainnya, seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, COVID-19, MRSA (Methicillinresistant Staphylococcus Aureus), HPV (Human Papillomavirus), CT/NG (Chlamydia Trachomatis dan Neisseria Gonorrhoeae), dan BCR-ABL (gen fusi pada pasien dengan Chronic Myelogenous Leukemia/CML), seperti yang tercantum dalam “Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tuberkulosis Menggunakan Tes Cepat Molekuler GeneXpert” yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI, dengan mengunjungi halaman berikut ini:

Pelajari Selengkapnya

Referensi Artikel:

  1. World Health Organization. (2024). WHO consolidated guidelines on tuberculosis: Module 3: Diagnosis – Rapid diagnostics for tuberculosis detection, 3rd ed. Retrieved from https://www.who.int/publications/i/item/9789240089488.
  2. Goig GA, Cancino-Muñoz I, Torres-Puente M, Villamayor LM, Navarro D, Borrás R, Comas I. Whole-genome sequencing of Mycobacterium tuberculosis directly from clinical samples for high-resolution genomic epidemiology and drug resistance surveillance: an observational study. Lancet Microbe. 2020 Aug;1(4):e175-e183. doi: 10.1016/S2666-5247(20)30060-4. Epub 2020 Aug 6. PMID: 35544271.
  3. Vogel, M., Utpatel, C., Corbett, C. et al. Implementation of whole genome sequencing for tuberculosis diagnostics in a low-middle income, high MDR-TB burden country. Sci Rep 11, 15333 (2021). https://doi.org/10.1038/s41598-021-94297-z.
  4. Puspitasari, M., Andriansjah, A., & Erlina, L. (2023). The Whole Genome Sequencing Of Mycobacterium Tuberculosis For Drug Resistance Prediction. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(1). Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/906.
  5. Maladan Y, Krismawati H, Wahyuni T, Tanjung R, Awaludin K, Audah KA, Parikesit AA. The whole-genome sequencing in predicting Mycobacterium tuberculosis drug susceptibility and resistance in Papua, Indonesia. BMC Genomics. 2021 Nov 22;22(1):844. doi: 10.1186/s12864-021-08139-3. PMID: 34802420; PMCID: PMC8607662.
  6. Thorpe, J., Sawaengdee, W., Ward, D. et al. Multi-platform whole genome sequencing for tuberculosis clinical and surveillance applications. Sci Rep 14, 5201 (2024). https://doi.org/10.1038/s41598-024-55865-1.
  7. Tuberculosis Whole-Genome Sequencing. Retrieved July 17, 2024, from https://www.cdc.gov/tb/php/genotyping/whole-genome-sequencing.html.
  8. Tuberkulosis Indonesia. (2023). Buku Petunjuk Teknis Pemeriksaan TBC Menggunakan Alat TCM GeneXpert. Retrieved July 17, 2024, from https://tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2024/02/Buku-Petunjuk-Teknis-Pemeriksaan-TBC-Menggunakan-Alat-TCM-GeneXpert_2023.pdf.
  9. Beviere M, Reissier S, Penven M, Dejoies L, Guerin F, Cattoir V, Piau C. The Role of Next-Generation Sequencing (NGS) in the Management of Tuberculosis: Practical Review for Implementation in Routine. Pathogens. 2023 Jul 26;12(8):978. doi: 10.3390/pathogens12080978. PMID: 37623938; PMCID: PMC10459500.
  10. Meehan, C. J., Goig, G. A., Kohl, T. A., Verboven, L., Dippenaar, A., Ezewudo, M., … Van Rie, A. (2019). Whole genome sequencing of Mycobacterium tuberculosis: current standards and open issues. Nature Reviews Microbiology. doi:10.1038/s41579-019-0214-5.

Kualitas Terjamin, Layanan Kesehatan Terbaik!

Tingkatkan layanan kesehatan yang Anda berikan dengan menggunakan alat kesehatan yang terjamin kualitasnya dan diakui lembaga internasional.