Apa itu Tuberkulosis
Tuberkulosis, atau yang sering disebut TB/TBC, adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman kuno, yang disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis.[1]
Meskipun TB paling sering menyerang paru-paru, tapi sebenarnya bisa menyerang bagian tubuh lainnya seperti sistem pencernaan, sistem limfatik, kulit, otak, sistem tulang dan otot, sistem reproduksi, dan hati,[1] yang mana dikenal sebagai penyakit TB Ekstra Paru.[2]
Menakjubkan dan agak menyeramkan, bakteri penyebab TB ini merupakan makhluk yang sangat tangguh. Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, bakteri ini dapat bertahan lama selama beberapa tahun.[1]
Dalam beberapa puluh tahun terakhir, banyak upaya dilakukan untuk memberantas TB di seluruh dunia. Hasilnya cukup positif. Sejak tahun 2000, angka kasus TB di dunia turun sekitar 1,5% setiap tahunnya. Jumlah kematian akibat TB juga turun cukup signifikan, sekitar 22% antara tahun 2000 hingga 2015.[1]
Meski sudah ada penurunan, TB masih menjadi masalah kesehatan besar di dunia. Pada laporan yang dikeluarkan WHO pada tahun 2017, TB diperkirakan masih menyerang 10 juta orang, yang terdiri dari 5,8 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan dan diperkirakan sebanyak 1 juta anak yang menderita TB, diantaranya berusia <15 tahun dan lebih dari 136.000 anak meninggal setiap tahunnya.[3]
Pada laporan Global TB Report tahun 2022 yang dikeluarkan oleh WHO, khususnya bagi Indonesia, tercatat 969.000 orang mengalami TB, 28.000 diantaranya bahkan sudah tergolong TB-Resisten Obat (data terbaru menunjukkan penderita TB di Indonesia sebanyak 1.060.000 orang).[4]
Bahkan pada cakupan global, tercatat pada tahun 2021, terdapat angka kematian karena TB hingga 1,6 juta jiwa, yang mana 187.000 diantaranya adalah juga penderita HIV.[5]
Penyebaran Tuberkulosis
Bakteri TB memiliki kemampuan penyebaran yang sangat efektif, terutama melalui udara. Saat seseorang yang menderita TBC paru batuk, bersin, atau berbicara, mereka melepaskan partikel-partikel dahak yang mengandung bakteri. Partikel-partikel ini dapat melayang di udara dan dihirup oleh orang lain, menjadi saluran penularan.[6]
Individu dengan TB Paru yang memiliki Basil Tahan Asam (BTA) Positif memiliki potensi penularan yang cukup tinggi. Dalam satu tahun, mereka bisa menularkan bakteri ini kepada 10-15 orang di lingkungan sekitar mereka.[6]
Meski demikian, bukan berarti setiap orang yang terpapar bakteri ini akan langsung menderita TBC. Faktor kekebalan tubuh sangat berperan di sini. Hanya sekitar 5-10% dari total individu yang terpapar yang akan berkembang menjadi penyakit ini.[6]
“BTA Positif” merujuk pada hasil pemeriksaan mikroskopis di mana bakteri tahan asam ditemukan dalam sampel dahak dari seseorang yang diduga menderita TBC. Skala ini berkisar antara +1 hingga +3, di mana nilai yang lebih tinggi menunjukkan risiko penularan TBC yang lebih besar.[6]
Kelompok Rentan Tuberkulosis
Ada beberapa kelompok populasi yang memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap infeksi TB. Beberapa di antaranya adalah:[6, 7]
- Anak-anak berusia di bawah 5 tahun
- Memiliki sistem kekebalan tubuh rendah, seperti penderita Diabetes & penyintas HIV/AIDS
- Perokok
- Orang yang pernah terinfeksi bakteri TB dalam 2 tahun terakhir
- Orang yang tinggal atau berkontak langsung dengan penderita TB
- Orang yang tinggal dengan penderita HIV
- Orang dengan riwayat penyakit TB yang tidak diobati atau tidak cukup diobati
- Penerima terapi imunosupresif, seperti antagonis Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF), kortikosteroid sistemik yang setara dengan/lebih besar dari 15 mg prednison per hari, atau terapi obat imunosupresif setelah transplantasi organ
- Penderita Diabetes Melitus
- Orang yang pernah menjalani gastrektomi atau bypass jejunoileal
- Orang dengan berat badan rendah (<90% dari berat badan ideal)
- Pengguna NAPZA (seperti penggunaan narkoba suntikan)
- Orang dengan silikosis; gagal ginjal kronis; leukemia; atau kanker kepala, leher, atau paru-paru
- Populasi yang mengalami peningkatan kejadian penyakit akibat bakteri TB, termasuk populasi yang kurang terlayani secara medis dan berpenghasilan rendah
Tipe & Gejala Tuberkulosis
1. Tuberkulosis (TB) Laten
Bakteri Tuberkulosis bisa bertahan hidup di dalam tubuh kita tanpa membuat kita merasa sakit. Kondisi ini dikenal sebagai infeksi TB laten.[8]
Pada sebagian besar individu yang menghirup bakteri TB dan menjadi terinfeksi, tubuh mampu melawan bakteri tersebut untuk menghentikan pertumbuhannya. Mereka yang tergolong TB laten memiliki beberapa karakteristik khas, antara lain:[8]
- Tidak menunjukkan gejala apa pun.
- Tidak merasa tidak sehat atau sakit.
- Terdapat bakteri TB di dalam tubuh namun tidak mampu menyebarkan bakteri TB kepada orang lain.
- Biasanya menunjukkan reaksi positif pada tes kulit TB atau tes darah TB.
- Dapat berkembang menjadi penyakit TB jika mereka tidak mendapatkan pengobatan untuk infeksi TB laten.
2. Tuberkulosis (TB) Aktif
Berbeda dengan TB Laten, ketika seseorang mengidap penyakit TB (TB Aktif), mereka akan mengalami gejala. Gejala ini bisa ringan selama beberapa bulan, sehingga mudah untuk menularkan TB kepada orang lain tanpa mereka sadari.[9, 10, 11]
Berikut ini beberapa gejala yang dialami:[9, 10, 11]
- Batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu – batuk ini mungkin disertai dengan pengeluaran lendir atau dahak yang kadang-kadang bercampur dengan darah.
- Merasa lelah atau kehabisan tenaga.
- Demam tinggi atau berkeringat di malam hari.
- Hilangnya nafsu makan.
- Penurunan berat badan.
- Merasa tidak enak badan secara umum.
- Anak-anak juga mungkin mengalami kesulitan dalam menambah berat badan atau tumbuh kembang.
Jika TB telah menyebar ke bagian tubuh lain seperti kelenjar getah bening, tulang, atau otak, mungkin juga muncul gejala lain, termasuk:[9, 10, 11]
- Kelenjar getah bening yang membengkak.
- Nyeri dan rasa sakit di seluruh tubuh.
- Sendi atau pergelangan kaki yang membengkak.
- Rasa sakit di perut atau area panggul.
- Urin yang berwarna gelap atau keruh.
- Sakit kepala.
- Mual dan muntah.
- Merasa bingung.
- Leher yang kaku.
- Ruam pada kaki, wajah, atau bagian tubuh lainnya.
Penyembuhan Tuberkulosis
Tuberkulosis bisa terasa menakutkan, tapi ada harapan. Dengan penanganan yang tepat, penyakit ini dapat disembuhkan.
Dokter biasanya menyarankan pengidap TB paru untuk minum obat selama 6 hingga 12 bulan. Obat-obatan ini khusus dirancang untuk melawan TB, dan pengobatannya terbagi menjadi dua tahap:[12]
- Tahap awal (intensif) Dilakukan sejak memulai pengobatan hingga 2 bulan & diwajibkan meminum obat setiap hari
- Tahap lanjutan Dilakukan setelah tahap awal (setelah bulan ke-2) hingga bulan ke-6 atau berdasarkan keputusan dokter yang menangani, dimana pasien hanya meminum obat 3 kali dalam seminggu.
Untuk pengobatannya sendiri, terbagi lagi menjadi 2 tipe, yaitu: Obat Anti TBC (OAT) lini 1 & Obat Anti TBC (OAT) lini 2. Pada penggunaan OAT lini 1, ini diperuntukkan bagi pasien TB non Resisten Obat dan sedangkan penggunaan OAT lini 2, metode pengobatan ini diperuntukkan bagi penderita TB Resisten Obat (TB-RO).[13]
Pada OAT lini 1, berikut obat yang digunakan bagi pasien TB:[12]
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Etambutol
- Streptomisin
Jika pasien TB menunjukkan tanda-tanda resisten (kebal) terhadap obat-obatan yang diberikan pada OAT lini 1 ini, sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO, dokter akan beralih ke OAT lini 2, seperti:[14, 15]
- Bedaquiline
- Pretomanid
- Linezolid
- Moksifloksasin (BPaLM)
Penegakan Diagnosis Tuberkulosis
Merujuk pada Surat Edaran Nomor HK.02.02/III.1/936/2021 TENTANG PERUBAHAN ALUR DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penegakan diagnosis TB, baik itu TB paru maupun TB Ekstra Paru, dan juga berlaku bagi penderita TB & TB-RO, dilakukan dengan menggunakan Tes Cepat Molekuler (TCM).[16]
Baca Juga: Tes Cepat Molekuler (TCM) Solusi Pemerintah RI Menangani TB
Berikut detil alur diagnosis TB di Indonesia:
Pencegahan Penyebaran Tuberkulosis
Untuk mencegah infeksi dan penyebaran penyakit TB, berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh WHO, berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan:[9]
- Jika seseorang mengalami gejala seperti batuk yang berkepanjangan, demam, dan penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas, segera mencari pertolongan medis. Penanganan TB sejak dini bisa membantu mencegah penyebaran penyakit serta meningkatkan peluang Anda untuk pulih.
- Jika seseorang berada dalam kelompok risiko tinggi – misalnya, memiliki HIV atau berinteraksi dengan orang yang menderita TB di rumah atau tempat kerja – sebaiknya melakukan tes untuk infeksi TB.
- Jika seseorang diberikan pengobatan untuk mencegah TB, pastikan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian terapi tersebut.
- Bagi seseorang yang sudah terinfeksi TB, penting untuk menjaga kebersihan saat batuk. Hal ini mencakup menghindari kontak dengan orang lain, memakai masker, menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin, serta membuang dahak dan tisu bekas dengan benar.
Bagi Anda penyedia layanan kesehatan yang ingin meningkatkan kualitas layanan Anda dalam hal pemeriksaan (screening) Tuberkulosis, baik deteksi TB-SO maupun TB-RO, dengan solusi inovatif yang telah terpercaya dan diakui WHO serta telah digunakan Kementerian Kesehatan RI, yaitu Tes Cepat Molekuler (TCM), silakan kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut:
Referensi Artikel:
- Adigun R, Singh R. Tuberculosis. [Updated 2023 May 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Apa itu “TBC Ekstra Paru”?. https://tbindonesia.or.id/apa-itu-tbc-ekstra-paru/
- World Health Organization. (2018). Global tuberculosis report 2018. World Health Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/274453. License: CC BY-NC-SA 3.0 IGO
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023).Dashboard. https://tbindonesia.or.id/
- World Health Organization. (2022). Global Tuberculosis Report 2022 Factsheet. https://www.who.int/publications/m/item/global-tuberculosis-report-2022-factsheet
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Informasi Dasar Seputar TBC. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/informasi-dasar-seputar-tbc/0404p
- CDC. (n.a). Groups at High Risk for Developing TB Disease. https://www.cdc.gov/tb/webcourses/tb101/page121.html
- CDC. (2020). Latent TB Infection and TB Disease. https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/tbinfectiondisease.htm
- World Health Organization. (2023). Tuberculosis. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis
- Tim Promkes RSST – RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. (2022). TBC. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1375/tbc#:~:text=Bakteri%20tuberkulosis%20yang%20menyerang%20paru,di%20malam%20hari%20dan%20demam.
- NHS. (2023). Tuberculosis (TB). https://www.nhs.uk/conditions/tuberculosis-tb/
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Tahukah kalian Tahapan Pengobatan TBC ?. https://tbindonesia.or.id/tahukah-kalian-tahapan-pengobatan-tbc/
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/755/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA TUBERKULOSIS. https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610422577_801904.pdf
- KNCV Indonesia. (2023). Pengobatan TBC RO Kini Hanya 6 Bulan Saja!. https://yki4tbc.org/pengobatan-tbc-ro-kini-hanya-6-bulan-saja/
- World Health Organization. (2022). WHO consolidated guidelines on tuberculosis. Module 4: treatment – drug-resistant tuberculosis treatment, 2022 update. https://www.who.int/publications/i/item/9789240063129
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Surat Edaran Perubahan Alur Diagnosis & Pengobatan TB di Indonesia. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/surat-edaran-perubahan-alur-diagnosis-pengobatan-tb-di-indonesia