Tes Cepat Molekuler (TCM) Solusi Pemerintah RI Menangani TB
Dalam laporan yang dipublikasikan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2021, disampaikan bahwa Tuberkulosis (TB) termasuk salah satu masalah kesehatan global yang amat penting, dengan lebih dari 10 juta kasus baru teridentifikasi di setiap tahunnya dari berbagai negara.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB), yang dikenal juga sebagai Koch’s bacillus, menyerang sistem pernapasan, terutama paru-paru, dan dapat juga menginfeksi organ lain seperti tulang, ginjal, otak dan kelenjar getah bening (TB Ekstra Paru).
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang mengalami peningkatan angka kejadian TB yang cukup signifikan.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kemenkes pada tanggal 17 Maret 2023, diperkirakan terdapat kasus TB sebanyak 969.000 dengan incidence rate atau temuan kasus sebanyak 354 per 100.000 penduduk, menjadikan Indonesia menempati peringkat kedua dengan kasus TB terbanyak di seluruh dunia, setelah India, yang diikuti oleh China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Republik Demokratik Kongo secara berurutan (KNCV Indonesia, 2022).
Meskipun penanganan TB telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir, kondisi ini masih dianggap sebagai masalah kesehatan global yang cukup kompleks dan sulit untuk diatasi secara menyeluruh.
Banyak faktor yang memengaruhi penyebaran TB, seperti kemiskinan yang berkorelasi dengan lingkungan rumah yang tidak sehat dan tidak menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), perubahan iklim, tempat tinggal yang padat penduduk, serta tingkat aksesibilitas layanan kesehatan yang kurang memadai.
Namun demikian, upaya global telah diambil untuk mengatasi masalah ini, tak terkecuali Indonesia.
Sebagai negara dengan jumlah kasus TB terbanyak kedua di dunia, Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam upaya global ini, terutama untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan, meningkatkan screening untuk menemukan penderita TB yang belum diobati dan berpotensi menularkan ke masyarakat disekitarnya, serta edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap TB.
Pada artikel ini kita akan membahas mengenai apa itu Mycobacterium tuberculosis, penyebab dan penyebaran Mycobacterium tuberculosis, gejala dan dampaknya, serta mengenal lebih dalam pandangan dan aksi nyata WHO dan pemerintah Indonesia terhadap pemberantasan mikroorganisme ini, dan tentunya kita akan membahas tindakan antisipatif apa yang diperlukan guna mencegah dan mengendalikan salah satu dari sepuluh ancaman kesehatan global ini.
Mycobacterium Tuberculosis, Bakteri Penginfeksi Seperempat Populasi Dunia
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang menyebar melalui udara saat orang yang terinfeksi TB mengeluarkan bakteri ke udara, misalnya melalui batuk atau bersin (WHO, 2021).
Penyakit ini biasanya mempengaruhi sistem pernapasan, khususnya paru-paru. Namun, penyakit ini juga dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya (WHO, 2021).
Lebih lanjut dipaparkan oleh WHO pada laporan tahun 2021, meskipun TB dapat menyerang siapa saja, sekitar 90% kasus TB terjadi pada orang dewasa, dengan jumlah kasus yang lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita (WHO, 2021).
M. tuberculosis telah menyebar ke seluruh dunia dan diperkirakan sekitar seperempat populasi dunia telah terinfeksi M. tuberculosis, meskipun sebagian besar dari mereka tidak mengalami gejala penyakit dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi aktif (WHO, 2021).
Penyebaran, Gejala, dan Dampak TB
Infeksi Tuberkulosis biasanya terjadi ketika seseorang menghirup bakteri M. tuberculosis yang tersebar di udara. Setelah masuk ke dalam paru-paru, bakteri tersebut dapat berkembang biak dan menyebar ke organ tubuh lainnya melalui aliran darah (WHO, 2021).
Beberapa orang mungkin mengalami gejala seperti batuk yang berlangsung selama lebih dari dua minggu, demam, berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan, dan kelelahan (WHO, 2021).
Namun, ada juga orang yang terinfeksi TB tanpa menunjukkan gejala atau tanda-tanda apapun. Meskipun demikian, kondisi tubuh mereka yang terinfeksi tetap berisiko untuk berkembang menjadi TB aktif di kemudian hari (WHO, 2021).
Jika tidak diobati, TB dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ yang terkena, dan pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian (WHO, 2021).
Upaya Pemerintah Mencegah dan Menangani Tuberkulosis di Indonesia
Di Indonesia, terdapat beberapa peraturan yang membahas tentang penanggulangan dan pencegahan TB, di antaranya:
1. Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2021
Dalam upaya meningkatkan penanggulangan TB di Indonesia, pemerintah telah menetapkan target dan strategi nasional Eliminasi TB pada tahun 2030 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2021 yang memberi acuan bagi pemerintah dan sektor terkait untuk melaksanakan kegiatan Penanggulangan TB yang lebih komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.
Salah satu fokus utama dari peraturan ini adalah pengembangan program penanggulangan TB yang mencakup peningkatan akses layanan kesehatan untuk diagnosis dan pengobatan TB, optimalisasi jejaring layanan TBC, serta optimalisasi upaya penemuan kasus TB secara aktif guna pencegahan dan pengendalian penyebaran TB yang lebih efektif.
Selain itu, peraturan ini juga menetapkan strategi peningkatan kualitas layanan kesehatan melalui pelatihan tenaga medis dan pengembangan standar operasional prosedur yang lebih baik dalam penanganan TB.
Selain fokus pada program penanggulangan TB, peraturan ini juga mencakup pengembangan sistem informasi dan pengawasan yang lebih baik untuk memantau dan mengevaluasi penanganan TB di seluruh Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan eliminasi TB pada tahun 2030, peraturan ini juga menekankan pentingnya kerja sama dan komitmen antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat dalam melakukan upaya penanggulangan TB yang lebih terintegrasi, efektif, dan berkelanjutan.
Implementasi peraturan ini menjadi sangat penting dalam upaya mencapai tujuan eliminasi TB pada tahun 2030.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016
Peraturan ini menetapkan penanggulangan TB yang terintegrasi dengan melibatkan semua pihak terkait, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam upaya penanggulangan TB yang lebih efektif, mulai dari pencegahan dan pengendalian penularan TB, inovasi diagnosis TB menggunakan mesin Tes Cepat Molekular (TCM) dengan alat Xpert MTB/RIF, hingga pengobatan TB yang diberikan dalam bentuk paket untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
Selain itu, peraturan ini juga mengatur tentang manajemen dan pengawasan pasien TB secara komprehensif, meliputi pengawasan kesehatan secara berkala, pemantauan respons terhadap pengobatan, serta penanganan efek samping dari obat anti-TB.
Dalam rangka memastikan kesuksesan program penanggulangan TB, peraturan ini juga menetapkan pentingnya pelaporan dan evaluasi program penanggulangan TB secara berkala dan terintegrasi.
Dengan adanya peraturan ini, diharapkan akan terjadi peningkatan kesadaran dan komitmen dari seluruh pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, untuk melakukan upaya penanggulangan TB secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/755/2019
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/755/2019 adalah sebuah panduan nasional yang mengatur tentang tata laksana pelayanan kesehatan bagi pasien dengan TB di Indonesia.
Peraturan ini mencakup berbagai hal terkait upaya penanggulangan TB, seperti klasifikasi TB yang lebih komprehensif, dan penetapan penggunaan alat tes Xpert MTB/RIF yang merupakan alat diagnosis molekuler dan uji resistensi rifampisin tercepat sesuai dengan rekomendasi dari World Health Organization (WHO), untuk meningkatkan akurasi diagnosis TB dan mengurangi risiko penyebaran kasus TB yang tidak terdeteksi secara tepat dan terintegrasi.
Selain itu, peraturan ini juga mencakup pengobatan TB yang adekuat dalam dosis dan jangka waktu yang tepat sehingga pasien dapat sembuh dengan tuntas dan mencegah terjadinya kekambuhan, serta pencegahan dan pengendalian TB yang lebih terintegrasi dan efektif.
Pencatatan dan pelaporan kasus TB di Indonesia juga merupakan komponen penting dalam peraturan ini, untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB di Indonesia.
Pemerintah Indonesia, Organisasi Internasional, dan Tuberkulosis
Upaya penanggulangan TB tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui program nasional, namun juga didukung oleh berbagai organisasi internasional seperti World Health Organization (WHO), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berkontribusi dalam upaya penanggulangan TB di Indonesia, melansir dari halaman resmi UNICEF yang dipublikasikan tahun 2022.
Lebih lanjut disebutkan dalam siaran pers tersebut, bahwa kerjasama WHO dengan Kementerian Kesehatan RI antara lain terkait dengan peningkatan layanan diagnosis TB menggunakan mesin Tes Cepat Molekuler (TCM) GeneXpert System untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan diagnosis TB, sehingga pasien dapat segera mendapatkan pengobatan yang tepat.
Solusi Penanganan TB di Indonesia
Dalam upaya penanganan TB di Indonesia, inovasi teknologi menjadi salah satu solusi yang digunakan untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan diagnosis TB.
Mesin Tes Cepat Molekuler (TCM) GeneXpert System yang mempunyai teknologi canggih yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis (MTB), sekaligus menguji kepekaan terhadap rifampisin (RIF) yang penting dalam pengobatan TB, telah ditetapkan sebagai alat penegakan diagnosis TB berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 67 tahun 2016.
Sejak tahun 2012, merujuk pada Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Tuberkulosis Resisten Obat Di Indonesia dari website TB Indonesia, GeneXpert System telah digunakan untuk diagnosis TB di Indonesia dan telah tersedia di sebagian besar laboratorium di seluruh Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah memasukkan GeneXpert System dalam pedoman nasional untuk diagnosis TB, dan merekomendasikan penggunaannya sebagai alat bantu diagnosis TB pada pasien dengan gejala klinis TB dan pada pasien yang dicurigai memiliki resistensi terhadap rifampisin.
Selain GeneXpert System, Kementerian Kesehatan RI juga telah mencantumkan alat tes Xpert MTB/RIF Ultra ke dalam pedoman Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis sebagai alat diagnostik lini pertama untuk TB.
Tes ini dapat digunakan di klinik TB, rumah sakit, dan laboratorium dimana Alat Tes Cepat Molekuler (TCM) tersedia. Saat ini pemerintah Indonesia terus bekerja untuk memperluas akses ke tes tersebut di daerah terpencil dan kurang terlayani, sebagaimana tercantum pada website TB Indonesia.
1. GeneXpert Sebagai Tes Cepat Molekuler (TCM)
Seperti yang disebutkan sebelumnya, GeneXpert System yang sudah diakui oleh WHO serta sudah dilibatkan dan berperan penting bagi penanganan TB di Indonesia ini mempunyai sejumlah keunggulan, seperti tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, kecepatan pengujian, dan kemudahan penggunaan.
GeneXpert System dapat mengeluarkan hasil pemeriksaan dalam waktu kurang dari dua jam dan dapat langsung digunakan untuk membuat keputusan klinis, berbeda dengan PCR biasa yang membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam atau bahkan lebih lama, tergantung pada jenis dan metode PCR yang digunakan.
Selain itu, sensitivitas GeneXpert System lebih tinggi dibandingkan dengan PCR biasa. Sebuah penelitian oleh Ngangue, dkk. Pada tahun 2022 menunjukkan bahwa alat tes Xpert MTB/RIF memiliki sensitivitas sebesar 99%, sementara Truenat MTB Plus memiliki sensitivitas sebesar 96%, sehingga alat tes yang digunakan GeneXpert System dari Cepheid sangat meminimalisir terjadinya kesalahan hasil diagnosis.
GeneXpert System merupakan alat otomatis yang mudah digunakan dibandingkan dengan PCR biasa. Dalam GeneXpert System, proses amplifikasi dan deteksi terintegrasi dalam satu tahapan, sedangkan pada PCR biasa, proses amplifikasi memerlukan banyak tahapan, dan hasil akhirnya diinterpretasikan secara manual.
Hal inilah yang membuat GeneXpert System lebih mudah digunakan oleh pengguna yang tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang biologi molekular.
Bila tadi dari segi module / mesin pemeriksaannya, tak kalah pentingnya adalah alat tesnya, yaitu Xpert MTB/RIF Ultra, yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan alat tes Xpert MTB/RIF, pendahulunya, di antaranya ialah:
- Sensitivitas lebih tinggi sehingga bisa mendeteksi TB pada sampel pasien dengan konsentrasi bakteri yang lebih rendah.
- Hasil tes tersedia kurang dari 80 menit
Secara keseluruhan, alat tes Xpert MTB/RIF Ultra merupakan alat yang efektif dalam mendiagnosis TB dan resistensi rifampisin.
Tingkat sensitivitas, akurasi, dan kecepatannya menjadikannya alat yang sangat berharga dan amat penting dalam program pengendalian TB nasional, dan penggunaannya dalam kemitraan dengan lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah dapat membantu meningkatkan kualitas diagnosis dan pengobatan TB di Indonesia dan negara lain di seluruh dunia.
Mari bersama-sama kita lakukan percepatan penyelesaian TB di Indonesia, mulai dari deteksi cepat dan tepat, dengan menggunakan best practice yang telah direkomendasikan oleh WHO sejak 2010!
Ketahui selengkapnya mengenai GeneXpert System & Xpert MTB/RIF Ultra dengan menghubungi kami melalui berikut ini:
Referensi Artikel:
Cepheid. (2023). GeneXpert Systems. Cepheid. https://www.cepheid.com/en/systems/GeneXpert-Family-of-Systems/GeneXpert-System [diakses pada 05 April 2023].
Laporan Kasus Tuberkulosis (TBC) Global Dan Indonesia 2022. (2022, November 30). Yayasan KNCV Indonesia. https://yki4tbc.org/laporan-kasus-tbc-global-dan-indonesia-2022/ [diakses pada 24 Februari 2023].
Ngangue, Y. R., dkk. (2022). Diagnostic Accuracy of the Truenat MTB Plus Assay and Comparison with the Xpert MTB/RIF Assay to Detect Tuberculosis among Hospital Outpatients in Cameroon. Journal of Clinical Microbiology. 60(8). https://doi.org/10.1128/jcm.00155-22 [diakses pada 05 April 2023].
TB Indonesia. (2021). PNPK Tatalaksana Tuberkulosis. TB Indonesia. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/pnpk-tatalaksana-tuberkulosis/ [diakses pada 05 April 2023].
TB Indonesia. (2021). PETUNJUK TEKNIS PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT DI INDONESIA. TB Indonesia. https://tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2021/06/TBRO_Buku-Juknis-Tuberkulosis-2020-Website.pdf [diakses pada 05 April 2023].
TB Indonesia. (2022). Sejarah TBC di Indonesia. TB Indonesia. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/sejarah-tbc-di-indonesia/ [diakses pada 05 April 2023].
TB Indonesia. (2023). Buku Perpres No. 67 Tahun 2021. TB Indonesia. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/sejarah-tbc-di-indonesia/ [diakses pada 05 April 2023].
TB Indonesia. (2023). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016. TB Indonesia. https://tbindonesia.or.id/pustaka_tbc/sejarah-tbc-di-indonesia/ [diakses pada 05 April 2023].
UNICEF. (2022). Desk Review: Pediatric Tuberculosis with a Focus on Indonesia. UNICEF. https://www.unicef.org/indonesia/reports/desk-review-pediatric-tuberculosis-focus-indonesia [diakses pada 05 April 2023].
WHO. (2021). Global tuberculosis report 2021. WHO. https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021 [diakses pada 05 April 2023].
Yankes Kemkes. (n.d.) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/755/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA TUBERKULOSIS. Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610422577_801904.pdf [diakses pada 05 April 2023].