Home 9 Blog 9 Hari Talasemia Internasional 2025: Bersama untuk Talasemia – Menyatukan Komunitas, Memprioritaskan Pasien

Hari Talasemia Internasional 2025: Bersama untuk Talasemia – Menyatukan Komunitas, Memprioritaskan Pasien

May 6, 2025 • 11 minutes read

Hari Talasemia Internasional 2025: Bersama untuk Talasemia – Menyatukan Komunitas, Memprioritaskan Pasien

 

 

Hari Talasemia Internasional 2025: Sejarah, Tema dan Makna Peringatan

International Thalassaemia Day 2025

Hari Talasemia Internasional diperingati setiap tanggal 8 Mei sebagai kampanye global utama untuk meningkatkan kesadaran dan mengapresiasi semangat juang komunitas talasemia di seluruh dunia.[1]

Momentum ini menjadi ajakan bersama untuk mendorong akses layanan kesehatan yang setara, mulai dari diagnosis yang tepat, pengobatan yang memadai, hingga perawatan menyeluruh bagi setiap individu yang hidup dengan talasemia. Diperingati di lebih dari 100 negara, Hari Talasemia Internasional memiliki dampak luas yang menjangkau jutaan orang lintas benua.[1]

Peringatan ini juga merupakan bentuk penghormatan terhadap George Englezos, putra dari Panos Englezos—pendiri sekaligus Presiden Thalassaemia International Federation (TIF)—serta mengenang para penyintas yang telah berpulang akibat penyakit ini.[1]

Pada tahun 2025, Hari Talasemia Internasional mengusung tema: “Together for Thalassaemia: Uniting Communities, Prioritizing Patients(Bersama untuk Talasemia: Menyatukan Komunitas, Memprioritaskan Pasien) dengan slogan penuh makna “#WeAre1” dan “PatientsFirst”.[2]

Dengan estimasi 100 juta orang di dunia sebagai pembawa sifat talasemia dan lebih dari 300.000 bayi lahir setiap tahun dengan bentuk talasemia berat, peringatan ini menjadi pengingat penting untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat, memperkuat solidaritas global, serta memperjuangkan layanan kesehatan yang berfokus pada kebutuhan pasien secara holistik.[2]

 

Memahami Penyakit Talasemia

1. Apa itu Penyakit Talasemia?

Tipe talasemia

Tipe talasemia. Sumber: Frontiers.

Talasemia adalah kelainan darah yang diturunkan secara genetik dari orang tua kepada anak. Kondisi ini memengaruhi kemampuan tubuh dalam memproduksi hemoglobin—protein penting dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.[3]

Talasemia dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu talasemia alfa dan talasemia beta, berdasarkan bagian rantai protein hemoglobin yang mengalami gangguan. Tingkat keparahan talasemia bisa berbeda-beda, mulai dari tanpa gejala, ringan, sedang, hingga berat. Untuk menggambarkan tingkat keparahannya, talasemia sering diklasifikasikan menjadi trait (pembawa sifat), minor, intermedia, dan mayor. Talasemia mayor merupakan bentuk yang paling serius dan biasanya memerlukan transfusi darah secara rutin.[3, 4]

 

1.1. Talasemia Alfa

Seseorang mewarisi empat gen yang bertanggung jawab membentuk rantai protein alfa, dua dari masing-masing orang tua. Jika satu atau lebih gen tersebut mengalami kelainan, maka dapat terjadi talasemia alfa. Berikut ini penjelasan berdasarkan jumlah gen yang rusak:[4]

    • Satu gen rusak: Tidak menimbulkan gejala. Disebut juga alfa talasemia minima.
    • Dua gen rusak: Gejala cenderung ringan, dikenal sebagai alfa talasemia minor.
    • Tiga gen rusak: Gejala bersifat sedang hingga berat. Kondisi ini disebut Hemoglobin H disease.
    • Empat gen rusak: Umumnya menyebabkan kematian saat lahir atau tidak lama setelahnya. Jika bayi bertahan hidup, ia akan membutuhkan transfusi darah seumur hidup. Kondisi ini disebut hydrops fetalis dengan Hemoglobin Barts.

1.2. Talasemia Beta

Talasemia beta terjadi ketika terdapat kelainan pada dua gen pembentuk rantai protein beta, yang juga diwariskan dari orang tua. Tingkat keparahan tergantung pada berapa banyak gen yang terganggu dan lokasi mutasinya dalam struktur protein beta.[4]

    • Satu gen rusak: Gejala biasanya ringan dan disebut sebagai beta talasemia minor.[4]
    • Dua gen rusak: Gejala bisa sedang hingga berat. Jika gejala sedang, kondisi ini disebut talasemia intermedia. Bila gejalanya berat, dikenal sebagai beta talasemia mayor atau anemia Cooley.[4]

 

2. Penyebab Terjadinya Penyakit Talasemia

Talasemia adalah kelainan darah bawaan yang menyebabkan tubuh memproduksi hemoglobin dalam jumlah lebih sedikit dari normal. Hemoglobin merupakan protein penting dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Protein ini tersusun dari dua jenis rantai, yaitu rantai alpha globin dan beta globin.[5]

Talasemia terjadi ketika gen yang bertugas membentuk rantai alpha atau beta mengalami kelainan, sehingga produksi hemoglobin terganggu. Akibatnya, sel darah merah tidak mampu membawa oksigen secara optimal ke organ dan jaringan tubuh.[5]

Seseorang yang mewarisi gen talasemia hanya dari satu orang tua disebut sebagai pembawa sifat (carrier). Biasanya, pembawa sifat tidak menunjukkan gejala atau hanya mengalami anemia ringan, namun tetap dapat menurunkan gen tersebut kepada anak-anaknya. Bila gen cacat diwariskan dari kedua orang tua, maka talasemia yang dialami bisa bersifat sedang hingga berat.[5]

 

Baca juga:

Apa itu Anemia? – Gejala, Tipe, Prevalensi dan Penanganan – Cek Artikelnya Di Sini!

Hb Meter POCT: Salah Pilih Bahayakan Nyawa! – Cek Artikelnya Di Sini!

Cek Di Sini! Alat Kesehatan HB Meter POCT Rekomendasi WHO

 

3. Gejala Penyakit Talasemia

Talasemia adalah kelainan darah yang berkaitan erat dengan anemia. Anemia terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah sehat dalam jumlah yang cukup. Pada penderita talasemia, kondisi ini disebabkan karena tubuh kekurangan hemoglobin—zat penting dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Tanpa hemoglobin yang cukup, distribusi oksigen menjadi tidak optimal, sehingga tubuh pun mengalami berbagai gangguan.[6]

Gejala umum anemia pada talasemia dapat meliputi:[6]

    • Mudah lelah atau merasa lemah
    • Sesak napas
    • Kulit tampak pucat
    • Pusing atau mudah pingsan
    • Sakit kepala

Tingkat keparahan gejala bisa berbeda-beda tergantung pada jenis talasemia yang dialami. Ada yang hanya mengalami anemia ringan, bahkan tidak merasakan gejala sama sekali.[6]

Pada anak-anak dengan jenis talasemia yang lebih berat, gejala biasanya mulai terlihat sebelum usia 2 tahun. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai antara lain:[6]

    • Kulit pucat atau kekuningan pada kulit dan bagian putih mata (jaundice)
    • Perut membesar akibat pembesaran limpa atau hati
    • Perubahan bentuk tulang wajah
    • Warna urin yang lebih gelap
    • Nafsu makan menurun
    • Keterlambatan tumbuh kembang atau masalah perkembangan kognitif

 

4. Kasus Penyakit Talasemia Global dan di Indonesia

Pada tahun 2021, jumlah kasus talasemia di seluruh dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1,3 juta orang, dengan tingkat prevalensi yang telah disesuaikan berdasarkan usia sebesar 18,28 per 100.000 penduduk.[7]

Di Indonesia, talasemia menjadi perhatian serius karena negara ini berada di jalur sabuk talasemia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 3 hingga 10 persen penduduk Indonesia merupakan pembawa sifat talasemia. Bahkan, setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 2.500 bayi yang lahir dengan talasemia mayor—jenis talasemia paling berat yang memerlukan transfusi darah rutin seumur hidup.[8]

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Eva Susanti, menjelaskan bahwa tingginya jumlah kasus di Tanah Air sebagian besar disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan tes skrining talasemia, terutama sebelum menikah. Padahal, jika dua orang pembawa sifat talasemia menikah, risiko memiliki anak dengan talasemia mayor sangat tinggi.[8]

Sementara itu, data dari POPTI Jawa Barat tahun 2024 mencatat ada 13.406 penderita talasemia di Indonesia, dengan sekitar 40 persen atau 5.417 kasus berasal dari Provinsi Jawa Barat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun terus mendorong upaya pencegahan melalui edukasi dan program deteksi dini agar angka kasus dapat ditekan secara berkelanjutan.[9]

 

Baca juga:

Beta Talasemia: Pemahaman Genetik, Terapi Terkini, dan Pentingnya Deteksi Dini – Cek Artikelnya Di Sini!

Talasemia: Penyakit Kelainan Darah Bawaan & Cara Mencegahnya – Cek Artikelnya Di Sini!

Talasemia: Penyebab, Tipe-Tipe & Penurunan Sifatnya – Cek Artikelnya Di Sini!

 

5. Pencegahan Penyakit Talasemia

Sebagian besar kasus talasemia memang tidak dapat dicegah. Namun, jika Anda mengidap talasemia atau membawa gen talasemia, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan fetomaternal sebelum merencanakan kehamilan. Konsultasi ini dapat membantu Anda memahami risiko dan pilihan yang tersedia.[9]

Salah satu solusi medis yang kini tersedia adalah teknologi reproduksi berbantu dengan diagnosis genetik praimplantasi. Prosedur ini memungkinkan skrining genetik pada embrio sejak tahap awal, yang kemudian dipadukan dengan proses fertilisasi in vitro (IVF). Metode ini dapat memberikan harapan bagi pasangan yang mengidap atau membawa gen hemoglobin abnormal untuk memiliki anak yang sehat.[9]

Langkah-langkahnya meliputi pengambilan sel telur yang matang, kemudian dibuahi dengan sperma di laboratorium. Embrio yang dihasilkan akan diperiksa secara genetik, dan hanya embrio tanpa kelainan genetik yang akan ditanamkan ke dalam rahim.[9]

 

6. Diagnosis Penyakit Talasemia

Kelainan bentuk wajah pada pasien dengan β talasemia mayor

Kelainan bentuk wajah pada pasien dengan β talasemia mayor. Sumber: ScienceDirect.

Diagnosis talasemia sangat bergantung pada jenis dan tingkat keparahan gejalanya. Pada kasus talasemia ringan atau tanpa gejala, dugaan awal biasanya muncul dari hasil pemeriksaan darah rutin. Sebaliknya, jenis talasemia yang lebih berat umumnya terdeteksi sejak dini, bahkan sebelum anak berusia dua tahun, karena gejala yang lebih nyata.[10]

Untuk menegakkan diagnosis, tenaga medis akan menggali riwayat kesehatan pribadi dan keluarga Anda. Karena talasemia diturunkan secara genetik, penting untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga lain yang juga mengidap kondisi ini.[10]

 

Tes Laboratorium yang Umum Digunakan untuk Mendeteksi Talasemia:

 

6.1. Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count/CBC)

Ini adalah pemeriksaan awal untuk mendeteksi kemungkinan talasemia. Jika kadar hemoglobin dan volume sel darah merah (MCV) rendah, dan defisiensi zat besi telah disingkirkan, maka kecurigaan talasemia akan meningkat. Dokter juga bisa menghitung indeks Mentzer (MCV dibagi jumlah eritrosit). Nilai kurang dari 13 menunjukkan kemungkinan talasemia, sedangkan nilai lebih dari 13 lebih mengarah pada anemia defisiensi besi.[11]

6.2. Apusan Darah Tepi (Peripheral Blood Smear)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat bentuk dan karakteristik sel darah merah secara mikroskopik. Ciri khas talasemia yang dapat terlihat meliputi:[11]

    • Sel mikrositik (ukuran kecil)
    • Sel hipokromik (warna pucat)
    • Variasi ukuran dan bentuk (anisositosis (kondisi di mana sel darah merah memiliki ukuran yang tidak seragam) dan poikilositosis (kondisi medis di mana sel darah merah memiliki bentuk yang tidak normal))
    • Retikulosit meningkat
    • Sel target
    • Kehadiran badan Heinz

6.3. Studi Zat Besi

Pemeriksaan kadar serum besi, ferritin, UIBC, TIBC, dan saturasi transferin dilakukan untuk menyingkirkan anemia akibat kekurangan zat besi.[11]

6.4. Pemeriksaan Tingkat Porfirin Eritrosit

Tes ini membantu membedakan antara beta-talasemia minor, defisiensi zat besi, atau keracunan timbal. Hasil porfirin normal cenderung mengarah pada beta-talasemia, sedangkan kadar tinggi lebih mengindikasikan dua kondisi terakhir.[11]

6.5. Elektroforesis Hemoglobin

Tes ini menilai jenis dan proporsi hemoglobin dalam darah. Pada orang dewasa sehat, hemoglobin A (HbA) mendominasi, dengan kadar HbA2 dan HbF yang rendah.[11]

    • Beta-talasemia mayor biasanya menunjukkan kadar HbF dan HbA2 yang meningkat, sementara HbA menurun atau tidak ada.
    • Beta-talasemia minor ditandai dengan sedikit peningkatan HbA2 dan penurunan ringan HbA.
    • Hemoglobin H (HbH) bisa muncul pada alpha-talasemia tertentu.
    • Hemoglobin S (HbS) merupakan tipe hemoglobin yang ditemukan pada anemia sel sabit.

Tes ini juga digunakan dalam skrining prakonsepsi dan pemeriksaan hemoglobin bayi baru lahir di daerah dengan angka kejadian tinggi.[11]

6.6. Analisis DNA

Pemeriksaan genetik dilakukan untuk mengidentifikasi mutasi pada gen pembentuk globin alpha dan beta. Meskipun bukan pemeriksaan rutin, tes ini berguna untuk mengonfirmasi diagnosis, menilai status pembawa (carrier), dan melakukan pemetaan genetik keluarga bila dibutuhkan.[11]

6.7. Diagnosis Prenatal

Bila kedua orang tua diduga membawa gen talasemia, maka janin berisiko tinggi mengalami bentuk berat dari penyakit ini. Tes seperti chorionic villus sampling (usia kehamilan 8–10 minggu) atau amniosentesis (usia 14–20 minggu) dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi janin sejak dini.[11]

6.8. Evaluasi Multisistem

Karena talasemia bisa memengaruhi berbagai organ, pemeriksaan lanjutan secara berkala sangat disarankan. Misalnya: USG perut untuk melihat kondisi kantong empedu, MRI jantung untuk menilai kesehatan jantung, hingga pengukuran hormon untuk mendeteksi gangguan endokrin.[11]

 

Cek Di Sini: Alat Kesehatan Deteksi Talasemia

 

7. Pengobatan Penyakit Talasemia

Pengelolaan talasemia sangat bergantung pada jenis dan seberapa berat kondisi yang dialami pasien.[11]

7.1. Talasemia Ringan (Hb antara 6–10 g/dl)

Pada kasus talasemia ringan, seperti talasemia minor, gejala yang muncul biasanya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan sering kali tidak memerlukan pengobatan khusus. Meski begitu, transfusi darah mungkin dibutuhkan dalam situasi tertentu, seperti setelah operasi, saat melahirkan, atau jika terjadi komplikasi akibat talasemia.[11]

7.2. Talasemia Sedang hingga Berat (Hb di bawah 5–6 g/dl)

Untuk kondisi yang lebih berat, penanganan medis yang lebih intensif diperlukan, termasuk:[11]

    • Transfusi Darah Rutin = Pasien dengan talasemia berat umumnya membutuhkan transfusi darah secara berkala, bahkan bisa setiap beberapa minggu. Tujuannya adalah menjaga kadar hemoglobin sekitar 9–10 g/dl, agar pasien merasa lebih bertenaga dan mencegah produksi sel darah merah yang berlebihan di luar sumsum tulang. Disarankan menggunakan sel darah merah (RBC) yang telah dicuci dalam jumlah 8–15 mL/kg berat badan, diberikan dalam waktu 1–2 jam.[11]
    • Terapi Kelasi Besi = Karena transfusi dilakukan berulang kali, tubuh bisa mengalami penumpukan zat besi. Oleh karena itu, obat kelasi besi seperti deferasiroks, deferoksamin, atau deferipron diberikan untuk membantu membuang kelebihan zat besi dari tubuh.[11]
    • Transplantasi Sel Punca (Stem Cell) = Pada beberapa kasus, terutama anak-anak dengan talasemia berat, transplantasi sel punca atau transplantasi sumsum tulang bisa menjadi solusi jangka panjang dan mengurangi kebutuhan transfusi seumur hidup. Namun, prosedur ini memiliki risiko seperti penolakan cangkok, infeksi akibat terapi imunosupresif, kegagalan transplantasi, hingga risiko kematian akibat prosedur.[11]
    • Terapi Genetik = Ini merupakan inovasi terbaru dalam penanganan talasemia berat. Dalam terapi ini, sel punca pasien diambil dan dimodifikasi secara genetik agar dapat memproduksi hemoglobin yang normal, kemudian disuntikkan kembali setelah pasien menjalani persiapan khusus. Hasilnya adalah produksi sel darah merah yang sehat dan normal.[11]
    • Pengeditan Genom = Teknik ini memanfaatkan teknologi seperti CRISPR-Cas9 dan metode lain untuk memperbaiki mutasi gen penyebab talasemia langsung pada tingkat DNA. Kendalanya adalah memastikan jumlah gen yang diperbaiki cukup untuk menyembuhkan penyakit secara menyeluruh.[11]
    • Splenektomi (Pengangkatan Limpa) = Limpa yang membesar akibat talasemia bisa meningkatkan kebutuhan transfusi darah. Jika kebutuhan transfusi sudah mencapai 200–220 mL RBC/kg/tahun dengan hematokrit sekitar 70%, dokter dapat merekomendasikan splenektomi. Tindakan ini juga membantu mengontrol produksi sel darah di luar sumsum tulang. Pasca-splenektomi, pasien harus mendapat vaksinasi untuk mencegah infeksi bakteri seperti Pneumokokus, Meningokokus, dan Haemophilus influenzae. Prosedur ini biasanya ditunda hingga anak berusia 6–7 tahun dan disertai pemberian antibiotik (penisilin) sebagai pencegahan.[11]
    • Kolesistektomi (Pengangkatan Kantong Empedu) = Pasien talasemia berisiko mengalami batu empedu akibat peningkatan pemecahan hemoglobin dan penumpukan bilirubin. Jika batu empedu menimbulkan gejala, tindakan kolesistektomi dapat dilakukan bersamaan dengan splenektomi.[11]

 

Fakta vs Mitos Seputar Penyakit Talasemia

Mitos 1: “Talasemia hanya menyerang orang Asia.”[12]
Fakta: Talasemia adalah kelainan darah turunan yang bisa terjadi pada siapa saja, tanpa memandang ras atau etnis. Meski lebih sering ditemukan pada populasi Asia, kawasan Mediterania, dan Timur Tengah, bukan berarti etnis lain bebas dari risiko ini.[12]

Mitos 2: “Talasemia hanya dialami oleh anak-anak.[12]
Fakta: Talasemia adalah kondisi seumur hidup dan dapat terjadi pada orang dewasa. Meskipun gejala thalasemia mungkin tidak terlihat pada awalnya, tetapi kondisi ini dapat memburuk seiring bertambahnya usia.[12]

Mitos 3: “Talasemia hanya diwariskan dari ibu.[12]
Fakta: Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari kedua orang tua. Bila ayah dan ibu sama-sama membawa gen talasemia, maka risiko anak untuk mewarisi penyakit ini jauh lebih tinggi.[12]

Mitos 4: “Talasemia bisa disembuhkan hanya dengan transfusi darah.”[12]
Fakta: Transfusi darah memang diperlukan untuk membantu meredakan gejala, tapi bukan berarti menyembuhkan talasemia. Pengelolaan talasemia membutuhkan terapi jangka panjang, termasuk transfusi rutin dan pengobatan lanjutan agar kualitas hidup pasien tetap terjaga.[12]

Mitos 5: “Talasemia bisa dicegah dengan pantangan makanan tertentu.[12]
Fakta: Talasemia tidak bisa dicegah hanya dengan mengatur pola makan. Pencegahan terbaik dilakukan melalui deteksi dini, seperti skrining genetik sebelum menikah, serta menghindari pernikahan dengan kerabat dekat yang memiliki riwayat pembawa gen talasemia.[12]

 

Langkah-Langkah yang Dapat Dilakukan Untuk Menangani Kondisi Talasemia

1. Perawatan Rutin untuk Penderita Talasemia

Menjalani perawatan secara berkala sangat penting bagi individu dengan talasemia. Anak-anak yang mengidap kondisi ini perlu dipantau secara rutin guna memastikan pertumbuhan dan perkembangannya berjalan normal. Dokter anak mungkin juga akan menyarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi.[13]

Pemberian vaksin sesuai jadwal juga tidak boleh diabaikan, terutama bagi yang telah menjalani pengangkatan limpa (splenektomi). Vaksin yang disarankan antara lain vaksin pneumokokus, hepatitis B, meningitis, COVID-19, serta vaksin influenza setiap awal musim flu. Orang-orang yang tinggal serumah atau sering berinteraksi juga dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi secara rutin.[13]

2. Waspadai Komplikasi Akibat Talasemia dan Pengobatannya

Talasemia, terutama jika disertai transfusi darah rutin, dapat menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh (iron overload). Kondisi ini dapat merusak organ-organ penting dan jaringan tubuh. Untuk mencegah dampaknya, dokter biasanya akan merekomendasikan terapi kelasi besi.

Beberapa komplikasi kesehatan yang bisa muncul akibat talasemia atau terapi jangka panjangnya meliputi:

    • Pembekuan darah yang dapat memicu stroke atau tromboemboli vena
    • Gangguan daya ingat hingga demensia
    • Diabetes
    • Batu empedu
    • Masalah jantung, seperti gangguan irama jantung, gagal jantung, hingga serangan jantung
    • Gangguan hormon yang dapat memperlambat pertumbuhan dan pubertas
    • Infeksi, terutama setelah pengangkatan limpa
    • Luka kronis di kaki yang sulit sembuh
    • Kerusakan organ, termasuk hati dan ginjal
    • Osteoporosis
    • Nyeri di punggung bawah dan kaki
    • Pembesaran limpa
    • Kekurangan vitamin dan mineral penting, seperti seng, tembaga, vitamin C, D, dan folat

3. Pantau Kesehatan Secara Berkala

Dokter akan merekomendasikan sejumlah pemeriksaan rutin untuk memastikan kondisi tubuh tetap optimal sepanjang tahun, seperti:

    • Pemeriksaan kadar zat besi setiap 3 bulan
    • Pemeriksaan fungsi hati setiap 6 bulan
    • Skrining infeksi virus setahun sekali
    • Evaluasi fungsi endokrin setahun sekali, termasuk hormon pertumbuhan, tiroid, toleransi glukosa, dan status mikronutrien

Tes tambahan yang mungkin direkomendasikan:

    • Bone mineral density test untuk mendeteksi risiko osteoporosis (menggunakan DEXA scan)
    • MRI jantung untuk menilai kondisi jantung dan pembuluh darah
    • Ekokardiografi untuk melihat aliran darah melalui jantung
    • MRI atau biopsi hati untuk mengukur kadar zat besi
    • Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan rutin, terutama bagi yang menggunakan deferoksamin sebagai terapi kelasi besi

4. Terapkan Gaya Hidup Sehat

Penderita talasemia cenderung mengalami defisiensi vitamin dan mineral penting. Oleh karena itu, pola makan bergizi seimbang sangat disarankan untuk membantu menjaga kadar nutrisi tubuh. Jika asupan dari makanan tidak mencukupi, dokter dapat merekomendasikan suplemen tambahan sesuai kebutuhan.

 

PT Medquest Jaya Global

Sebagai bagian dari komunitas kesehatan, kami berkomitmen menyediakan alat kesehatan dan solusi inovatif guna mendukung program kesehatan nasional di Indonesia. Kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai Alat Kesehatan inovatif dan berkualitas terbaik yang kami hadirkan:

Pelajari Selengkapnya

 

 

Referensi artikel:

1. Thalassaemia International Federation. (2025). The Day. Retrieved from https://internationalthalassaemiaday.org/about/the-day/
2. Thalassaemia International Federation. (2025). ABOUT. Retrieved from https://internationalthalassaemiaday.org/about/
3. NHLBI. (2022). What Is Thalassemia?. Retrieved from https://www.nhlbi.nih.gov/health/thalassemia
4. Cleveland Clinic. (2022). Thalassemias. Retrieved from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/14508-thalassemias
5. NHLBI. (2022). Causes. Retrieved from https://www.nhlbi.nih.gov/health/thalassemia/causes
6. NHLBI. (2022). Symptoms. Retrieved from https://www.nhlbi.nih.gov/health/thalassemia/symptoms
7. Tuo, Y., Li, Y., Li, Y., Ma, J., Yang, X., Wu, S., Jin, J., & He, Z. (2024). Global, regional, and national burden of thalassemia, 1990-2021: a systematic analysis for the global burden of disease study 2021. EClinicalMedicine, 72, 102619. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2024.102619
8. CNN Indonesia. (2024). Kemenkes: Setiap Tahun 2.500 Bayi Indonesia Lahir dengan Thalasemia. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20240507154344-255-1095054/kemenkes-setiap-tahun-2500-bayi-indonesia-lahir-dengan-thalasemia
9. Mayo Clinic. (2021). Thalassemia. Retrieved from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/talasemia/symptoms-causes/syc-20354995#prevention
10. NHLBI. (2022). Diagnosis. Retrieved from https://www.nhlbi.nih.gov/health/thalassemia/diagnosis
11. Bajwa H, Basit H. Talasemia. [Updated 2023 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/
12. Halodoc. (2023). Catat, Ini Berbagai Mitos dan Fakta Seputar Thalasemia. Retrieved from https://www.halodoc.com/artikel/catat-ini-berbagai-mitos-dan-fakta-seputar-thalasemia?srsltid=AfmBOooPZS-3oiRNCiv9P0c2nrwELkijV9wOg8g7nGgFjPOFut-toRC8
13. NHLBI. (2022). Living With. Retrieved from https://www.nhlbi.nih.gov/health/thalassemia/living-with

Share

Kualitas Terjamin, Layanan Kesehatan Terbaik!

Tingkatkan layanan kesehatan yang Anda berikan dengan menggunakan alat kesehatan yang terjamin kualitasnya dan diakui lembaga internasional.