Hari Hipertensi Sedunia 2025: Ukur Tekanan Darah Anda, Kendalikan untuk Cegah Komplikasi
Hari Hipertensi Sedunia 2025: Sejarah, Tema dan Makna Peringatan
Hari Hipertensi (tekanan darah tinggi) Sedunia (World Hypertension Day/WHD) pertama kali diperingati pada 14 Mei 2005 atas inisiatif World Hypertension League (WHL), sebuah organisasi internasional yang menaungi lebih dari 85 lembaga dan asosiasi hipertensi dari berbagai negara. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya tekanan darah tinggi dan risiko komplikasi medis serius yang dapat ditimbulkannya. Selain itu, WHD juga bertujuan menyebarkan informasi penting terkait pencegahan, deteksi dini, dan pengelolaan hipertensi secara tepat.[1]
Sejak tahun 2006, WHL menetapkan tanggal 17 Mei sebagai Hari Hipertensi Sedunia yang diperingati setiap tahunnya. Banyak negara anggota aktif berpartisipasi dengan mengadakan berbagai kampanye edukatif untuk mendorong masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan jantung dan tekanan darah mereka.[1]
Untuk tahun 2025, tema global yang diusung adalah “Measure Your Blood Pressure Accurately, Control It, Live Longer” (Ukur Tekanan Darah Anda dengan Akurat, Kendalikan, dan Hidup Lebih Lama). Tema ini merupakan kelanjutan dari kampanye sebelumnya, yang menekankan pentingnya pengukuran tekanan darah yang benar dan konsistensi dalam pengendaliannya guna meningkatkan harapan hidup.[2]
Memahami Penyakit Hipertensi
1. Apa itu Penyakit Hipertensi?

Ilustrasi penjelasan tekanan darah. Sumber: CDC.
Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, adalah kondisi yang sering terjadi dan berdampak pada pembuluh darah arteri. Saat tekanan darah terus-menerus berada di atas batas normal, jantung dipaksa bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini tidak hanya membebani organ vital, tapi juga meningkatkan risiko komplikasi serius jika tidak segera ditangani.[3]
Tekanan darah dinilai dalam satuan milimeter air raksa (mmHg). Secara umum, seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika hasil pengukuran menunjukkan angka 130/80 mmHg atau lebih tinggi.[3]
Menurut pedoman dari The Eighth Joint National Committee (JNC 8), tekanan darah dikelompokkan dalam beberapa kelompok:[4]

Kategori tingkat hipertensi. Sumber: Siloam Hospitals.
Pedoman terbaru dari JNC 8 membawa penyesuaian penting dalam sasaran tekanan darah yang perlu dicapai, terutama untuk kelompok usia tertentu dan pasien dengan kondisi medis khusus:[4]
- Untuk lansia berusia 60 tahun ke atas, batas tekanan darah sistolik kini disarankan di bawah 150/90 mmHg, naik dari rekomendasi sebelumnya yaitu <140/90 mmHg (JNC 8).
- Bagi penderita diabetes atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah berubah dari <130/80 mmHg menjadi <140/90 mmHg.
Penyesuaian ini dinilai lebih realistis dan memungkinkan untuk dicapai dalam praktik sehari-hari. Dengan target yang lebih terjangkau, keberhasilan terapi antihipertensi cenderung meningkat. Tak hanya berdampak positif terhadap hasil kesehatan pasien, perubahan ini juga dapat memperkuat semangat dan kepercayaan diri baik di pihak dokter maupun pasien dalam mengelola hipertensi secara berkelanjutan.[4]
2. Tipe-Tipe Penyakit Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi bukanlah kondisi yang seragam. Dokter biasanya akan mengelompokkan tekanan darah tinggi Anda ke dalam dua jenis utama:[5]
- Hipertensi Primer (Esensial)
Ini adalah bentuk hipertensi yang paling sering ditemui—sekitar 90% kasus pada orang dewasa. Penyebab utamanya tidak selalu jelas, namun biasanya berkaitan dengan proses penuaan dan gaya hidup, seperti kurang aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, atau stres berkepanjangan.[5]
- Hipertensi Sekunder
Berbeda dengan tipe primer, hipertensi sekunder terjadi akibat kondisi medis lain atau efek samping obat-obatan tertentu. Misalnya, gangguan ginjal, gangguan hormon, atau konsumsi obat tertentu yang memengaruhi tekanan darah.[5]
Kedua jenis hipertensi ini bisa terjadi bersamaan. Artinya, seseorang yang sudah memiliki hipertensi primer dapat mengalami lonjakan tekanan darah lebih tinggi jika muncul penyebab tambahan dari hipertensi sekunder.[5]
Selain dua kategori utama tersebut, ada pula beberapa jenis hipertensi yang hanya muncul dalam situasi tertentu:
- White Coat Hypertension
Tekanan darah Anda tampak tinggi saat diperiksa di fasilitas kesehatan, tetapi normal saat di rumah. Biasanya terjadi karena kecemasan saat bertemu dokter.[5]
- Masked Hypertension
Kebalikannya dari white coat. Tekanan darah tampak normal saat diperiksa di klinik, namun sebenarnya tinggi saat di rumah. Ini sering luput dari deteksi jika tidak dipantau secara rutin.[5]
- Sustained Hypertension
Tekanan darah tetap tinggi baik saat di rumah maupun di fasilitas kesehatan. Ini adalah bentuk yang paling berisiko jika tidak segera ditangani.[5]
- Nocturnal Hypertension
Jenis ini ditandai dengan kenaikan tekanan darah saat tidur. Padahal, secara normal tekanan darah seharusnya menurun di malam hari. Kondisi ini berisiko meningkatkan komplikasi jangka panjang.[5]
- Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis adalah tekanan darah tinggi yang sudah terjadi sebelum kehamilan dimulai atau muncul dalam 20 minggu pertama kehamilan. Karena sering kali tidak menimbulkan gejala, banyak ibu hamil tidak menyadari kapan tepatnya kondisi ini bermula.[6]
- Hipertensi Kronis dengan Preeklampsia Tumpang Tindih
Kondisi ini terjadi ketika hipertensi kronis memburuk selama masa kehamilan dan disertai dengan munculnya gejala tambahan, seperti adanya protein dalam urin atau komplikasi lainnya. Ini bisa menjadi tanda bahwa tekanan darah tinggi mulai memengaruhi fungsi organ tubuh.[6]
- Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi yang baru muncul setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tidak ditemukan kelebihan protein dalam urin dan belum ada kerusakan organ yang menyertainya. Meski demikian, kondisi ini tetap perlu dipantau karena berisiko berkembang menjadi preeklampsia.[6]
- Preeklampsia
Preeklampsia adalah bentuk hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu dan disertai dengan tanda-tanda gangguan organ, seperti ginjal, hati, darah, atau otak. Kondisi ini tergolong serius dan perlu penanganan segera untuk mencegah risiko bagi ibu maupun janin.[6]
3. Penyebab Terjadinya Penyakit Hipertensi

Ilustrasi Masalah Kesehatan yang Disebabkan oleh Tekanan Darah Tinggi. Sumber: CDC.
3.1. Hipertensi Primer
Pada hipertensi primer, kondisi ini biasanya muncul akibat kombinasi berbagai faktor gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari, seperti:[5]
- Pola makan yang kurang sehat, terutama yang tinggi garam (natrium).
- Kurangnya aktivitas fisik atau olahraga.
- Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
3.2. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, kondiri ini disebabkan oleh hal yang lebih jelas dan bisa diidentifikasi oleh tenaga medis. Jenis hipertensi ini umumnya berkaitan dengan kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan zat tertentu, di antaranya:[5]
- Obat-obatan tertentu, seperti obat imunosupresan, antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan pil kontrasepsi.
- Penyakit ginjal.
- Gangguan tidur seperti obstructive sleep apnea.
- Sindrom Conn (hiperaldosteronisme primer), yaitu gangguan hormonal yang memicu retensi garam dan air.
- Penggunaan narkoba rekreasional seperti amfetamin dan kokain.
- Penyakit pembuluh darah ginjal, termasuk stenosis arteri renalis—penyempitan pembuluh darah di ginjal.
- Konsumsi tembakau dalam berbagai bentuk, termasuk merokok, vaping, maupun tembakau kunyah.
4. Gejala Penyakit Hipertensi
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap hipertensi karena kondisi ini sering kali tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, ketika tekanan darah meningkat sangat tinggi, bisa muncul keluhan seperti sakit kepala hebat, pandangan kabur, nyeri dada, dan gejala lainnya.[7]
Satu-satunya cara pasti untuk mengetahui apakah Anda mengalami tekanan darah tinggi adalah dengan memeriksakannya secara rutin. Pemeriksaan tekanan darah sangat cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Walaupun alat digital memungkinkan Anda mengecek tekanan darah di rumah, penilaian oleh tenaga medis tetap diperlukan untuk memastikan risiko dan kemungkinan komplikasi lain.[7]
Jika hipertensi tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat memicu berbagai gangguan serius, seperti penyakit jantung, gangguan ginjal, hingga stroke.[7]
Pada kondisi tekanan darah yang sangat tinggi (umumnya ≥180/120 mmHg), seseorang bisa mengalami gejala seperti:[7]
- Sakit kepala berat
- Nyeri dada
- Pusing
- Sesak napas
- Mual atau muntah
- Gangguan penglihatan
- Kecemasan berlebih
- Kebingungan
- Dengungan di telinga
- Mimisan
- Irama jantung tidak normal
Jika Anda mengalami salah satu atau beberapa gejala di atas disertai dengan tekanan darah tinggi, segera cari pertolongan medis.
5. Kasus Penyakit Hipertensi Global, Asia Tenggara dan di Indonesia
- Global : Saat ini, lebih dari 1,28 miliar orang dewasa berusia 30 hingga 79 tahun di seluruh dunia hidup dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Menariknya, sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut berada di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.[8] Sayangnya, setengah dari para penderita tidak menyadari bahwa mereka mengidap kondisi ini. Bahkan, hampir 1 dari 6 orang belum berhasil mengendalikan tekanan darahnya. Deteksi dini dan pengendalian yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi serius di kemudian hari.[8]
- Asia Tenggara : Di kawasan Asia Tenggara, hipertensi dialami oleh sekitar 294 juta penduduk. Angka ini terus meningkat, didorong oleh pola makan yang tinggi garam, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, serta paparan polusi udara yang makin memburuk.[8]
- Indonesia : Di Indonesia, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas tercatat menurun menjadi 30,8% pada tahun 2023, dari sebelumnya 34,1% pada tahun 2018.[9] Meski demikian, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi sudah mulai muncul di usia muda. Sebanyak 10,7% dari kelompok usia 18–24 tahun dan 17,4% dari kelompok usia 25–34 tahun diketahui mengalami hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tensimeter. Kondisi ini patut menjadi perhatian serius, karena hipertensi kerap muncul tanpa gejala dan bisa menjadi ‘silent killer’ jika tidak segera ditangani.[10]
Baca juga:
Faktor Risiko Gagal Ginjal: Pentingnya Rasio Albumin-Kreatinin (ACR) Urine – Cek Artikelnya Di Sini!
Karsinoma Hepatoseluler: Komplikasi Paling Berbahaya Fibrosis Hati – Cek Artikelnya Di Sini!
6. Pencegahan Penyakit Hipertensi
Perubahan gaya hidup terbukti membantu menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan memberikan manfaat besar bagi siapa pun yang mengalaminya. Meski begitu, banyak penderita hipertensi tetap perlu mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter untuk mencapai hasil optimal. Kombinasi antara pengobatan dan kebiasaan hidup sehat bisa menjadi kunci utama dalam mencegah komplikasi serius akibat tekanan darah tinggi.[7]
Langkah-Langkah Gaya Hidup Sehat untuk Mengendalikan Hipertensi:[7]
✅ Perbanyak konsumsi sayur dan buah setiap hari untuk mendukung kesehatan jantung dan pembuluh darah.
✅ Kurangi waktu duduk terlalu lama, terutama di depan layar.
✅ Aktif bergerak secara rutin, misalnya berjalan kaki, berenang, berlari, menari, atau melakukan latihan kekuatan seperti angkat beban.
✅ Turunkan berat badan jika Anda mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
✅ Minum obat secara teratur sesuai resep dokter, tanpa melewatkan dosis.
✅ Selalu hadir dalam pemeriksaan rutin dan ikuti arahan tenaga medis secara konsisten.
Hindari Kebiasaan yang Memperburuk Hipertensi:[7]
❌ Batasi konsumsi garam, usahakan tidak lebih dari 2 gram natrium per hari.
❌ Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan lemak trans yang dapat memicu penyempitan pembuluh darah.
❌ Jangan merokok atau menggunakan produk tembakau dalam bentuk apa pun.
❌ Batasi konsumsi alkohol, maksimal satu gelas per hari untuk wanita dan dua gelas untuk pria.
❌ Jangan membagikan atau menghentikan obat tanpa izin dokter.
Mengapa Penting Mengontrol Hipertensi?
Menjaga tekanan darah tetap normal dapat mencegah serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Upaya ini tidak hanya memperpanjang harapan hidup, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh.[7]
Cara Tambahan untuk Menurunkan Risiko Hipertensi:[7]
- Kelola stres dengan baik, misalnya melalui relaksasi, tidur cukup, atau aktivitas yang menenangkan.
- Rutin memeriksa tekanan darah, bahkan jika Anda merasa sehat.
- Tangani tekanan darah tinggi sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi komplikasi serius.
- Kelola kondisi medis lain seperti diabetes atau kolesterol tinggi secara menyeluruh.
- Kurangi paparan polusi udara, terutama bagi Anda yang tinggal di daerah dengan kualitas udara buruk.
7. Diagnosis Penyakit Hipertensi

Pengukuran tekanan darah. Sumber: Mayo Clinic.
Untuk menegakkan diagnosis tekanan darah tinggi (hipertensi), tenaga medis akan melakukan pemeriksaan fisik serta menanyakan riwayat kesehatan Anda, termasuk gejala yang mungkin Anda rasakan. Pemeriksaan biasanya mencakup mendengarkan suara jantung menggunakan alat yang disebut stetoskop.[3]
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan alat pengukur yang dililitkan pada lengan, dikenal sebagai manset. Ukuran manset harus sesuai; jika terlalu kecil atau terlalu besar, hasil pengukuran bisa tidak akurat. Manset ini kemudian dipompa secara manual atau menggunakan mesin otomatis.[3]
Pada pemeriksaan awal, tekanan darah sebaiknya diukur di kedua lengan untuk mengetahui apakah ada perbedaan. Di pemeriksaan selanjutnya, lengan dengan hasil tekanan darah lebih tinggi akan dijadikan acuan.[3]
7.1. Memahami Angka Tekanan Darah
Tekanan darah dinyatakan dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) dan terdiri dari dua angka:[3]
- Angka atas (sistolik) menggambarkan tekanan dalam pembuluh darah saat jantung memompa darah.
- Angka bawah (diastolik) menunjukkan tekanan ketika jantung dalam keadaan istirahat di antara dua detakan.
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika hasil tekanan darahnya mencapai atau melebihi 130/80 mmHg. Biasanya, diagnosis tidak ditentukan hanya dari satu kali pengukuran, tetapi berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran pada waktu yang berbeda.[3]
7.2. Pemeriksaan Tambahan Jika Didiagnosis Hipertensi
Apabila Anda terdiagnosis hipertensi, dokter mungkin akan menyarankan beberapa tes lanjutan untuk mengetahui penyebab atau menilai risiko komplikasi:[3]
- Pemeriksaan laboratorium
Tes darah dan urin dapat membantu mendeteksi gangguan lain yang mungkin memicu atau memperparah hipertensi, seperti kadar kolesterol, gula darah, serta fungsi ginjal, hati, dan tiroid.
- Elektrokardiogram (EKG/ECG)
Pemeriksaan ini merekam aktivitas listrik jantung untuk melihat ritme dan kecepatan detak jantung. Prosedurnya cepat dan tidak menyakitkan, dengan sensor (elektroda) yang ditempelkan di dada, lengan, atau kaki.
- Ekokardiogram
Menggunakan gelombang suara (ultrasound), pemeriksaan ini menampilkan gambaran jantung secara detail saat berdetak. Ekokardiogram membantu melihat aliran darah dan kondisi katup jantung tanpa perlu prosedur invasif.
Baca juga:
Perbedaan Kolesterol Baik dan Kolesterol Jahat – Cek Artikelnya Di Sini!
8. Pengobatan Penyakit Hipertensi
8.1. Terapi Farmakologis (Pengobatan dengan Obat)
Pengelolaan hipertensi dengan obat mencakup beberapa jenis terapi, tergantung pada usia pasien, ras, serta kondisi medis lain seperti gangguan ginjal, gagal jantung, atau penyakit pembuluh darah otak. Jenis obat yang sering digunakan meliputi:[11]
- ACE inhibitor (penghambat enzim pengubah angiotensin)
- ARB (penghambat reseptor angiotensin)
- Diuretik jenis tiazid
- Calcium channel blocker (CCB)
- Beta blocker
Berikut adalah pedoman pengobatan hipertensi menurut beberapa lembaga internasional:[11]
Pedoman JNC-8:[11]
- Pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis (CKD) dianjurkan mulai pengobatan jika tekanan darah ≥140/90 mmHg, dengan target di bawah angka tersebut.
- Usia ≥60 tahun, terapi dimulai bila tekanan darah ≥150/90 mmHg, dengan target <150/90 mmHg.
- Usia 18–59 tahun, terapi dimulai bila tekanan sistolik ≥140 mmHg, dengan target <140 mmHg.
- Untuk pasien diabetes non-kulit hitam: kombinasi tiazid, CCB, dan ACEi/ARB dianjurkan.
- Untuk pasien kulit hitam (termasuk yang memiliki diabetes): tiazid dan CCB menjadi pilihan utama.
- Semua pasien CKD disarankan menerima ACEi atau ARB, tanpa memandang ras atau status diabetes.
Pedoman ACC:[11]
- Risiko penyakit jantung aterosklerotik (ASCVD) selama 10 tahun harus diperhitungkan.
- Terapi obat dimulai jika tekanan darah ≥140/90 mmHg secara konsisten.
- Untuk kelompok risiko tinggi (diabetes, CKD, atau ASCVD) atau dengan risiko ASCVD ≥10%, terapi dapat dimulai pada tekanan darah yang lebih rendah.
- Target pengobatan adalah mencapai tekanan darah ≤130/80 mmHg.
Pedoman ESC/ESH:[11]
- Hipertensi derajat 2 atau 3 langsung dianjurkan terapi, tanpa mempertimbangkan faktor risiko.
- Hipertensi derajat 1 dengan kerusakan organ akibat tekanan darah tinggi (HMOD) juga memerlukan terapi obat.
- Pada hipertensi derajat 1 tanpa HMOD, terapi diberikan bila risiko penyakit jantung tinggi atau jika perubahan gaya hidup tidak berhasil.
- Untuk usia ≥80 tahun dengan tekanan darah ≥160/90 mmHg, target terapi adalah <160/90 mmHg, tanpa memandang kondisi seperti DM, CKD, atau stroke.
- Untuk usia 18–79 tahun dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg, target terapi <140/90 mmHg tetap berlaku.
8.2. Terapi Non-Farmakologis (Perubahan Gaya Hidup)
Perubahan gaya hidup sangat dianjurkan untuk semua penderita hipertensi, terlepas dari usia, jenis kelamin, atau kondisi medis lainnya. Edukasi pasien menjadi kunci, dengan fokus pada:[11]
- Pengelolaan berat badan
- Mengurangi konsumsi garam
- Berhenti merokok
- Menangani gangguan tidur seperti obstructive sleep apnea
- Olahraga teratur
Perubahan ini harus dilakukan secara konsisten seumur hidup agar pengendalian tekanan darah bisa optimal.[11]
Menurunkan berat badan, terutama pada individu dengan obesitas, dapat menurunkan tekanan darah sistolik hingga 5–20 mmHg, meski belum ada patokan pasti mengenai berat atau BMI ideal.[11]
Berhenti merokok mungkin tidak langsung menurunkan tekanan darah, namun secara jangka panjang dapat menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular.[11]
Secara keseluruhan, perubahan gaya hidup bisa mengurangi kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah hingga 15%.[11]
Fakta vs Mitos Seputar Penyakit Hipertensi
Mitos 1: “Hipertensi menurun dalam keluarga saya, jadi saya tidak bisa mencegahnya.”[12]
Fakta: Memang benar, riwayat hipertensi dalam keluarga bisa meningkatkan risiko Anda mengalaminya juga. Namun, itu bukan berarti Anda tidak punya kendali. Dengan gaya hidup sehat—seperti pola makan seimbang, rutin berolahraga, dan mengelola stres—banyak orang dengan riwayat keluarga hipertensi berhasil terhindar dari penyakit ini. Faktor keturunan bukanlah vonis mutlak.[12]
Mitos 2: “Saya tidak menambahkan garam, jadi asupan natrium saya aman.”[12]
Fakta: Menghindari penggunaan garam hanyalah langkah awal. Faktanya, sebagian besar natrium yang kita konsumsi tersembunyi dalam makanan olahan—seperti saus siap pakai, sup instan, bumbu kemasan, makanan kaleng, dan produk siap saji lainnya. Membaca label kandungan gizi adalah kunci untuk benar-benar mengendalikan asupan natrium dan menjaga tekanan darah tetap stabil.[12]
Mitos 3: “Saya pakai garam laut atau garam kosher saat memasak, jadi lebih sehat dari garam biasa.”[12]
Fakta: Banyak orang mengira garam laut atau garam kosher mengandung natrium lebih rendah. Padahal, kadar natriumnya kurang lebih sama dengan garam biasa. Perbedaan utamanya hanya pada tekstur dan rasa, bukan pada dampaknya terhadap tekanan darah. Jadi, penggunaannya tetap perlu dibatasi.[12]
Mitos 4: “Katanya anggur merah baik untuk jantung, jadi saya bebas minum sebanyak yang saya mau.”[12]
Fakta: Konsumsi alkohol berlebihan, termasuk anggur merah, justru bisa meningkatkan tekanan darah secara signifikan. Jika Anda memilih untuk minum, lakukan dengan bijak. Batas aman adalah satu gelas per hari untuk wanita dan maksimal dua gelas per hari untuk pria. Satu porsi minuman setara dengan:[12]
- 350 ml bir (5%)
- 240 ml malt liquor (7%)
- 150 ml anggur
- 45 ml minuman keras (80 proof)
Mitos 5: “Saya sudah didiagnosis hipertensi, tapi tekanan darah saya belakangan normal. Saya bisa berhenti minum obat.”[12]
Fakta: Hipertensi sering kali merupakan kondisi jangka panjang yang memerlukan pemantauan seumur hidup. Meski tekanan darah Anda membaik, bukan berarti Anda sembuh total. Menghentikan obat tanpa arahan dokter bisa membuat tekanan darah naik kembali. Dengan mengikuti saran tenaga medis dan menjaga rutinitas pengobatan, Anda bisa mengendalikan hipertensi dan hidup lebih sehat dalam jangka panjang.[12]
Strategi Pemerintah Dalam Upaya Pengendalian Penyakit Hipertensi di Indonesia
Kementerian Kesehatan RI terus memperkuat strategi pengendalian hipertensi melalui transformasi sistem kesehatan nasional dengan fokus pada enam pilar utama secara menyeluruh dan terintegrasi.[13]
Fatcha Nuraliyah, Ketua Tim Kerja Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Kemenkes, dalam webinar bertajuk “Cegah dan Kendalikan Hipertensi untuk Hidup Sehat Lebih Lama”, menegaskan bahwa hipertensi menjadi salah satu penyakit prioritas yang ditangani dalam agenda reformasi sistem kesehatan, mulai dari layanan tingkat dasar hingga layanan rujukan, serta dalam penguatan ketahanan kesehatan nasional.[13]
Ia mengingatkan bahwa hipertensi sering disebut sebagai silent killer—penyakit yang berkembang diam-diam tanpa gejala awal yang jelas, namun berisiko menyebabkan komplikasi serius. Oleh karena itu, kesadaran dan kewaspadaan di semua lapisan masyarakat sangat penting.[13]
Transformasi sistem kesehatan yang dijalankan selama periode 2021–2024 bertujuan menurunkan angka prevalensi hipertensi yang saat ini mencapai 34,1 persen. Melalui pilar layanan primer, pemerintah menggencarkan edukasi publik mengenai bahaya hipertensi dan gaya hidup tidak sehat yang menjadi pemicunya. Pemeriksaan dini atau skrining terhadap faktor risiko juga ditingkatkan sebagai bagian dari pencegahan sekunder.[13]
Pada tingkat layanan rujukan, pemerintah berupaya memperluas akses serta meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit sekunder dan tersier agar penderita hipertensi bisa mendapatkan penanganan cepat dan tepat, di manapun mereka berada.[13]
Selain itu, langkah penting lainnya adalah memperbaiki sistem pembiayaan kesehatan untuk penderita hipertensi dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi kesehatan, sehingga layanan yang diterima pasien semakin efektif dan berkualitas.[13]
PT Medquest Jaya Global
Sebagai bagian dari komunitas kesehatan, kami berkomitmen menyediakan alat kesehatan dan solusi inovatif guna mendukung program kesehatan nasional di Indonesia. Kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai Alat Kesehatan inovatif dan berkualitas terbaik yang kami hadirkan:
Referensi Artikel:
- Chockalingam A. (2008). World Hypertension Day and global awareness. The Canadian journal of cardiology, 24(6), 441–444. https://doi.org/10.1016/s0828-282x(08)70617-2
- World Hypertension League. (n.d.). World Hypertension Day. Retrieved from https://www.whleague.org/about-us/world-hypertension-day
- Mayo Clinic. (2024). High blood pressure (hypertension). Retrieved from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/high-blood-pressure/symptoms-causes/syc-20373410
- Siloam Hospitals. (2025). Hipertensi Ada Banyak Jenisnya? Kenali Klasifikasi dan Jenisnya!. Retrieved from https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-klasifikasi-hipertensi
- Cleveland Clinic. (2023). High Blood Pressure (Hypertension). Retrieved from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/4314-hypertension-high-blood-pressure#symptoms-and-causes
- Mayo Clinic. (2024). Pregnancy week by week. Retrieved from https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/pregnancy-week-by-week/in-depth/pregnancy/art-20046098
- World Health Organization. (2023). Hypertension. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension
- World Health Organization. (2024). World Hypertension Day 2024 – Measure Your Blood Pressure Accurately, Control It, Live Longer [News]. Retrieved from https://www.who.int/southeastasia/news/detail/17-05-2024-world-hypertension-day
- Tempo. (2024). Kemenkes Sebut Prevalensi Hipertensi di Indonesia Turun Dibanding 2018. Retrieved from https://www.tempo.co/gaya-hidup/kemenkes-sebut-prevalensi-hipertensi-di-indonesia-turun-dibanding-2018-389964
- Badan Kebijakan dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. (2024). Bahaya Hipertensi Mengintai Anak Muda Indonesia. Retrieved from https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/bahaya-hipertensi-mengintai-anak-muda-indonesia/
- Iqbal AM, Jamal SF. Essential Hypertension. [Updated 2023 Jul 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539859/
- American Heart Association. (2024). Common High Blood Pressure Myths. Retrieved from https://www.heart.org/en/health-topics/high-blood-pressure/the-facts-about-high-blood-pressure/common-high-blood-pressure-myths
- Antara. (2023). Kemenkes paparkan upaya mengendalikan hipertensi di Indonesia. Retrieved from https://www.antaranews.com/berita/3574569/kemenkes-paparkan-upaya-mengendalikan-hipertensi-di-indonesia