Hari Malaria Sedunia 2025: Bersatu Melawan Malaria untuk Masa Depan yang Lebih Sehat
Hari Malaria Sedunia 2025: Sejarah, Tema dan Makna Peringatan

World Malaria Day 2025.
Hari Malaria Sedunia menjadi momentum penting untuk mengingatkan dunia akan urgensi investasi yang berkelanjutan dan komitmen politik yang kuat dalam upaya pencegahan serta pengendalian malaria. Inisiatif ini pertama kali dideklarasikan oleh negara-negara anggota WHO pada Sidang Kesehatan Dunia tahun 2007.[1]
Sejarah mencatat, pada era 1960-an, penyebaran malaria sempat menunjukkan penurunan signifikan. Namun, ketika dunia mulai mengendurkan perhatian dan menghentikan upaya globalnya pada tahun 1969, jutaan nyawa kembali melayang. Butuh waktu 30 tahun untuk membangkitkan kembali perlawanan terhadap penyakit mematikan ini. Jangan biarkan kesalahan masa lalu terulang kembali.[2]
Tema Hari Malaria Sedunia 2025: “Malaria Ends with Us: Reinvest, Reimagine, Reignite” (Akhiri Malaria Bersama: Investasi Ulang, Imajinasi Ulang, Nyalakan Kembali Semangat).[2]
Pada peringatan Hari Malaria Sedunia 2025, WHO bersama RBM (Roll Back Malaria) Partnership to End Malaria dan para mitra global lainnya mendorong kampanye akar rumput yang bertujuan memperkuat kembali upaya dari tingkat kebijakan internasional hingga aksi nyata di tingkat komunitas. Tujuannya satu: mempercepat langkah menuju eliminasi malaria.[2]
Sejak dunia kembali berkomitmen terhadap pemberantasan malaria di akhir tahun 1990-an, lebih dari 2,2 miliar kasus dan 12,7 juta kematian telah berhasil dicegah selama dua dekade terakhir. Namun kini, kemajuan tersebut mulai mengalami stagnasi. Setiap menit, satu nyawa melayang akibat malaria, dengan sebagian besar kematian terjadi di kawasan Afrika yang menjadi wilayah fokus WHO.[2]
Tantangan besar kini mengintai. Bencana iklim ekstrem, konflik bersenjata, krisis kemanusiaan, serta tekanan ekonomi memperburuk akses terhadap layanan pencegahan dan pengobatan malaria di berbagai negara endemik. Padahal, tanpa penanganan cepat, malaria bisa berkembang menjadi kondisi serius yang mengancam jiwa.[2]
Memahami Malaria: Penyakit Serius yang Dapat Dicegah dan Diobati

Peta endemisitas malaria. Sumber: CDC.
Malaria merupakan penyakit menular serius yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini banyak ditemukan di wilayah tropis dan subtropis. Meski berbahaya, malaria sebenarnya dapat dicegah dan diobati dengan penanganan yang tepat.[3]
Penyebab malaria adalah parasit, bukan virus atau bakteri, dan tidak menyebar langsung dari satu orang ke orang lain. Penularan utama terjadi melalui gigitan nyamuk pembawa parasit, meskipun dalam kasus tertentu, penularan juga bisa terjadi melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi.[3]
Hingga saat ini, terdapat lima jenis parasit Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria pada manusia. Dua jenis yang paling berbahaya adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.[3]
- falciparum merupakan penyebab malaria paling mematikan dan banyak ditemukan di Afrika.[3]
- vivax lebih dominan di wilayah Asia dan Amerika Latin, terutama di luar sub-Sahara Afrika.[3]
Tiga spesies lainnya yaitu P. malariae, P. ovale, dan P. knowlesi juga dapat menginfeksi manusia, meski kurang umum.[3]
1. Gejala Malaria
Demam, sakit kepala, dan menggigil adalah gejala awal malaria yang paling sering muncul. Tanda-tanda ini umumnya mulai terasa 10 hingga 15 hari setelah seseorang tergigit nyamuk yang membawa parasit malaria.[3]
Pada beberapa orang—terutama mereka yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya—gejalanya bisa terasa ringan. Namun, karena gejala malaria seringkali mirip dengan penyakit lainnya, pemeriksaan sejak dini sangat disarankan untuk memastikan diagnosis dan mencegah komplikasi serius.[3]
Beberapa jenis malaria dapat berkembang menjadi penyakit berat yang berpotensi mengancam nyawa. Kelompok yang lebih rentan terhadap malaria berat antara lain:[3]
- Bayi dan anak di bawah usia 5 tahun
- Ibu hamil
- Pelancong dari wilayah non-endemik
- Penderita HIV atau AIDS
Gejala malaria berat yang perlu diwaspadai meliputi:[3]
- Rasa lelah yang luar biasa
- Penurunan kesadaran
- Kejang berulang
- Sulit bernapas
- Urin berwarna gelap atau bercampur darah
- Kulit dan mata menguning (jaundice)
- Perdarahan yang tidak biasa
Segera cari pertolongan medis darurat bila mengalami gejala di atas. Penanganan medis sedini mungkin saat malaria masih dalam tahap ringan dapat mencegah infeksi berkembang menjadi lebih parah.[3]
Selain itu, infeksi malaria pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko persalinan prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah, sehingga pencegahan dan deteksi dini sangat penting bagi ibu dan janin. Pada kasus ini juga, infeksi malaria dapat ditularkan dari ibu ke janin melalui plasenta selama masa kehamilan atau melalui kontak langsung pada saat persalinan, yang dikenal sebagai malaria kongenital.[3, 4]
2. Kasus Malaria Global dan di Indonesia
Berdasarkan World Malaria Report 2024, jumlah kasus malaria secara global meningkat menjadi 263 juta kasus pada tahun 2023, naik dari 252 juta kasus pada tahun sebelumnya. Sementara itu, angka kematian akibat malaria mencapai 597.000 jiwa, sedikit menurun dibandingkan tahun 2022 yang mencatat 600.000 kematian.[3]
Wilayah Afrika masih menjadi pusat beban malaria tertinggi di dunia. Pada tahun 2023, sekitar 94% dari total kasus malaria dan 95% kematian akibat penyakit ini terjadi di kawasan tersebut. Anak-anak di bawah usia lima tahun menjadi kelompok yang paling rentan, menyumbang sekitar 76% dari seluruh kematian akibat malaria di wilayah Afrika.[3]
Empat negara menyumbang lebih dari separuh angka kematian akibat malaria global, yaitu:[3]
- Nigeria (30,9%)
- Republik Demokratik Kongo (11,3%)
- Niger (5,9%)
- Tanzania (4,3%)
Sementara itu, di Indonesia, jumlah dugaan kasus malaria pada tahun 2023 mencapai lebih dari 3,4 juta, dengan 418.437 kasus telah terkonfirmasi. Data ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia bukan negara dengan beban tertinggi, malaria masih menjadi isu kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian serius.[5]
3. Pencegahan Malaria
Malaria adalah penyakit serius yang dapat dicegah. Salah satu cara paling efektif untuk menghindari malaria adalah dengan melindungi diri dari gigitan nyamuk dan mengonsumsi obat pencegahan sesuai anjuran tenaga medis. Jika Anda berencana bepergian ke wilayah endemis malaria, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan obat pencegah seperti kemoprofilaksis.[3]
3.1. Strategi Menghindari Gigitan Nyamuk
Melindungi diri dari gigitan nyamuk adalah langkah utama dalam mencegah malaria. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan:[3]
- Tidur menggunakan kelambu anti-nyamuk, terutama di daerah dengan risiko malaria.
- Gunakan obat oles penolak nyamuk yang mengandung DEET, IR3535, atau Icaridin, khususnya setelah matahari terbenam.
- Nyalakan obat nyamuk bakar atau alat pengusir nyamuk elektrik.
- Kenakan pakaian panjang dan tertutup, terutama di malam hari.
- Pastikan rumah memiliki kawat nyamuk di jendela dan ventilasi untuk mencegah nyamuk masuk.
3.2. Pengendalian Vektor Nyamuk
Pengendalian vektor merupakan komponen penting dalam strategi pencegahan dan pemberantasan malaria. Dua metode utama yang direkomendasikan adalah:[3]
- Kelambu berinsektisida (ITNs): Melindungi saat tidur dan membunuh nyamuk yang menempel.
- Penyemprotan insektisida dalam ruangan (IRS): Mengurangi populasi nyamuk penular di dalam rumah.
Namun, efektivitas metode ini terancam oleh meningkatnya resistansi nyamuk Anopheles terhadap insektisida. Untuk mengatasi tantangan ini, kelambu generasi terbaru yang lebih ampuh daripada kelambu berbasis piretroid biasa kini semakin tersedia dan menjadi senjata baru dalam memerangi malaria.[3]
3.3. Ancaman Nyamuk Anopheles Stephensi di Afrika
Nyamuk Anopheles stephensi yang sebelumnya ditemukan di Asia Selatan dan Semenanjung Arab kini telah menyebar ke delapan negara di Afrika. Spesies ini mampu bertahan di lingkungan perkotaan dan suhu tinggi, serta resisten terhadap berbagai insektisida. Kehadirannya menjadi tantangan tambahan dalam upaya pengendalian malaria di benua tersebut.[3]
3.4. Kemoprofilaksis: Pencegahan Melalui Obat
Bagi pelancong ke daerah rawan malaria, konsultasi medis beberapa minggu sebelum keberangkatan sangat penting. Dokter akan menentukan jenis obat pencegah malaria yang sesuai dengan negara tujuan. Beberapa obat perlu mulai dikonsumsi 2–3 minggu sebelum berangkat, dilanjutkan selama berada di daerah risiko, dan diteruskan hingga 4 minggu setelah meninggalkan wilayah tersebut untuk memastikan parasit benar-benar dieliminasi dari tubuh. Sasaran utamanya adalah kelompok rentan, seperti:[3]
- Anak usia sekolah
- Ibu hamil
- Anak-anak yang baru keluar dari perawatan rumah sakit
Jenis kemoterapi pencegahan antara lain:[3]
- PMC (Perennial Malaria Chemoprevention)
- SMC (Seasonal Malaria Chemoprevention)
- IPTp dan IPTsc (Intermittent Preventive Treatment)
- PDMC (Post-Discharge Malaria Chemoprevention)
- MDA (Mass Drug Administration)
Semua pendekatan ini dirancang untuk melengkapi langkah lain seperti pengendalian vektor, diagnosis cepat, dan pengobatan segera.[3]
3.5. Vaksinasi Malaria: Harapan Baru
Sejak Oktober 2021, WHO merekomendasikan penggunaan vaksin malaria RTS,S/AS01 untuk anak-anak yang tinggal di wilayah dengan penularan malaria falciparum sedang hingga tinggi. Vaksin ini terbukti mampu menurunkan risiko infeksi dan malaria berat yang berakibat fatal.[3]
Pada Oktober 2023, vaksin kedua yang aman dan efektif, R21/Matrix-M, juga telah disetujui. Program imunisasi rutin untuk anak-anak kini mulai dilaksanakan di berbagai negara Afrika. Diperkirakan, vaksinasi malaria akan menyelamatkan puluhan ribu nyawa anak setiap tahun, terutama jika digabungkan dengan intervensi lainnya seperti kelambu dan obat pencegahan.[3]
4. Diagnosis Dini dan Pengobatan Malaria
Menangani malaria sedini mungkin sangat penting untuk mencegah gejala yang memburuk, menghindari kematian, serta memutus rantai penularan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar setiap kasus yang dicurigai sebagai malaria dikonfirmasi melalui pemeriksaan berbasis parasit, baik dengan mikroskop maupun tes diagnostik cepat (rapid diagnostic test).[3]
Malaria merupakan infeksi serius yang selalu memerlukan penanganan medis. Pengobatan dilakukan dengan pemberian obat antimalaria, yang pemilihannya disesuaikan dengan sejumlah faktor, antara lain:[3]
- Jenis parasit penyebab malaria
- Adanya resistensi parasit terhadap obat tertentu
- Usia atau berat badan pasien
- Kondisi kehamilan pada pasien wanita
Beberapa jenis obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi malaria meliputi:[3]
- Terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACT), yang terbukti paling efektif untuk mengobati malaria akibat Plasmodium falciparum.
- Klorokuin, masih direkomendasikan untuk infeksi malaria akibat Plasmodium vivax, namun hanya di wilayah yang parasitnya belum resisten terhadap obat ini.
- Primaquine, digunakan sebagai tambahan terapi utama untuk mencegah kekambuhan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale.
Sebagian besar obat malaria tersedia dalam bentuk tablet. Namun, pada kondisi tertentu, pasien mungkin memerlukan perawatan di fasilitas kesehatan untuk mendapatkan obat melalui suntikan.[3]
Baca juga:
Tes Cepat Molekuler (TCM) Solusi Pemerintah RI Menangani TB – Cek Artikelnya Di Sini!
Faktor Utama END TB Sulit Dicapai: Sosio-Ekonomi & SISLAKES – Cek Artikelnya Di Sini!
Bebas Malaria 2030: Target Pemerintah Bebaskan Indonesia dari Malaria

Peta endemisitas malaria. Sumber: Kemenkes RI.
Sejak 2015, Indonesia mencatat lonjakan kasus malaria hingga 217.025 kasus. Pemerintah pun menetapkan target eliminasi malaria nasional pada 2030, sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang menargetkan 408 kabupaten/kota terbebas dari penyakit ini. Hingga akhir 2023, sudah ada 389 daerah yang berhasil masuk tahap pemeliharaan bebas malaria.[6]
Menurut Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Hartono, kemajuan ini merupakan buah dari kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat. Terdapat lima pilar strategi eliminasi malaria di Indonesia:[6]
- Kebijakan Terpadu – Menyusun dan mengimplementasikan regulasi yang mencakup peningkatan kemampuan deteksi, pelacakan kasus, dan diagnostik.
- Penguatan Surveilans – Memperkuat sistem pemantauan untuk memastikan data kasus real-time dan akurat.
- Akses Pengobatan – Menjamin ketersediaan obat dan layanan terapi sesuai pedoman WHO.
- Pengendalian Faktor Risiko – Melakukan intervensi lingkungan, seperti fogging dan distribusi kelambu berinsektisida.
- Pemberdayaan Swasta dan Masyarakat – Mengajak sektor swasta serta relawan lokal untuk berperan aktif dalam pencegahan dan edukasi.
“Dengan langkah-langkah ini, kita semakin mendekati Indonesia bebas malaria pada 2030, hanya tersisa enam tahun lagi,” ujar Wamenkes Dante pada puncak peringatan Hari Malaria Sedunia tahun 2024 di Jakarta, Senin (24/6/2024).[6]
PT Medquest Jaya Global
Sebagai bagian dari komunitas kesehatan, kami berkomitmen menyediakan alat kesehatan dan solusi inovatif guna mendukung program kesehatan nasional di Indonesia. Kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai Alat Kesehatan inovatif dan berkualitas terbaik yang kami hadirkan:
Referensi artikel:
- World Health Organization. (2025). World Malaria Day. World Health Organization. https://www.who.int/campaigns/world-malaria-day [diakses pada 25 APR 2025].
- World Health Organization. (2025). World Malaria Day 2025. World Health Organization. https://www.who.int/campaigns/world-malaria-day/2025 [diakses pada 25 APR 2025].
- World Health Organization. (2024). Malaria. World Health Organization. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria [diakses pada 25 APR 2025].
- Bilal, J. A., Malik, E. E., Al-Nafeesah, A., & Adam, I. (2020). Global prevalence of congenital malaria: A systematic review and meta-analysis. European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology, 252, 534–542. https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2020.06.025
- World Health Organization. (2024). World malaria report 2024. World Health Organization. https://www.who.int/publications/i/item/9789240104440 [diakses pada 25 APR 2025].
- INDONESIA.GO.ID. (2024). Pemerintah Targetkan Indonesia Bebas Malaria pada 2030: Strategi dan Perkembangan. INDONESIA.GO.ID. https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8354/pemerintah-targetkan-indonesia-bebas-malaria-pada-2030-strategi-dan-perkembangan?lang=1 [diakses pada 25 APR 2025].