Home 9 Blog 9 Tromboelastografi (TEG): Peran Penting dalam Manajemen Koagulasi dan Transfusi di Dunia Medis

Tromboelastografi (TEG): Peran Penting dalam Manajemen Koagulasi dan Transfusi di Dunia Medis

Sep 10, 2025 • 8 minutes read

Tromboelastografi (TEG): Peran Penting dalam Manajemen Koagulasi dan Transfusi di Dunia Medis

 

Sebagai alat bantu pengambilan keputusan di ruang operasi dan periode pascaoperasi segera, pemeriksaan laboratorium standar sering kali punya keterbatasan karena waktu hasil yang lama — sehingga keputusan pemberian produk darah sering bergantung pada penilaian klinis. Untuk itu, tes point-of-care seperti tromboelastografi (TEG) kembali mendapat perhatian.[1]

 

 

Tromboelastografi (TEG): Inovasi Pemeriksaan Koagulasi yang Lebih Cepat, Komprehensif, dan Praktis

Tromboelastografi (TEG) adalah metode pemeriksaan koagulasi berbasis darah utuh yang memberi gambaran pembekuan lebih menyeluruh, praktis, dan cepat dibandingkan panel koagulasi konvensional yang menggunakan plasma. Karena menilai sifat viskoelastis bekuan sekaligus fungsi trombosit dan aktivitas fibrinolisis, TEG menyajikan informasi fungsional koagulasi yang lebih komprehensif — bukan sekadar angka kuantitatif terpisah.[2]

TEG dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi pemeriksaan yang semakin banyak digunakan untuk pemantauan hemostasis dan pengelolaan transfusi, terutama pada pasien yang menjalani operasi besar, korban trauma, dan individu dengan hemofilia. Dengan memantau proses pembekuan secara langsung, TEG memberikan gambaran yang lebih menyeluruh sehingga tenaga medis dapat menentukan kebutuhan transfusi dengan lebih akurat dan sesuai kondisi pasien.[3]

Pemeriksaan TEG dilakukan pada darah lengkap dan mengukur sifat viskoelastis dari proses pembentukan bekuan — mulai dari inisiasi sampai stabilitas dan lisis bekuan. Prosedur ini dapat dijalankan menggunakan berbagai aktivator atau inhibitor pada konsentrasi yang berbeda, sehingga menghasilkan beberapa interval dan variabel spesifik yang sering dikutip dalam studi ilmiah dan dijadikan dasar pada algoritme keputusan klinis.[3]

Variabel-variabel yang dilaporkan oleh TEG sangat dipengaruhi oleh faktor biologis seperti kadar fibrinogen dan jumlah trombosit; perubahan pada kedua komponen ini mampu memodifikasi parameter TEG secara signifikan. Selain itu, salah satu keunggulan penting TEG adalah kemampuannya memberikan gambaran kualitatif mengenai fungsi trombosit — bukan sekadar angka jumlah trombosit — sehingga informasi ini berguna untuk mengidentifikasi kemungkinan defisiensi sistem koagulasi atau gangguan fungsi platelet yang tidak terdeteksi oleh hitungan trombosit biasa.[1, 3]

Dalam konteks tindakan mendesak atau darurat, ketika penghentian obat anti-trombotik tidak memungkinkan sebelum intervensi, karakteristik cepat dan komprehensif dari TEG menjadi sangat bernilai. Hasil pemeriksaan tersedia dalam hitungan menit, sehingga TEG dapat menjadi panduan praktis dan cepat bagi pengambilan keputusan klinis saat dicurigai adanya kelainan hemostatik.[1]

 

Peran Tromboelastografi (TEG) dalam Mengurangi Risiko Perdarahan dan Kebutuhan Transfusi pada Bedah Kompleks

1. Peran Tromboelastografi (TEG) pada Operasi Bedah Toraks

Perdarahan perioperatif dan kebutuhan transfusi darah pada operasi kardiovaskular—khususnya yang menggunakan cardiopulmonary bypass (CPB) serta hipotermia—diketahui erat kaitannya dengan komplikasi dan hasil pemulihan pasien.[4]

Penyebab perdarahan bersifat multifaktorial. Jika tidak terkontrol, perdarahan dapat merusak sistem hemostasis lebih jauh dan meningkatkan kebutuhan transfusi darah. Oleh karena itu, pemberian produk darah yang tepat pada periode perioperatif menjadi langkah penting untuk mengoreksi koagulopati.[4]

Untuk mengurangi risiko perdarahan besar, American Society of Anesthesiologists merekomendasikan penggunaan point-of-care testing. Salah satu metode yang sering digunakan adalah tromboelastografi (TEG), yaitu pemeriksaan hemostatik viskoelastis yang dapat dilakukan langsung di ruang operasi.[4]

TEG membantu dokter menilai kondisi pembekuan darah pasien secara real-time. Informasi ini menjadi dasar dalam menentukan tindakan medis terbaik ketika terjadi gangguan koagulasi. Dengan begitu, manajemen transfusi dapat lebih terarah dan efisien.[4]

Penelitian oleh Yushi Okumura, MD, mengevaluasi efektivitas TEG dalam manajemen transfusi pada operasi aorta toraks. Operasi jenis ini sering membutuhkan transfusi dalam jumlah besar karena risiko koagulopati praoperatif serta durasi CPB yang panjang.[4]

 

Jumlah perdarahan intraoperatif dan pascaoperatif

Jumlah perdarahan intraoperatif dan pascaoperatif.[4]

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan TEG intraoperatif mampu membantu dokter mengoptimalkan strategi transfusi. Pendekatan ini juga dapat menurunkan risiko komplikasi akibat perdarahan berlebihan selama pembedahan jantung besar.[4]

 

2. Peran Tromboelastografi (TEG) pada Operasi Transplantasi Hati

Tromboelastografi (TEG) mulai dikenal memiliki nilai klinis pada tahun 1960-an seiring berkembangnya transplantasi hati. Transplantasi hati pertama dilakukan oleh Thomas Starzl pada tahun 1963. Saat itu, Kurt von Kaulla, seorang ahli hematologi di Universitas Colorado, menggunakan TEG untuk mengidentifikasi gangguan koagulasi pada pasien dengan uremia.[5]

Von Kaulla hadir pada transplantasi hati pertama untuk seorang anak berusia 3 tahun dengan atresia bilier. Anak tersebut mengalami perdarahan hebat setelah hati diangkat dan akhirnya meninggal di meja operasi. Selama prosedur, pemantauan TEG serial dan kadar faktor koagulasi menunjukkan adanya aktivitas fibrinolitik ekstrem. Kondisi ini hanya dapat dibalikkan dengan asam aminokaproat, meski kemudian tetap muncul hipokoagulabilitas.[5]

Sejak peristiwa tersebut, TEG rutin digunakan dalam setiap transplantasi hati yang dilakukan Starzl. Alat ini berperan penting dalam mendeteksi koagulopati serta memandu pemberian transfusi darah maupun agen hemostatik. Pada tahun 1963, Starzl menegaskan pentingnya pemantauan koagulasi dengan tromboelastogram serial sebagai metode untuk menilai dinamika pembekuan, fibrinolisis, dan kualitas akhir bekuan darah.[5]

Lebih dari 50 tahun kemudian, relevansi TEG dalam transplantasi hati semakin terbukti. Salah satunya melalui penelitian berjudul “The effect of thromboelastogram-guided transfusion on postoperative complications and transfusion requirement in the post-reperfusion period in liver transplantation surgery.” Studi ini mengevaluasi 90 pasien yang menjalani transplantasi hati.[5]

Sebanyak 20 pasien dalam kelompok kasus menerima transfusi darah dengan panduan TEG pada fase pasca-reperfusi, sedangkan 20 pasien dalam kelompok kontrol dipilih secara acak dan mendapat transfusi berdasarkan uji koagulasi konvensional. Dengan demikian, total 40 pasien dianalisis dalam studi kasus-kontrol retrospektif ini.[5]

Hasil penelitian menunjukkan penurunan signifikan jumlah fresh frozen plasma (FFP) yang ditransfusikan pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol, baik pada fase intraoperatif maupun pasca-reperfusi (P=0,011; P=0,003). Namun, tidak ada perbedaan bermakna terkait kebutuhan produk darah lain maupun angka komplikasi pascaoperasi (P>0,05).[5]

Mengenai dampak transfusi terhadap lama penggunaan ventilator, perawatan di ICU, lama rawat inap, trombosis arteri hepatik, penolakan cangkok, gangguan ginjal, maupun angka kematian 28 hari, penelitian ini hanya menemukan korelasi negatif yang lemah antara penggunaan fibrinogen total dengan lama rawat inap (r=-0,325/P=0,041; r=-0,354/P=0,025).[5]

 

3. Peran Tromboelastografi (TEG) pada Bedah Lain

Meskipun penerimaannya lebih luas baru-baru ini, tromboelastografi (TEG) sebenarnya telah digunakan selama lebih dari enam dekade sejak dikembangkan oleh Helmut Hartert di Universitas Heidelberg pada tahun 1948. Pada awalnya, penggunaannya terbatas di Eropa, dan sejumlah publikasi di Italia tahun 1950-an melaporkan manfaat TEG dalam mengidentifikasi gangguan perdarahan.[6]

TEG mampu mengenali pasien dengan koagulopati sekaligus memandu pemberian transfusi produk darah. Integrasi TEG dengan uji koagulasi konvensional terbukti meningkatkan manajemen pada operasi trauma, bedah jantung, maupun transplantasi hati, serta memberikan dampak positif terhadap luaran pasien.[6]

Selain pada operasi toraks dan transplantasi hati, TEG juga banyak digunakan dalam bedah jantung dan trauma. Pada operasi jantung, pemantauan koagulasi sangat penting karena intraoperative hypothermia dan cardiopulmonary bypass (CPB) dapat menyebabkan perubahan signifikan pada sistem hemostasis.[6]

Di Amerika Serikat, operasi jantung menghabiskan sekitar 20% suplai darah nasional. Data menunjukkan bahwa hingga 83% pasien menjalani transfusi selama periode perioperatif. Uji coba terkontrol acak pertama yang membandingkan transfusi berbasis TEG dengan perawatan konvensional dilakukan oleh Andrew Westbrook pada tahun 2009 di Rumah Sakit Alfred, Australia.[6]

Hasil uji coba tersebut menemukan penurunan 58,8% penggunaan produk darah total, dengan tren perbaikan pada hasil klinis jangka pendek. Selanjutnya, studi intervensi besar tahun 2017 oleh Moront, Fleming, dan Redfern yang melibatkan 681 pasien menunjukkan penurunan rata-rata 40% penggunaan darah, menurunkan risiko operasi ulang, memperpendek length of stay (LOS), serta mengurangi angka mortalitas dalam 6 bulan.[6]

Dalam bedah trauma, TEG juga berperan penting untuk mendeteksi koagulopati dan memandu terapi. Trauma merupakan penyebab utama kematian global pada usia 15–49 tahun, di mana perdarahan menyumbang hingga 89% dari kematian pada pasien dengan trauma vaskular berat.[6]

Ahli bedah trauma mengenal istilah “lethal triad” atau “bloody vicious cycle”, yang mencakup koagulopati, asidosis, dan hipotermia. Kombinasi ini sering muncul akibat syok hemoragik, kemudian memburuk oleh resusitasi yang tidak tepat, misalnya pemberian cairan kristaloid dingin yang memperburuk hipotermia dan mengencerkan faktor koagulasi.[6]

Adanya koagulopati sejak awal pada pasien trauma terbukti meningkatkan risiko kematian. Bahkan, fibrinolisis primer telah didokumentasikan pada kasus trauma, dan TEG berperan dalam mengidentifikasi pasien dengan kondisi tersebut. TEG juga dapat mendeteksi hipokoagulabilitas yang berkorelasi dengan skor keparahan cedera dan kebutuhan transfusi masif.[6]

Selain itu, TEG dapat mengenali hiperfibrinolisis pada trauma. Eduardo Gonzalez dkk. pada tahun 2016 menerbitkan uji coba terkontrol acak pertama pada pasien trauma dengan kriteria protokol transfusi masif. Hasilnya, terapi berbasis TEG meningkatkan angka kelangsungan hidup serta menurunkan kebutuhan transfusi plasma dan trombosit.[6]

Penelitian lanjutan dari kelompok yang sama berhasil menentukan ambang batas transfusi optimal berdasarkan parameter rapid thromboelastography. Meskipun masih terbatas, penelitian awal menunjukkan bahwa TEG juga berpotensi digunakan pada pasien dengan perdarahan nonbedah, khususnya pada kasus koagulopati dan perdarahan medis.[6]

 

Baca juga: Tromboelastografi: Solusi Praktis dan Efektif Pemeriksaan Fungsi Hemostasis

 

Potensi Penggunaan TEG di Masa yang Akan Datang

Indikasi penggunaan tromboelastografi (TEG) kini berkembang melampaui evaluasi pasien dengan perdarahan. Metode ini juga telah diteliti di bidang medis lain ketika Prothrombin Time/International Normalized Ratio (PT/INR) tidak cukup memberikan gambaran status koagulasi yang akurat.[6]

Salah satu contohnya adalah pada koagulasi intravaskular diseminata (Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yang merupakan komplikasi umum pada sepsis dan syok septik. Hipokoagulabilitas yang muncul pada dua atau lebih parameter TEG dibandingkan dengan sistem penilaian DIC International Society for Hemostasis and Thrombosis, menunjukkan sensitivitas 92% dan spesifisitas 81% untuk diagnosis DIC nyata.[6]

 

Thromboelastography mechanics and data.

Diagram alat tromboelastografi dan grafik yang dihasilkan.[6]

Saat ini belum ada uji yang disetujui di Amerika Serikat untuk menilai efek hemostatik obat Novel Oral Anticoagulant (NOAC). Namun, waktu Reaksi (R) pada TEG telah diidentifikasi memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk mendeteksi kadar serum terapeutik NOAC. Bahkan, terdapat laporan kasus yang memanfaatkan TEG untuk mengevaluasi status koagulasi pada pasien dengan sindrom antifosfolipid.[6]

Pada pasien dengan antikoagulan lupus, antibodi anti-kardiolipin, atau antibodi beta-2 glikoprotein-1 positif, hasil Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) biasanya memanjang. Namun, nilai tersebut tidak cukup untuk menentukan risiko trombotik atau perdarahan. Dalam beberapa seri kasus, hasil TEG tetap normal meskipun PTT meningkat.[6]

Penggunaan TEG pada perdarahan pascapersalinan Postpartum Hemorrhage (PPH) juga menjadi bidang penelitian yang berkembang, karena memiliki kesamaan dengan perdarahan non-traumatik. Pasien yang menjalani pengujian viskoelastik di ruang perawatan tercatat lebih jarang membutuhkan transfusi trombosit, Fresh Frozen Plasma (FFP), maupun sel darah merah. Selain itu, risiko perawatan di ICU pascaoperasi dan tindakan histerektomi sesar juga lebih rendah.[6]

Studi kohort retrospektif menunjukkan bahwa pada PPH, TEG mampu mendeteksi hipofibrinogenemia dan trombositopenia dengan cepat, sehingga mempermudah identifikasi dini gangguan pembekuan darah. Studi observasional juga membuktikan bahwa pengujian viskoelastik di titik perawatan dapat menekan penggunaan FFP selama perdarahan pascapersalinan tanpa menimbulkan gangguan hemostasis.[6]

Kendala utama penggunaan TEG dalam PPH adalah terbatasnya penelitian berskala besar serta kurangnya uji klinis acak terkontrol. Namun, tinjauan sistematis terbaru memperlihatkan semakin banyak bukti ilmiah yang mendukung peran TEG maupun Rotational Thromboelastometry (ROTEM) dalam memandu strategi transfusi serta menilai perubahan hiperkoagulabel setelah kehamilan.[6]

Selama satu abad terakhir, pemahaman mengenai koagulasi dan koagulopati terus berkembang, dan TEG kini menjadi topik yang semakin sering dibahas dalam literatur medis. Peran ahli bedah dan anestesi menunjukkan bahwa TEG mampu memberikan gambaran profil koagulasi yang tidak bisa ditampilkan oleh pemeriksaan rutin. Hal ini memungkinkan pengurangan penggunaan FFP, kriopresipitat, maupun trombosit pada banyak pasien.[6]

Meskipun demikian, penelitian mengenai TEG pada pasien non-bedah atau non-trauma masih terbatas. Salah satu bidang yang menarik adalah penilaian profil koagulasi pasien dengan sirosis. Pada kondisi ini, PT yang memanjang memang berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit hati, tetapi tidak dapat secara mandiri memprediksi risiko perdarahan.[6]

Untuk itu, penelitian lebih besar masih diperlukan guna memastikan apakah TEG dapat diandalkan pada populasi lain dengan gangguan koagulasi, termasuk pasien dengan penyakit hati kronis dan kondisi hematologi kompleks.[6]

 

Bagi Anda penyedia fasilitas layanan kesehatan, seperti Rumah Sakit, klinik dan laboratorium, yang sedang membutuhkan alat kesehatan pemeriksaan hemostasis metode Tromboelastografi, silakan dapat menghubungi kami melalui halaman berikut ini:

Pelajari Selengkapnya

 

 

Referensi Artikel:

  1. Redfern, R. E., Fleming, K., March, R. L., Bobulski, N., Kuehne, M., Chen, J. T., & Moront, M. (2019). Thrombelastography-Directed Transfusion in Cardiac Surgery: Impact on Postoperative Outcomes. The Annals of thoracic surgery, 107(5), 1313–1318. https://doi.org/10.1016/j.athoracsur.2019.01.018
  2. Ferdiana, K. A., Ramlan, A. A. W., Soenarto, R. F., & Alatas, A. (2022). Thromboelastographic method for early decision on anticoagulant therapy in moderate to severe COVID-19 patients. Medical Journal of Indonesia, 31(2), 96–101. https://doi.org/10.13181/mji.oa.225890
  3. Bolliger, D., Seeberger, M. D., & Tanaka, K. A. (2012). Principles and practice of thromboelastography in clinical coagulation management and transfusion practice. Transfusion medicine reviews, 26(1), 1–13. https://doi.org/10.1016/j.tmrv.2011.07.005
  4. Okumura, Y., Mizuno, T., Fujiwara, T., Oishi, K., Takeshita, M., Yashima, M., Nagaoka, E., & Oi, K. (2023). Efficacy of Thromboelastography-Guided Blood Transfusion Management in Thoracic Aortic Surgery. Annals of thoracic surgery short reports, 1(2), 349–353. https://doi.org/10.1016/j.atssr.2023.02.001
  5. Büyükbezirci , G., Topal , A., Yılmaz , R., Kolsuz Erdem , F., & Küçükkartallar , T. (2023). The effect of thromboelastogram-guided transfusion on postoperative complications and transfusion requirement in the post-reperfusion period in liver transplantation surgery: Contribution of thromboelastogram-guided transfusion to liver transplantation. Journal of Surgery and Medicine, 7(1), 112–117. https://doi.org/10.28982/josam.7694
  6. Whitton, T. P., & Healy, W. J. (2023). Review of Thromboelastography (TEG): Medical and Surgical Applications. Therapeutic advances in pulmonary and critical care medicine, 18, 29768675231208426. https://doi.org/10.1177/29768675231208426
Share

Kualitas Terjamin, Layanan Kesehatan Terbaik!

Tingkatkan layanan kesehatan yang Anda berikan dengan menggunakan alat kesehatan yang terjamin kualitasnya dan diakui lembaga internasional.