Demensia dan Alzheimer Berbeda atau Sama?
Setiap 3 detik, 1 orang di dunia mengalami demensia. Menurut data dari WHO, sampai dengan saat ini lebih dari 55 juta orang di seluruh dunia mengalami Demensia, dan 60% diantaranya hidup di negara berpenghasilan rendah dan menengah.[1, 2]
Pada tahun 2019, Demensia merugikan ekonomi secara global sebesar US$ 1,3 Triliun, sekitar 50% dari pembiayaan tersebut dialokasikan untuk perawatan pasien demensia yang peranannya dijalankan oleh caregiver informal (misalnya anggota keluarga atau teman dekat).[2]
Menurut Yankes Kemenkes, lebih dari 4,2 juta penduduk Indonesia menderita demensia, dan sekitar 27,9% menderita Demensia Alzheimer. Demensia statistic memproyeksikan bahwa pada tahun 2050, terdapat 1.6 juta kasus baru Demensia Alzheimer. Insiden demensia Alzheimer di seluruh dunia meningkat dengan cepat dan saat ini diperkirakan mendekati 46,8 atau 50 juta orang di didiagnosis dengan demensia ini di seluruh dunia.[1, 3]
Demensia dan Alzheimer Berbeda atau Sama?

Perbedaan Alzheimer dan Demensia. Sumber: agespace.org.
Demensia adalah istilah umum yang menggambarkan sekumpulan gejala baik kognitif, fungsional maupun perilaku yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Demensia biasanya digambarkan dengan adanya penurunan daya ingat, penalaran atau keterampilan berpikir lainnya, sehingga pasien dengan demensia tidak dapat hidup sendiri tanpa pendampingan dari keluarga atau caregiver.[4]

Ilustrasi mengenai Demensia. Sumber: thecorporatereview.com.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang paling umum menyebabkan demensia presentasenya mencapai 60-80% dari total keseluruhan kasus demensia, tetapi degenerasi frontotemporal, penyakit Lewy Body, dan penyakit vascular juga dapat menyebabkan munculnya gejala demensi, dan pastinya demensia dapat muncul akibat adanya penyakit neurodegeratif progresif yang terjadi pada otak.[4]
Penyakit Alzheimer

Gejala Alzheimer. Sumber: urgentteam.com.
Penyakit Alzheimer adalah jenis penyakit otak, sama seperti penyakit ateri coroner yang merupakan jenis penyakit jantung. Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan sel-sel syaraf (neuron) di otak. Seperti kita ketahui, neuron otak sangat penting untuk keseluruhan hidup manusia, termasuk fungsi berfikir, berbicara, mengambil keputusan, dan berjalan.[5]
Pada penyakit ini, neuron (sel syaraf) yang rusak pertama kali adalah neuron di bagian otak yang bertanggung jawab atas memori, Bahasa dan berfikir. Itulah sebabnya gejala pertama cenderung berupa masalah memori, Bahasa dan berfikir. Meskipun gejala-gejala tersebut baru muncul pada individu namun kerusakan otak diperkirakan sudah berlangsung lama. Ketika gejala menjadi cukup parah, gejala yang muncul dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari.[5]
Alzheimer bersifat progresif, karena kerusakan pada sel syaraf akan meluas seiring berjalannya waktu lebih banyak sel syaraf yang rusak dan lebih banyak area otak yang terpengaruh, sehingga fungsi kognitif secara masif akan terdampak, sehingga pasien Alzehimer akan membutuhkan support dari keluarga dan orang-orang sekitarnya untuk dapat membantu dalam berkegiatan sehari-hari.[5]
Penyebab terjadinya penyakit Alzheimer adalah adanya penumpukan protein beta amyloid dan untaian protein tau (Neurofibrillary tangle) yang terpilin di dalam sel syaraf. Hal ini seiring berjalannya waktu dapat menyebabkan kematian pada sel syaraf dan kerusakan jaringan otak yang meluas.[5]
Baca juga: Alzheimer: Penyakit Tua & Tak Dapat Dicegah, Benarkah?
Pemeriksaan untuk Mendeteksi Penyakit Alzheimer
Proses evaluasi pada seseorang yang diduga mengalami gangguan memori melibatkan serangkaian pemeriksaan menyeluruh yang bertujuan untuk memahami penyebab penurunan fungsi kognitif dan mengidentifikasi kondisi yang masih dapat diobati. Penilaian ini biasanya mencakup penggalian riwayat kesehatan secara rinci, pemeriksaan fisik dan mental, uji laboratorium dasar, serta pencitraan neuroimaging.[6]
Selain itu, pengujian neuropsikologis dan pencitraan otak tingkat lanjut dapat menjadi bagian dari alat diagnostik tambahan. Setelah penyebab yang dapat diperbaiki disingkirkan, fokus akan beralih pada penelusuran penyebab spesifik dari gangguan neurokognitif. Sebagai contoh, riwayat stroke berulang dapat mengarah pada diagnosis demensia vaskular, sedangkan riwayat trauma kepala dapat mengindikasikan ensefalopati traumatis. Demikian pula, riwayat penggunaan alkohol jangka panjang mungkin mendukung diagnosis demensia terkait alkohol. Pada individu berusia di atas 60 tahun, penyebab penurunan kognitif progresif yang paling umum adalah Demensia Alzheimer.[6]
Peningkatan kemampuan untuk mendiagnosis Demensia Alzheimer secara lebih dini dan akurat telah menjadi fokus utama berbagai penelitian dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini mencakup pemanfaatan teknologi seperti tomografi emisi positron (PET) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI), serta identifikasi biomarker dalam cairan serebrospinal (CSF) dan, lebih baru, dalam serum.[6]
Meski teknologi yang disebutkan sebelumnya telah memberikan terobosan signifikan, ketersediaannya untuk penggunaan umum masih terbatas, sering kali dengan biaya yang cukup tinggi. Namun, kemajuan ini memberikan harapan bagi deteksi yang lebih baik di masa depan, memungkinkan pengelolaan kondisi yang lebih efektif sejak tahap awal.[6]
Gambaran umum tingkat tinggi tentang strategi diagnostik yang muncul dapat ditemukan di bawah ini.
1. Data Volumetrik
Secara sederhana, perubahan volume di daerah otak tertentu dapat memprediksi kemungkinan perkembangan dari gangguan kognitif ringan (MCI) menjadi Demensia Alzheimer (DA). Penilaian volume ini dapat dilakukan oleh ahli radiologi atau dengan bantuan paket perangkat lunak data volumetrik MRI yang disetujui FDA. Perubahan volume hipokampus khususnya dianggap sebagai biomarker DA yang penting. Namun, karena sensitivitas pengukuran ini terbatas dalam mendiagnosis DA, studi MRI dianggap sebagai kontributor terhadap proses diagnostik tetapi tidak cukup untuk menentukan diagnosis.[6]
2. Pencitraan Tensor Difusi
Diffusion Tensor Imaging (DTI) adalah teknik neuroimaging canggih yang menggunakan sifat difusi molekul air untuk menghasilkan citra resonansi magnetik yang sesuai dengan perubahan dalam organisasi akson makroskopis. Teknik ini dapat digunakan untuk mengevaluasi struktur sirkuit mikro seluler vertikal, yang disebut “minicolumn.” Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa minicolumn diketahui berubah dalam cara yang agak dapat diprediksi dan progresif selama penuaan, MCI, dan AD. Selain itu, perubahan patologis arsitektur kolom korteks dikaitkan dengan peningkatan beban plak dan penurunan kognitif. Dengan bantuan perangkat lunak berpemilik, DTI dapat diukur dan digunakan sebagai penanda neurodegenerasi.[6]
3. Pemindaian PET
Spesies patologis dari dua protein, amiloid-β (Aβ) dan tau yang mengalami hiperfosforilasi terakumulasi di otak penderita AD. Pemindaian PET mampu menilai kedua protein tersebut dan berfungsi sebagai biomarker yang andal. Akumulasi amiloid mendahului perubahan kognitif yang signifikan secara klinis dan akumulasi tau berkembang seiring dengan penurunan kognitif, yang menunjukkan nilai pemindaian PET untuk diagnosis dan pengukuran perkembangan penyakit.[6]
4. Tes CSF dan Darah
Cairan serebrospinal (CSF), yang dapat diakses melalui pungsi lumbal, cairan ini melingkupi otak dan struktur tulang belakang. Perubahan kadar protein Aβ dan tau dalam CSF berkembang beberapa dekade sebelum timbulnya AD yang signifikan secara klinis. Di antara uji CSF yang dikembangkan selama beberapa dekade terakhir, yang paling menonjol adalah rasio CSF Aβ42:Aβ40 dan tau CSF yang terfosforilasi pada treonin 181 (P-tau181). P-tau217 CSF, yang dapat diukur dalam sirkulasi perifer, diharapkan dapat memberikan biomarker dengan sensitivitas dan spesifisitas yang sangat tinggi.[6]
Baca juga: Hari Alzheimer Sedunia 2024: Pemeriksaan Biomarker Cairan Serebrospinal
Referensi Artikel
- Alzheimer Indonesia. 2019. Statistik tentang Demensia. Alzheimer Indonesia. https://alzi.or.id/statistik-tentang-demensia/ [diakses pada 09 JAN 2025].
- WHO. 2023. Dementia. WHO. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dementia [diakses pada 09 JAN 2025].
- Kemenkes RI. (2024). MENGENAL DEMENSIA ALZHEIMER PADA LANSIA SERTA TIPS MERAWAT DEMENSIA ALZHEIMER. Kemenkes RI. https://lms.kemkes.go.id/courses/a4ca76ac-bc13-4e5c-99ad-293b7e7803a0 [diakses pada 09 JAN 2025].
- Alzheimer’s Association. (n.a.). Dementia vs. Alzheimer’s Disease: What is the Difference?. Alzheimer’s Association. https://www.alz.org/alzheimers-dementia/difference-between-dementia-and-alzheimer-s [diakses pada 09 JAN 2025].
- 2024 Alzheimer’s disease facts and figures. (2024). Alzheimer’s & dementia : the journal of the Alzheimer’s Association, 20(5), 3708–3821. https://doi.org/10.1002/alz.13809.
- Bomasang-Layno, E., & Bronsther, R. (2021). Diagnosis and Treatment of Alzheimer’s Disease:: An Update. Delaware journal of public health, 7(4), 74–85. https://doi.org/10.32481/djph.2021.09.009.