Home 9 Blog 9 Faktor Utama END TB Sulit Dicapai: Sosio-Ekonomi & SISLAKES

Faktor Utama END TB Sulit Dicapai: Sosio-Ekonomi & SISLAKES

Jun 7, 2023 • 8 minutes read

Tuberkulosis (TB), adalah penyakit menular yang sangat berbahaya karena telah menyebabkan banyak kematian, bahkan jauh sebelum munculnya COVID-19. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-paru.

 

Penampakan mikroskopis M. Tuberculosis

Penampakan mikroskopis M. Tuberculosis. Sumber: Harvard T.H. Chan School of Public Health, 2016.

 

Diperkirakan seperempat populasi dunia terjangkiti oleh TB, namun tidak semuanya berkembang menjadi TB aktif (WHO, 2022). Peran para tenaga kesehatan sangat penting dalam memerangi TB melalui program kesehatan yang merata dan kerja sama antar sektor, seperti program Universal Health Coverage (UHC).

 

Siklus penyebaran TB

Siklus penyebaran TB. Sumber: Luo dkk., 2019.

 

Strategi End TB dan Sustainable Development Goals (SDGs) menekankan pentingnya mengatasi kesenjangan sosial dan ekonomi yang memengaruhi tingkat kejadian TB, sehingga tidak ada pasien yang terabaikan. Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi hasil pengobatan TB, seperti pendapatan, status ekonomi, tingkat pendidikan, dan layanan kesehatan. Penting untuk menjaga agar pengobatan TB efektif agar tidak terjadi resistensi obat yang semakin membahayakan.

Pada artikel ini kita akan membahas mengenai penyakit Tuberkulosis (TB) dan mengapa penting untuk menjalani pengobatan yang tepat. Kita juga akan membahas bagaimana faktor sosial-ekonomi dan layanan kesehatan mempengaruhi orang yang terkena TB dan keberhasilan pengobatannya.

Selain itu, kita juga akan membahas mengenai GeneXpert, sebuah solusi inovatif yang direkomendasikan oleh WHO, yang membantu memerangi penyebaran TB dengan memberikan diagnosis yang lebih cepat dan akurat.

Tuberkulosis (TB) dan Fakta-Fakta Mengejutkannya

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang mematikan akibat serangan Mycobacterium tuberculosis. TB menyebar melalui udara saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Sebelum pandemi Covid-19, TB sudah menjadi penyebab kematian global yang paling banyak (WHO, 2022).

Diperkirakan seperempat populasi dunia telah terpapar TB, tetapi sebagian besar tidak mengalami gejala TB dan tidak berkembang menjadi TB aktif. Beberapa bahkan sembuh secara alami. TB lebih sering menyerang lelaki dewasa dan biasanya menyerang paru-paru. Sekitar 90% penderita TB aktif merupakan orang dewasa dan sebagian besar merupakan laki-laki. Meskipun TB umumnya menyerang paru-paru (TB paru), pada beberapa kasus, TB dapat melibatkan infeksi organ lain (WHO, 2022).

Tanpa pengobatan yang baik, penyakit Tuberkulosis (TB) bisa sangat berbahaya dan berpotensi menyebabkan kematian hingga 50%. Namun, berkat pengobatan modern yang intensif dengan terapi anti-TB selama 4-6 bulan, sekitar 85% pasien TB dapat sembuh. Agar semua orang yang terpapar TB bisa mendapatkan perawatan yang tepat, diperlukan adanya Universal Health Coverage (UHC) (WHO, 2021).

Untuk menangani TB, Strategi End TB dan Sustainable Development Goals (SDGs) dari PBB telah mengakui bahwa faktor sosial dan kesehatan yang saling berhubungan sangat penting. Kondisi kehidupan seseorang, seperti kelahiran, pertumbuhan, pekerjaan, dan penuaan, dapat berdampak pada kesenjangan kesehatan, terutama dalam kasus TB yang menunjukkan ketidaksetaraan yang signifikan. (Nidoi dkk., 2021).

Lebih dari 90% pasien TB berada di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Selain itu, kasus TB juga terus terjadi di kalangan yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial. Pasien TB dengan latar belakang sosio-ekonomi rendah cenderung tidak mencari bantuan medis, mendapatkan pemeriksaan TB yang akurat, atau mengikuti pengobatan TB yang efektif (Alene dkk., 2019; Nidoi dkk., 2021).

Beberapa faktor sosio-ekonomi terkait hasil pengobatan TB yang buruk dan peningkatan jumlah kasus meliputi (Aibana dkk., 2019; Rashak dkk., 2019; Sahyog dkk., 2018):

    • Pendapatan rendah
    • Status ekonomi yang buruk
    • Pendidikan rendah
    • Kualitas sistem pelayanan kesehatan
    • Lingkungan kerja yang buruk
    • Malnutrisi
    • Lokasi tempat tinggal (misalnya: pedesaan dengan akses pelayanan kesehatan yang terbatas)
    • Konsumsi alkohol tinggi

Baca juga : Tuberkulosis: Penyebab, Gejala dan Cara Penyembuhan

Pentingnya Pengobatan TB yang Efektif

Ketika rejimen pengobatan TB tidak efektif, muncul ancaman besar bernama TB resisten obat. Bayangkan, antibiotik yang selama ini ampuh melawan Mycobacterium tuberculosis, tiba-tiba menjadi tidak efektif (CDC, 2022). Kondisi ini menyulitkan perawatan pasien TB bahkan bisa membuat mereka tak bisa disembuhkan.

Apa saja pemicu munculnya TB resisten obat? Berikut beberapa penyebab utamanya:

Pengobatan yang tak efektif

Kesenjangan sosio-ekonomi, sistem pelayanan kesehatan yang rapuh, dan kekurangan ketersediaanobat anti-TB bisa mempercepat laju terjadinya resistensi obat TB (Seung dkk., 2015).

Transmisi komunitas

TB resisten obat lebih mudah menyebar di lingkungan padat penduduk. Bahkan, fenomena migrasi dari desa ke kota pun berpotensi memicu penularan. Lingkungan yang lebih padat di kota memudahkan penularan TB dari orang yang terinfeksi ke orang yang sehat. Di perkotaan, keramaian kantor di pusat kota memperparah situasi karena ventilasi yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko penularan TB. (Bui dkk., 2021; Seung dkk., 2015).

Transmisi di fasilitas kesehatan

Menurut penelitian Russian Academy of Medical Science tahun 2011, perawatan di rumah sakit jadi pendorong utama TB resisten obat. Pasien TB yang dirawat inap berisiko 6 kali lebih besar terkena resistensi obat, sementara tenaga kesehatan berisiko 10 kali lebih tinggi.

Hal senada juga diutarakan pada penelitian lebih terbaru oleh Migliori dkk., pada tahun 2019, yaitu gabungan antara rawat inap yang lama, diagnosis yang lambat, dan ventilasi yang buruk telah menyebabkan penularan yang cepat, dengan prevalensi tuberkulosis resisten multiobat sebesar ≥25% pada kasus baru, dibandingkan dengan <7% di lingkungan lainnya.

Pengobatan TB yang tak efektif bisa menimbulkan dampak buruk, seperti:

    • Berkembangnya jumlah kasus TB resisten obat
    • Biaya pengobatan melonjak (Chimeh dkk., 2020)
    • TB resisten obat berubah wujud jadi TB multi-resisten (MDR-TB) (Alipanah dkk., 2018)
    • Pengobatan gagal
    • TB kambuh kembali (Relapse)
    • Penularan merajalela (transmisi komunitas dan fasilitas kesehatan)
    • Kematian (Karumbi & Garner, 2015).

Status Ekonomi dan Keberhasilan Pengobatan TB

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nidoi, dkk. pada tahun 2021, terdapat 156 peserta yang diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan status ekonomi, yaitu dari yang termiskin hingga yang terkaya. Dalam hasil studi tersebut, terlihat bahwa pasien dengan status ekonomi paling tinggi memiliki peluang ketidakberhasilan pengobatan yang lebih rendah secara signifikan. Bahkan, tingkat keberhasilan pengobatan naik hingga 40% pada pasien yang berada pada kategori status ekonomi tinggi.

Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa status ekonomi juga memiliki peran dalam insiden TB di suatu wilayah, terutama di Asia yang mana kemiskinan menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan insiden TB di negara berkembang seperti yang dilaporkan oleh Gupta, dkk. pada tahun 2011 dan Muniyandi, dkk. pada tahun 2007. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk di Asia Tenggara hidup di bawah garis kemiskinan.

Namun, faktor status ekonomi dan pendidikan ternyata tidak bisa dipisahkan. Seperti yang terlihat pada keluarga yang hidup dalam kemiskinan, pendidikan tidak sering dipandang sebagai suatu prioritas. Mereka cenderung memilih anaknya untuk bekerja demi mendapatkan penghasilan daripada mengenyam pendidikan. Hal ini juga terlihat pada kasus di India, di mana alasan utama perempuan dan laki-laki putus sekolah adalah karena kondisi keuangan seperti yang dilaporkan oleh Kotwal, dkk. pada tahun 2007.

Kurangnya pendidikan yang layak, dapat menyebabkan kemiskinan yang lebih lanjut dan terjebak di dalam lingkaran kemiskinan yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko tertular TB. Pada akhirnya, faktor sosio-ekonomi terus memberikan kontribusi terhadap insiden TB di kondisi masyarakat dengan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian terhadap upaya pengentasan kemiskinan serta peningkatan pendidikan agar dapat mengurangi risiko terkena TB di masyarakat.

Sistem Pelayanan Kesehatan (SISLAKES): Kunci Sukses Pengendalian TB

Sistem pelayanan kesehatan yang efektif merupakan suatu sistem di mana organisasi, institusi, dan sumber daya berintegrasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan kesehatan dari suatu populasi. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang baik dan penyediaan layanan kesehatan yang efektif merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pengendalian tuberkulosis di suatu area, seperti yang dilaporkan oleh Lusignani, dkk. pada tahun 2013 dan Storla, dkk. pada tahun 2008.

Khusus untuk negara-negara dengan beban tinggi seperti yang diklasifikasikan oleh World Bank, tantangan terbesar dalam pengendalian tuberkulosis adalah diagnosis. Oleh karena itu, investasi dalam pembiayaan Program Nasional Tuberkulosis di negara-negara beban tinggi terbukti meningkatkan jumlah kasus yang dapat terdeteksi dan keberhasilan pengobatan. Pencapaian tingkat deteksi kasus yang tinggi juga berkaitan dengan jumlah kasus, prevalensi, dan angka kematian tuberkulosis yang lebih rendah secara signifikan seperti yang dilaporkan oleh Akachi, dkk. pada tahun 2012.

Namun, kualitas sistem kesehatan yang tidak efektif dapat menghambat pencapaian target tuberkulosis yang ditetapkan dalam strategi End TB dan Sustainable Development Goals (SDGs). Strategi End TB yang diadopsi oleh World Health Assembly pada tahun 2014, bertujuan untuk mengurangi insiden tuberkulosis sebanyak 80% dan kematian yang disebabkan oleh tuberkulosis sebanyak 90% pada tahun 2030 seperti yang dilaporkan oleh World Health Organization pada tahun 2015.

Indonesia, yang merupakan salah satu negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi, harus memprioritaskan sumber daya untuk pengendalian tuberkulosis agar kinerja screening dapat ditingkatkan melalui peningkatan screening dan penemuan kasus aktif (active case finding). Hal ini sangat penting untuk mencapai target strategi End TB dan SDGs serta meminimalisasi dampak negatif yang disebabkan oleh tuberkulosis di masyarakat.

Baca juga : Solusi Pendeteksian Modern TBC-SO & TBC-RO di Indonesia

Inovasi Diagnostik TB: Rekomendasi Terbaru dari WHO

Dalam rangka mempercepat deteksi, pengobatan tuberkulosis dan meminimalisasi risiko penyebaran infeksi tuberkulosis di masyarakat, serta mencapai target strategi End TB dan SDGs yang digagas United Nations, Cepheid menghadirkan solusi inovatif dalam pendeteksian TB secara akurat dan cepat, yaitu Xpert® MTB/RIF Ultra.

Dalam waktu kurang dari 80 menit, Xpert® MTB/RIF Ultra dapat mendeteksi tuberkulosis dengan tingkat akurasi yang tinggi dan memberikan solusi inovatif dalam manajemen infeksi tuberkulosis. Tak hanya itu, dengan teknologi ini dapat sekaligus mendeteksi TB yang sudah resistensi terhadap rifampisin.

Sesuai dengan rekomendasi WHO sejak tahun 2010, Xpert® MTB/RIF, generasi sebelum Xpert® MTB/RIF Ultra, telah membantu meningkatkan program nasional tuberkulosis di lebih dari 130 negara dan terus bertambah setiap tahunnya. Dan kini, Xpert® MTB/RIF Ultra, generasi terbarunya, yang tentunya juga sudah mendapatkan rekomendasi dari WHO, telah hadir dalam membantu kita agar segera dapat menuntaskan penyakit yang telah merenggut banyak korban jiwa.

Sebagai penyedia alat kesehatan dengan kualitas terbaik dan teknologi terkini, kami mengundang Anda untuk bergabung bersama kami dalam mempercepat upaya pengendalian dan penghapusan tuberkulosis di masyarakat.

Dapatkan informasi lebih lanjut mengenai solusi inovatif pendeteksian TB dari Cepheid melalui berikut ini:

Pelajari Selengkapnya

Referensi Artikel:

Aibana, O., dkk. (2019). Patient predictors of poor drug sensitive tuberculosis treatment outcomes in Kyiv Oblast, Ukraine [version 3; peer review: 2 approved, 1 approved with reservations]. F1000Research, 22(6). https://doi.org/10.12688/f1000research.12687.3

Akachi, Y., dkk. (2012). Investing in Improved Performance of National Tuberculosis Programs Reduces the Tuberculosis Burden: Analysis of 22 High-Burden Countries, 2002-2009. The Journal of Infectious Diseases, 205 Suppl  https://www.researchgate.net/publication/223137009_Investing_in_Improved_Performance_of_National_Tuberculosis_Programs_Reduces_the_Tuberculosis_Burden_Analysis_of_22_High-Burden_Countries_2002-2009

Alene, K. A., dkk. (2019). Mapping tuberculosis treatment outcomes in Ethiopia. BMC Infectious Diseases, 19(474). https://bmcinfectdis.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12879-019-4099-8

Alipanah, N., dkk. (2018). Adherence interventions and outcomes of tuberculosis treatment: A systematic review and meta-analysis of trials and observational studies. PLOS Medicine. https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1002595

Bui, D. P., dkk. (2021). Community Transmission of Multidrug-resistant Tuberculosis is associated with Activity Space Overlap in Lima, Peru. BMC Infectious Diseases. 21. https://doi.org/10.1186/s12879-021-05953-8

Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Drug-Resistant TB. https://www.cdc.gov/tb/topic/drtb/default.htm#:~:text=Sometimes%20drug-resistant%20TB%20occurs,from%20one%20person%20to%20another

Chimeh, R. A., dkk. (2020). Clinical and economic impact of medication non-adherence in drug-susceptible tuberculosis. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 24(8), 811–819. https://doi.org/10.5588/ijtld.19.0754

Gupta, S., dkk. (2011). Role of risk factors and socio-economic status in pulmonary tuberculosis: a search for the root cause in patients in a tertiary care hospital, South India. Tropical medicine & international health : TM & IH, 16(1), 74–78. https://doi.org/10.1111/j.1365-3156.2010.02676.x

Karumbi, J., & Garner, P. (2015). Directly observed therapy for treating tuberculosis. Cochrane Database of Systematic Reviews, 5. https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD003343.pub4/full

Kotwal, N., dkk. (2007). Causes of School Dropouts among Rural Girls in Kathua District. Journal of Human Ecology. 22. 57-59. https://doi.org/10.1080/09709274.2007.11906000

Luo, Y., dkk. (2019). Early progression to active tuberculosis is a highly heritable trait driven by 3q23 in Peruvians. Nat Commun 10, 3765 (2019). https://doi.org/10.1038/s41467-019-11664-1

Lusignani, L. S., dkk. (2013). Factors associated with patient and health care system delay in diagnosis for tuberculosis in the province of Luanda, Angola. BMC Infectious Diseases, 13(168). https://doi.org/10.1186/1471-2334-13-168

Muniyandi, M., dkk. (2007). The prevalence of tuberculosis in different economic strata: A community survey from South India. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 11(9). https://www.researchgate.net/publication/6133822_The_prevalence_of_tuberculosis_in_different_economic_strata_A_community_survey_from_South_India

Nidoi, J., dkk. (2021). Impact of socio-economic factors on Tuberculosis treatment outcomes in north-eastern Uganda: a mixed methods study. BMC Public Health, 21(2167). https://doi.org/10.1186/s12889-021-12056-1

Rashak, H. A., dkk. (2019). Diabetes, undernutrition, migration and indigenous communities: tuberculosis in Chiapas, Mexico. Epidemiology and Infection, 147. https://doi.org/10.1017/S0950268818003461

Rouzbehani, K. (2017). What is Health System. In Healthcare Administration and Management. https://www.igi-global.com/dictionary/health-policy-implementation/56019

Russian Academy of Medical Science. (2011). The New Profile of Drug-Resistant Tuberculosis in Russia: A Global and Local Perspective: Summary of a Joint Workshop. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK62463/

Sahyog, S. of J. S., dkk. (2018). Predictors of tuberculosis treatment outcomes among a retrospective cohort in rural, Central India. Journal of Clinical Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseases, 12, 41–47. https://doi.org/10.1016/j.jctube.2018.06.005

Seung, K. J., dkk. (2015). Multidrug-Resistant Tuberculosis and Extensively Drug-Resistant Tuberculosis. Cold Spring Harbor perspectives in medicine5(9), a017863. https://doi.org/10.1101/cshperspect.a017863

Storla, D. G., dkk. (2008). A systematic review of delay in the diagnosis and treatment of tuberculosis. BMC Public Health, 8(15). https://doi.org/10.1186/1471-2458-8-15

World Health Organization. (2015). Health in 2015: from MDGs, Millennium Development Goals to SDGs, Sustainable Development Goals. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/200009/9789241565110_eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y

World Health Organization. (2021). Global Tuberculosis Report 2021. https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021

World Health Organization. (2022). Global Tuberculosis Report 2022. https://www.who.int/teams/global-tuberculosis-programme/tb-reports/global-tuberculosis-report-2022

Zhang, T., dkk. (2007). Persistent problems of access to appropriate, affordable TB services in rural China: experiences of different socio-economic groups. BMC public health7, 19. https://doi.org/10.1186/1471-2458-7-19

Share

Kualitas Terjamin, Layanan Kesehatan Terbaik!

Tingkatkan layanan kesehatan yang Anda berikan dengan menggunakan alat kesehatan yang terjamin kualitasnya dan diakui lembaga internasional.