Home 9 Blog 9 Penularan Penyakit Malaria di Ruang Lingkup Transfusi Darah: Cegah dengan Pemeriksaan Ini

Penularan Penyakit Malaria di Ruang Lingkup Transfusi Darah: Cegah dengan Pemeriksaan Ini

Jul 30, 2025 • 10 minutes read

Penularan Penyakit Malaria di Ruang Lingkup Transfusi Darah: Cegah dengan Pemeriksaan Ini

 

 

Mengenal Penyakit Malaria

Malaria merupakan penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh parasit protozoa intraseluler dari genus Plasmodium.[1] Penularannya terjadi melalui gigitan nyamuk betina Anopheles, dan dapat bermanifestasi sebagai infeksi akut maupun kronis.[2]

Penularan malaria sangat bergantung pada tingkat keendemisan suatu wilayah.[3] Di daerah dengan keendemisan tinggi, tingkat infeksi memang meningkat, namun warga setempat umumnya telah membangun kekebalan parsial terhadap Plasmodium—parasit penyebab malaria—sehingga infeksi sering kali bersifat subklinis atau tanpa gejala berat.[4]

Mekanisme kekebalan ini terbentuk melalui paparan berulang terhadap parasit. Ketika tubuh terus-menerus “bertemu” dengan Plasmodium, sistem imun memproduksi antibodi dan sel memori yang lebih tangguh dalam mengenali dan menumpas parasit tersebut.[5]

Di samping itu, faktor kekebalan silang (cross-immunity) juga berperan: kontak dengan mikroorganisme serupa Plasmodium—misalnya patogen penyebab demam kuning—dapat memperkuat respons imun sehingga daya tahan terhadap malaria semakin meningkat.[6]

Walau demikian, kekebalan parsial tidak sepenuhnya menghilangkan risiko gejala. Warga di daerah endemis masih bisa terjangkit malaria dan merasakan demam, menggigil, atau kelelahan, namun intensitas keluhan biasanya lebih ringan dibandingkan individu yang belum pernah terpapar.[7]

Selain itu, sifat kekebalan ini dinamis: jika paparan terhadap Plasmodium berkurang—misalnya akibat upaya eliminasi nyamuk atau pindah ke daerah non-endemis—ketahanan tubuh akan menurun dan kerentanan terhadap infeksi akan kembali meningkat.[7]

Terdapat enam spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia; yang paling berbahaya adalah Plasmodium falciparum.[8] Penderita penyakit malaria sering kali mengalami gejala demam tinggi, menggigil, dan gejala mirip flu—tanpa pengobatan tepat, komplikasi berat hingga kematian dapat terjadi.[9]

 

Epidemiologi Global Penyakit Malaria

Pada 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 216 juta kasus malaria baru dengan 445.000 kematian.[10] Kemudian tercatat terjadi peningkatan menjadi 247 juta kasus positif malaria dari 84 negara endemis berdasarkan world malaria report yang dikeluarkan WHO tahun 2022, menjadikan malaria sebagai salah satu penyebab kematian infeksius tertinggi di dunia.[11]

 

Situasi Penyakit Malaria di Indonesia

Tren jumlah kasus malaria tahun 2010-2022

Tren jumlah kasus malaria tahun 2010-2022. Sumber: Laporan tahunan 2022 malaria – Kemenkes RI.

 

Indonesia termasuk negara dengan beban penyakit malaria terbesar di Asia Tenggara, kedua setelah India.[11] Pada rentang tahun 2010-2022, puncak kasus terjadi pada 2010 (465.764 kasus), sempat berada di titik terendah pada tahun 2016 (218.450 kasus), namun kembali melonjak hingga 443.530 kasus pada 2022. Lebih dari 90% kasus (pada tahun 2022) terpusat di wilayah Timur Indonesia, dengan Provinsi Papua menyumbang sebanyak 356.889 kasus.[12]

 

Grafik tren kematian kasus malaria tahun 2013-2022

Grafik tren kematian kasus malaria tahun 2013-2022. Sumber: Laporan tahunan 2022 malaria – Kemenkes RI.

 

Tren peningkatan kasus penyakit malaria selaras dengan kenaikan angka kematian—71 jiwa pada 2022, kejadian kematian tertinggi dalam kurun waktu tahun 2018-2022, dimana hampir 80% di antaranya anak di bawah usia 5 tahun, yang merupakan kelompok yang paling rentan terkena malaria.[12]

Tren ini seharusnya menjadi “alarm” bagi pemerintah (Kementerian Kesehatan RI) dan Komisi IX DPR RI untuk memperkuat upaya eliminasi dan meningkatkan akses diagnosis serta terapi tepat waktu guna menekan angka kejadian kasus dan kematian penyakit malaria di Indonesia.[13]

 

Distribusi Kasus Penyakit Malaria Berdasarkan Demografi

Grafik kasus malaria di Indonesia tahun 2022

Grafik kasus malaria di Indonesia tahun 2022. Sumber: Dashboard Kasus Malaria di Indonesia – Kemenkes RI.

 

Berikut ini adalah beberapa informasi mengenai kasus penyakit malaria di Indonesia tahun 2022:[14]

    • Kelompok usia: sebanyak 59,04% kasus menyerang usia produktif (15–64 tahun)
    • Jenis kelamin: 57,14% pada pria & 42.86% pada wanita
    • Status pekerjaan: pada pelajar sebanyak 29.45% & orang tidak bekerja sebanyak 29,17%
    • Jenis parasit: falciparum (50,59%), P. vivax (34,21%), campuran (13,06%), P. malariae (2,07%), P. ovale (0,06%), P. knowlesi (0,01%)

 

Penularan Penyakit Malaria Lewat Transfusi Darah: Risiko & Pencegahan

Kasus pertama penularan malaria melalui transfusi darah dilaporkan di Afrika Selatan pada tahun 2019.[15] Sejak itu, peningkatan penggunaan transfusi darah—ditambah mobilitas penduduk antara wilayah endemis dan non-endemis—telah memicu lonjakan insiden malaria yang ditularkan lewat darah donor.[16, 17]

Secara medis, transfusi darah didefinisikan sebagai pemberian darah atau komponennya ke dalam sirkulasi resipien untuk menggantikan kehilangan atau meningkatkan fungsi darah.[18] Sedangkan penularan malaria melalui transfusi darah (Transfusion-transmitted malaria) adalah salah satu dari insiden infeksi yang ditularkan melalui transfusi.[19]

Di daerah endemis, transfusi darah menjadi perhatian utama karena banyak pendonor membawa parasit Plasmodium tanpa menunjukkan gejala klinis.[20] Kehadiran parasitemia pada unit darah donor tidak hanya meningkatkan risiko penularan pada penerima, tetapi juga berfungsi sebagai reservoir yang memelihara siklus penularan di masyarakat.[21] Selain transfusi darah, malaria juga dapat menular melalui jarum suntik bergantian, ibu ke janin, maupun transplantasi organ.[16]

Di negara non-endemis, skrining donor dengan risiko Plasmodium menjadi semakin krusial seiring meningkatnya perjalanan internasional dan migrasi, sehingga memacu kebijakan keamanan darah yang lebih ketat.[22] Meskipun kejadian transfusi darah terinfeksi Plasmodium tergolong langka, dampaknya pada penerima dapat sangat serius.[23]

Pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa parasit malaria mampu bertahan hidup minimal satu minggu dalam komponen darah yang disimpan pada suhu kamar atau di lemari pendingin 2–6 °C.[24] Produk darah seperti konsentrat sel darah merah, trombosit, dan leukosit menyimpan risiko penularan tertinggi, sedangkan kriopresipitat dan plasma beku segar / Fresh Frozen Plasma (FFP) sangat jarang mengandung parasit.[25]

 

Salah satu pasal Permenkes 83 tahun 2014

Salah satu pasal Permenkes 83 tahun 2014. Sumber: Kemenkes RI.

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar setiap unit darah donor menjalani skrining menyeluruh—termasuk tes rapid dan mikroskopis untuk malaria—selain pemeriksaan HIV, hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan penyakit infeksi lain sesuai potensi epidemiologi setempat.[26] Di Indonesia, melalui PERMENKES No. 83 tahun 2014 mewajibkan Unit Transfusi Darah (UTD) menyediakan fasilitas uji saring malaria menggunakan rapid test dan metode slide mikroskopis di wilayah endemis.[27]

 

Baca juga: Uji Saring NAT: Cegah Penyakit Menular Pada Darah Donor

 

Solusi Terpercaya Deteksi Plasmodium pada Darah Donor – Cegah Penularan Malaria


1. Rapid Diagnostic Test – Uji Saring Darah Cegah Penularan Malaria: Masihkah Dapat Diandalkan?

Bila merujuk pada Permenkes No. 83 tahun 2014, Unit Transfusi Darah (UTD) diwajibkan menyediakan fasilitas uji saring malaria, salah satunya adalah Rapid Test / Rapid Diagnostic Test (RDT).[27]

RDT menawarkan keunggulan dalam hal kecepatan, kemudahan, dan kesederhanaan saat memeriksa malaria. Namun, RDT memiliki keterbatasan dalam mendeteksi parasit pada tingkat kepadatan rendah: alat ini hanya mampu mengidentifikasi keberadaan 40–100 parasit per mikroliter darah, sedangkan pemeriksaan mikroskopis bisa mengenali parasit hingga 5–10 parasit per mikroliter.[28]

Dalam satu studi, dari 34 sampel yang berstatus negatif menurut RDT, semuanya juga terkonfirmasi negatif melalui mikroskopi. Sebaliknya, terdapat sampel yang menunjukkan hasil positif pada RDT tetapi negatif pada mikroskopis—kemungkinan besar disebabkan oleh kesalahan teknis atau masa kadaluarsa reagen.[28]

Penelitian oleh Lambok Siahaan dari Departemen Parasitologi FK Universitas Sumatera Utara (“Perbandingan Rapid Diagnostic Test dan Pemeriksaan Mikroskopik pada Diagnosis Malaria”) menunjukkan tren serupa: nilai sensitivitas RDT relatif rendah, meski spesifisitasnya tetap baik. Temuan ini sejalan dengan riset Vanderjagt et al., yang melaporkan sensitivitas RDT di bawah 50 %, terutama pada kondisi parasitemia rendah (< 500 parasit/ml), sehingga menegaskan bahwa kinerja RDT sangat dipengaruhi oleh jumlah parasit dalam darah.[28]


2. Procleix Plasmodium Assay: Solusi Terpercaya Deteksi Plasmodium pada Darah Donor – Cegah Penularan Malaria

Peningkatan mobilitas global—baik pelancong maupun penduduk dari wilayah endemik—menyebabkan makin seringnya kasus malaria impor di daerah non-endemik, terutama Afrika Barat. Kasus penularan malaria lewat transfusi darah pun tak dapat dikesampingkan.

Untuk meminimalkan risiko penularan malaria lewat transfusi darah, sebagian besar negara memberlakukan kuesioner donor dan skrining selektif antibodi, yang sering kali berujung pada penundaan atau kehilangan donor serta menekan ketersediaan stok darah. Dengan situasi seperti ini, maka dibutuhkan metode skrining darah yang lebih andal.

 

 

Procleix Plasmodium Assay, reagen kit uji saring darah yang digunakan pada platform Procleix Panther System, dikembangkan untuk:

  • Memperkuat tahap skrining sebelum tindakan transfusi,
  • Mengurangi kehilangan donor potensial,
  • Memastikan darah aman dari semua spesies Plasmodium penyebab malaria (P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae, P. knowlesi).

Procleix Plasmodium Assay memanfaatkan:

  • Penangkapan target RNA spesifik untuk mengisolasi RNA ribosom 18S Plasmodium,
  • Transcription-Mediated Amplification (TMA) untuk memperbanyak salinan RNA,
  • Hybridization Protection Assay (HPA) dengan sinyal chemiluminescence.

Berbeda dengan Procleix Ultrio Elite Assay, pemeriksaan Plasmodium memerlukan Parasite Transport Medium (PTM) tambahan. PTM berfungsi melisiskan membran sel darah merah dan menjaga stabilitas RNA dalam larutan.

 

Ketahui selengkapnya mengenai: Grifols Procleix Panther System – Alat uji saring darah NAT deteksi IMLTD

 

2.1. Uji Klinis Spesifisitas Procleix Plasmodium Assay

Untuk memperkirakan spesifisitas Procleix Plasmodium Assay pada Procleix Panther System, spesimen darah segar dari donor sukarela telah dilisis dan diuji pada dua laboratorium akreditasi internasional:

    • Grifols R&D (San Diego, CA): 13.037 sampel individu diuji dua lot reagen;
    • American Red Cross (Gaithersburg, MD): 13.037 sampel individu dan 283 pool per-16 sampel diuji satu lot reagen.

Hasil pengujian didapatkan sebagai berikut:

    • Sampel individu: 12.800 sampel valid; 12.799 non-reaktif; 1 positif palsu (non-reaktif saat diuji ulang)
    • Pool 16-sampel: 283/283 non-reaktif
Hasil uji spesifisitas Procleix Plasmodium Assay

Hasil uji spesifisitas Procleix Plasmodium Assay. Sumber: Grifols.

 

Baca juga: Grifols Procleix Plasmodium Assay menerima CE mark, yang pertama untuk skrining darah malaria

 

2.2. Uji Klinis Sensitivitas Procleix Plasmodium Assay

Apabila ditemukan hasil yang tidak valid pada pengujian awal, maka sampel tersebut diuji ulang hingga diperoleh hasil yang valid.

Hasil pengujian menunjukkan tingkat sensitivitas yang sangat tinggi:

    • Sampel murni (neat): 100 dari 100 sampel terdeteksi positif, memberikan sensitivitas 100% dengan Confidence Interval (CI) 95% sebesar 96,38–100.
    • Sampel campuran (diluted): 300 dari 300 sampel juga terdeteksi positif, dengan sensitivitas 100% dan Confidence Interval (CI) 95% sebesar 98,78–100.

 

Ketahui selengkapnya: Procleix Plasmodium Assay (CE Marked) – Deteksi yang sangat sensitif terhadap RNA ribosom 18S dari parasit Plasmodium dalam spesimen darah lengkap

 

Berdasarkan data yang telah disajikan, dengan demikian Procleix Plasmodium Assay menunjukkan kinerja yang luar biasa dalam deteksi Plasmodium:

    • Spesifisitas terhadap Individual Donor-Nucleic Acid Testing (ID-NAT): 99,99% (CI 95%: 99,96–100)
    • Sensitivitas untuk Mini Pool (16 sampel): 100% (CI 95%: 98,71–100)
    • Sensitivitas terhadap sampel murni (neat): 100% (CI 95%: 96,38–100)
    • Sensitivitas terhadap sampel campuran (diluted): 100% (CI 95%: 98,78–100)

Hasil ini menggarisbawahi keandalan Procleix Plasmodium Assay sebagai alat skrining molekuler yang sangat akurat untuk deteksi malaria, baik pada sampel individu maupun campuran, sehingga sangat mendukung upaya diagnosis dini dan pencegahan transmisi infeksi malaria melalui transfusi darah.

 

PT Medquest Jaya Global

Sebagai bagian dari komunitas kesehatan, kami berkomitmen menyediakan alat kesehatan dan solusi inovatif guna mendukung program kesehatan nasional di Indonesia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan alat kesehatan bank darah. Kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai alat kesehatan inovatif dan berkualitas terbaik bank darah yang kami hadirkan:

Pelajari Selengkapnya

 

 

Referensi Artikel:

  1. Verra, F., Angheben, A., Martello, E., Giorli, G., Perandin, F., & Bisoffi, Z. (2018). A systematic review of transfusion‑transmitted malaria in non‑endemic areas. Malaria Journal, 17(1), 36. https://doi.org/10.1186/s12936-018-2181-0
  2. Zambare, K., Thalkari, A., & Tour, N. (2019). A review on pathophysiology of malaria: An overview of etiology, life cycle of malarial parasite, clinical signs, diagnosis and complications. Asian Journal of Research in Pharmaceutical Science, 9, 226. https://doi.org/10.5958/2231-5659.2019.00035.3
  3. Rokhayati, D., Putri, R., Said, N., Dwi Sri, S., Jurusan Rejeki, Masyarakat Kesehatan, K., … Rahmatika, D. (2024). Analisis faktor risiko malaria di Asia Tenggara: Analysis of malaria risk factors in Southeast Asia. (Jurnal/Prosiding tidak disebutkan).
  4. Lewinsca, M., Raharjo, M., & Nurjazuli, N. (2021). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian malaria di Indonesia: Review literatur 2016–2020. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11, 16–28. https://doi.org/10.47718/jkl.v11i1.1339
  5. Antonelli, L. R., Junqueira, C., Vinetz, J. M., Golenbock, D. T., Ferreira, M. U., & Gazzinelli, R. T. (2020). The immunology of Plasmodium vivax malaria. Immunological Reviews, 293(1), 163–189. https://doi.org/10.1111/imr.12816
  6. Julien, J. P., & Wardemann, H. (2019). Antibodies against Plasmodium falciparum malaria at the molecular level. Nature Reviews Immunology, 19(12), 761–775. https://doi.org/10.1038/s41577-019-0209-5
  7. Gitta, B., & Kilian, N. (2020). Diagnosis of malaria parasites (Plasmodium spp.) in endemic areas: Current strategies for an ancient disease. BioEssays, 42(1), e1900138. https://doi.org/10.1002/bies.201900138
  8. Owusu‑Ofori, A., Owusu‑Ofori, S., & Bates, I. (2017). Global challenges of malaria risk: Perspectives from transfusion‑transmitted malaria. VOXS, 12, 68–72. https://doi.org/10.1111/voxs.12318
  9. Hassan, A. O., Oso, O. V., Obeagu, E. I., & Adeyemo, A. T. (2022). Malaria vaccine: Prospects and challenges. Madonna University Journal of Medicine and Health Sciences, 2(2), 22–40. Retrieved from https://madonnauniversity.edu.ng/journals/index.php/medicine/article/view/64
  10. World Health Organization. (2017). World malaria report 2017. Retrieved June 2025, from https://www.who.int/publications/i/item/9789241565523
  11. World Health Organization. (2022). World malaria report 2022. Retrieved June 2025, from https://www.who.int/teams/global-malaria-programme/reports/world-malaria-report-2022
  12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Laporan tahunan 2022 malaria. Retrieved June 2025, from https://malaria.kemkes.go.id/sites/default/files/2023-11/Laporan%20Tahunan%20Malaria%202022.pdf
  13. Pusat Analisis Anggaran dan Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian Setjen DPR RI. (2023). Mengulas eliminasi malaria. Buletin APBN. Retrieved from https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/buletin-apbn/public-file/buletin-apbn-public-192.pdf
  14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025). Kasus malaria di Indonesia 2022. Retrieved June 2025, from https://malaria.kemkes.go.id/case
  15. Katz, L. M., & Dodd, R. Y. (2019). Chapter 73: Transfusion‑transmitted diseases. In B. H. Shaz, C. D. Hillyer, M. B. Reyes Gil (Eds.), Transfusion‑transmitted diseases (3rd ed., pp. 437–453). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813726-0.00073-8
  16. Ahmadpour, E., Foroutan‑Rad, M., Majidiani, H., Moghaddam, S. M., Hatam‑Nahavandi, K., Hosseini, S. A., … Cevik, M. (2019). Transfusion‑transmitted malaria: A systematic review and meta‑analysis. Open Forum Infectious Diseases, 6(7), ofz283. https://doi.org/10.1093/ofid/ofz283
  17. Owusu‑Ofori, A., Gadzo, D., & Bates, I. (2016). Transfusion‑transmitted malaria: Donor prevalence of parasitaemia and a survey of healthcare workers’ knowledge and practices in a district hospital in Ghana. Malaria Journal, 15, 234. https://doi.org/10.1186/s12936-016-1289-3
  18. Setiawan, E. K. (2021). Panduan skrining malaria di unit transfusi darah [Guideline]. Retrieved June 2025, from https://doc-pak.undip.ac.id/id/eprint/7628/1/bukumalaria_fix.pdf
  19. Verra, F., Angheben, A., Martello, E., Giorli, G., Perandin, F., & Bisoffi, Z. (2018). A systematic review of transfusion‑transmitted malaria in non‑endemic areas. Malaria Journal, 17(1), 36. https://doi.org/10.1186/s12936-018-2181-0
  20. Rinawati, W., & Henrika, F. (2019). Diagnosis laboratorium malaria. Journal of the Indonesian Medical Association, 69(10), 327–335.
  21. Owusu‑Ofori, A., Owusu‑Ofori, S., & Bates, I. (2017). Global challenges of malaria risk: Perspectives from transfusion‑transmitted malaria. VOXS, 12, 68–72. https://doi.org/10.1111/voxs.12318
  22. Niederhauser, C., & Galel, S. A. (2022). Transfusion‑transmitted malaria and mitigation strategies in nonendemic regions. Transfusion Medicine and Hemotherapy, 49(4), 205–217. https://doi.org/10.1159/000525414
  23. Mangano, V. D., Perandin, F., Tiberti, N., Guerriero, M., Migliaccio, F., Prato, M., … Bruschi, F. (2019). Risk of transfusion‑transmitted malaria: Evaluation of commercial ELISA kits for the detection of anti‑Plasmodium antibodies in candidate blood donors. Malaria Journal, 18(1), 17. https://doi.org/10.1186/s12936-019-2650-0
  24. Drew, V. J., Barro, L., Seghatchian, J., & Burnouf, T. (2017). Towards pathogen inactivation of red blood cells and whole blood targeting viral DNA/RNA: Design, technologies, and future prospects for developing countries. Blood Transfusion, 15(6), 512–521. https://doi.org/10.2450/2017.0344-16
  25. Scuracchio, P., Vieira, S. D., Dourado, D. A., Bueno, L. M., Colella, R., Ramos‑Sanchez, E. M., … Di Santi, S. M. (2011). Transfusion‑transmitted malaria: Case report of asymptomatic donor harboring Plasmodium malariae. Revista do Instituto de Medicina Tropical de São Paulo, 53(1), 55–59. https://doi.org/10.1590/S0036-46652011000100010
  26. World Health Organization. (2012). Blood donor selection: Guidelines on assessing donor suitability for blood donation. Retrieved June 2025, from https://www.who.int/publications/i/item/9789241548519
  27. Sholikhah, H., & Astuti, W. (2018). Analisis paket manfaat pelayanan transfusi darah di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) pada Perpres No. 12 Tahun 2013 Pasal 22 (studi implementasi kebijakan di Kota Surabaya). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21, 104–113. https://doi.org/10.22435/hsr.v21i2.317
  28. Wowor, M. F., Waworuntu, O. A., Polii, H., & Bernadus, J. B. B. (2019). Sensitivitas dan spesifisitas Rapid Diagnostic Test malaria sebagai diagnostik laboratorium malaria di RSUD Noongan. Jurnal Kedokteran Klinik, 3(2), Juli–Desember 2019.
Share

Kualitas Terjamin, Layanan Kesehatan Terbaik!

Tingkatkan layanan kesehatan yang Anda berikan dengan menggunakan alat kesehatan yang terjamin kualitasnya dan diakui lembaga internasional.