Lonjakan Kasus ISPA di Indonesia 2025: Fakta di Balik Isu Flu Singapura
Mencuat Isu Flu Singapura: Benarkah?
Dalam beberapa bulan terakhir, ruang publik di Indonesia ramai membahas isu flu Singapura, terutama karena meningkatnya kasus pada anak. Keluhan yang banyak dilaporkan meliputi:[1]
- Demam.
- Ruam pada tangan dan kaki.
- Sariawan di rongga mulut.
Kombinasi gejala tersebut memicu kekhawatiran masyarakat dan memunculkan anggapan adanya penyebaran flu Singapura secara luas.[1]
Penjelasan resmi disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman. Ia menegaskan bahwa fenomena yang terjadi merupakan peningkatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), kondisi yang secara epidemiologis memang sering meningkat pada musim hujan atau periode suhu lebih dingin.[1]
Data nasional menunjukkan besarnya lonjakan kasus ISPA pada tahun 2025, dengan sebaran sebagai berikut:[1]
- Jawa Barat: 1.787.725 laporan kasus.
- Jawa Tengah: 1.620.566 laporan kasus.
Angka ini mencerminkan pola musiman ISPA yang konsisten terjadi setiap tahun di berbagai wilayah padat penduduk.[1]
Di tingkat regional, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat 1.966.308 kasus ISPA pada periode Januari–Oktober 2025. Peningkatan signifikan mulai teridentifikasi sejak Juli 2025, seiring intensitas musim hujan dan tingginya mobilitas masyarakat.[1]
Mengenal Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan kelompok infeksi yang menyerang saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Keduanya dibedakan berdasarkan lokasi anatomi dan dampaknya terhadap tubuh:[2]
- Saluran pernapasan atas meliputi jalur udara dari lubang hidung hingga pita suara di laring. Termasuk di dalamnya sinus paranasal dan telinga tengah.
- Saluran pernapasan bawah mencakup trakea, bronkus, bronkiolus, hingga alveoli di paru-paru.
ISPA dapat memengaruhi kondisi tubuh secara menyeluruh. Proses infeksi berpotensi menyebar, memicu peradangan sistemik, serta menurunkan fungsi paru-paru. Dampak ini menjelaskan mengapa ISPA sering menimbulkan keluhan yang terasa berat meskipun gejalanya awalnya ringan.[2]
Mengapa Kasus ISPA Sering Meningkat Saat Musim Hujan?
Penyakit pernapasan masih menjadi tantangan kesehatan utama di Indonesia. Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019 menunjukkan bahwa gangguan pernapasan termasuk 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia.[3]
Selain itu, penurunan kualitas udara tercatat sebagai faktor risiko kematian ke-5, setelah hipertensi, kadar gula darah tinggi, kebiasaan merokok, dan obesitas.[3]
Salah satu kondisi yang paling sering muncul adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). ISPA merupakan istilah medis untuk infeksi yang menyerang saluran napas atas hingga bawah, meliputi:[3]
- Hidung.
- Tenggorokan.
- Sinus.
- Bronkus.
- Paru-paru.
Agen penyebab ISPA sangat beragam, antara lain:[3]
- Virus.
- Bakteri.
- Jamur.
Kondisi lingkungan berperan besar terhadap peningkatan kasus ISPA, terutama saat musim hujan. Udara lembap memudahkan mikroorganisme berkembang, sementara kualitas udara sering kali menurun tanpa disadari.[3]

Asap kendaraan salah satu faktor risiko penyebab ISPA.
Dampak penurunan kualitas udara terlihat jelas di wilayah perkotaan. Masyarakat yang tinggal di kota memiliki risiko lebih tinggi mengalami ISPA akibat paparan polutan harian, seperti:[3]
- Partikel debu halus (PM2.5).
- Asap kendaraan bermotor.
- Emisi industri.
Paparan polusi secara terus-menerus dapat:[3]
- Mengiritasi saluran pernapasan.
- Menurunkan daya tahan lokal paru.
- Mempermudah terjadinya infeksi.
Kombinasi antara musim hujan, kualitas udara yang menurun, dan paparan polusi menjadikan ISPA lebih mudah muncul dan menyebar di masyarakat. Pemahaman ini penting agar upaya pencegahan dapat dilakukan lebih tepat dan berbasis risiko nyata.[3]
ISPA dalam Perspektif Kesehatan Global
Menurut World Health Organization (WHO), ISPA termasuk penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia. Risiko ini semakin nyata seiring pertumbuhan populasi global dan meningkatnya beban penyakit secara keseluruhan.[4]
Di negara dengan keterbatasan sumber daya, ISPA masih menjadi masalah kesehatan utama, terutama pada anak usia di bawah 5 tahun. Tingginya angka kejadian dan komplikasi ISPA dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara lain:[4]
- Sistem kekebalan tubuh.
- Usia dan jenis kelamin.
- Status gizi.
- Kelengkapan imunisasi.
- Berat badan lahir.
Kombinasi faktor-faktor tersebut berperan besar dalam menentukan tingkat keparahan dan luaran klinis ISPA.[4]
Jenis ISPA yang Paling Sering Ditemui

Faringitis akut, salah satu jenis ISPA. Sumber: Mitra Keluarga.
ISPA yang menyerang saluran pernapasan atas merupakan bentuk yang paling banyak dijumpai di masyarakat. Beberapa jenis yang umum terjadi meliputi:[3]
- Common cold (pilek) / rinitis.
- Infeksi telinga.
- Faringitis akut atau tonsilofaringitis.
- Epiglotitis.
- Laringitis.
Jalur Penularan ISPA
ISPA menyebar melalui droplet atau percikan ludah yang keluar saat orang sakit batuk, bersin, atau berbicara. Partikel ini dapat terhirup langsung atau menempel di permukaan sekitar, lalu masuk ke saluran napas saat tangan menyentuh hidung atau mulut.[5]

Gejala ISPA. Sumber: Instagram RSUD Jati Padang.
Gejala ISPA yang sering muncul antara lain:[5]
- Nyeri tenggorokan.
- Pilek dan hidung tersumbat.
- Batuk dan bersin berulang.
- Sesak napas atau napas terasa pendek.
- Demam.
Pada sebagian besar kasus, gejala dapat berlangsung hingga ±14 hari. Selama periode ini, tubuh memerlukan waktu untuk membentuk respons imun secara alami.[5]
ISPA umumnya disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri, dengan virus sebagai penyebab tersering. Oleh karena itu, pemberian antibiotik tidak berperan dalam mempercepat penyembuhan bila ISPA dipicu oleh virus.[5]
Jenis virus yang paling sering ditemukan sebagai penyebab ISPA adalah Rhinovirus. Selain itu, beberapa virus lain juga berperan, antara lain:[5]
- Virus influenza.
- Adenovirus.
- Enterovirus.
- Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Diagnosis ISPA di Indonesia
Diagnosis ISPA dilakukan melalui pendekatan klinis dan pemeriksaan penunjang yang saling melengkapi. Praktik ini bertujuan memastikan penyebab infeksi teridentifikasi secara tepat sejak awal.[5]
Di negara maju, evaluasi ISPA diawali dengan pemeriksaan cairan saluran pernapasan serta penilaian kondisi paru. Dokter mendengarkan suara napas untuk mendeteksi bunyi abnormal yang menandakan adanya peradangan atau gangguan pada saluran pernapasan.[5]
Ketika terdapat kecurigaan infeksi, dokter akan mengumpulkan sampel biologis dari pasien, antara lain:[5]
- Usap hidung atau mulut (swab).
- Dahak (sputum).
- Bilasan saluran pernapasan.
Sampel ini berperan penting untuk mengidentifikasi jenis patogen, baik virus maupun bakteri, sebagai penyebab utama ISPA.[5]
Pemeriksaan laboratorium pada sampel ISPA dilakukan dengan beberapa metode diagnostik, yaitu:[5]
- Pemeriksaan kultur untuk mengetahui pertumbuhan bakteri.
- Rapid Diagnostic Test (RDT) sebagai deteksi cepat patogen tertentu.
- Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk identifikasi genetik dengan tingkat akurasi tinggi.
Ketiga metode tersebut membantu menentukan diagnosis secara spesifik dan mendukung pengambilan keputusan terapi yang lebih presisi.[5]
Sementara itu, di Indonesia, penegakan diagnosis ISPA masih didominasi oleh penilaian klinis berdasarkan gejala yang dirasakan pasien. Pemeriksaan laboratorium belum selalu menjadi rujukan utama, terutama pada layanan kesehatan primer, sehingga diagnosis sering dibuat dari manifestasi klinis yang muncul.[5]
Pendekatan ini menegaskan pentingnya penguatan akses dan pemanfaatan diagnostik laboratorium agar diagnosis ISPA dapat dilakukan secara lebih akurat, terstandar, dan berorientasi pada hasil klinis jangka panjang.[5]
Baca Juga:
Mengenal Tes Cepat Molekuler (TCM) Pada Pemeriksaan TBC
Pemeriksaan Darah Lengkap (CBC) 3 diff & 5 diff: Apa Bedanya?
Pentingnya Ketahui Golongan Darah Agar Terhindar Komplikasi
FAQ Seputar Lonjakan Kasus ISPA di Indonesia 2025
1. Apa yang Dimaksud dengan Flu Singapura?
Flu Singapura adalah istilah populer untuk penyakit yang ditandai demam, ruam di tangan dan kaki, serta sariawan di mulut, terutama pada anak.
2. Apa itu Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)?
Kementerian Kesehatan menyatakan lonjakan yang terjadi merupakan peningkatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang umum muncul saat musim hujan.
3. Apa itu Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)?
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi pada saluran napas atas hingga bawah, mulai dari hidung, tenggorokan, hingga paru-paru.
4. Mengapa Kasus ISPA Sering Meningkat Saat Musim Hujan?
Udara lembap memudahkan kuman berkembang dan kualitas udara menurun, sehingga saluran pernapasan lebih mudah terinfeksi.
5. Siapa yang Paling Berisiko Terkena ISPA?
Anak-anak, lansia, orang dengan daya tahan tubuh rendah, serta masyarakat yang sering terpapar polusi udara.
6. Bagaimana ISPA Menular?
ISPA menular melalui droplet saat batuk, bersin, atau berbicara, serta dari tangan yang menyentuh permukaan terkontaminasi lalu ke hidung atau mulut.
7. Apa Saja Gejala ISPA yang Umum Muncul?
Gejala meliputi pilek, batuk, nyeri tenggorokan, demam, hidung tersumbat, dan napas terasa pendek.
8. Berapa Lama Gejala ISPA Biasanya Berlangsung?
Gejala umumnya berlangsung sekitar 7 hingga 14 hari, tergantung kondisi daya tahan tubuh.
9. Apakah ISPA Selalu Memerlukan Antibiotik?
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, sehingga antibiotik tidak diperlukan kecuali ada infeksi bakteri.
10. Bagaimana ISPA Didiagnosis di Indonesia?
Diagnosis ISPA umumnya berdasarkan gejala klinis, sementara pemeriksaan laboratorium dilakukan bila diperlukan sesuai kondisi pasien.
PT Medquest Jaya Global
Sebagai bagian dari komunitas kesehatan, kami berkomitmen menyediakan alat kesehatan dan solusi inovatif guna mendukung program kesehatan nasional di Indonesia. Kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai Alat Kesehatan inovatif dan berkualitas terbaik yang kami hadirkan:
Referensi Artikel:
1. Kontan.co.id. (2025). Heboh flu Singapura di Indonesia, faktanya bukan wabah tapi lonjakan ISPA.
https://regional.kontan.co.id/news/heboh-flu-singapura-di-indonesia-faktanya-bukan-wabah-tapi-lonjakan-ispa?page=all
2. Simoes, E. A. F., Cherian, T., Chow, J., Shahid-Salles, S. A., Laxminarayan, R., & John, T. J. (2006). Acute respiratory infections in children. In D. T. Jamison, J. G. Breman, A. R. Measham, et al. (Eds.), Disease control priorities in developing countries (2nd ed., Chapter 25). The World Bank & Oxford University Press. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Mengenali gejala ISPA dan tindakan yang perlu dilakukan. https://ayosehat.kemkes.go.id/mengenali-gejala-ispa-dan-tindakan-yang-perlu-dilakukan
4. Salsabila, E. Z., Damayanti, I. A. A., Wiguna, I. M. D., Maulana, M. R., & Ajmala, I. E. (2025). Diagnosis and management of acute respiratory tract infections (pharyngitis and laryngitis). Jurnal Biologi Tropis, 25(3), 4611–4617. https://doi.org/10.29303/jbt.v25i3.10013
5. Inderiati, D., Rachmawaty, T., & Anhar, C. A. (2023). Identification of acute respiratory infection patients using RP2 nested multiplex PCR test in Jakarta, Indonesia. Medical Laboratory Technology Journal, 9(1). https://doi.org/10.31964/mltj.v8i2.519