Bisakah Seseorang Terinfeksi HIV dan Sifilis Secara Bersamaan?
Di balik meningkatnya kesadaran akan infeksi menular seksual, masih banyak yang belum mengetahui bahwa HIV dan sifilis bisa menyerang tubuh secara bersamaan. Keduanya bukan hanya berbahaya secara individu, tetapi juga saling memperburuk saat terjadi koinfeksi.
Artikel ini akan mengajak Anda memahami bagaimana dua infeksi ini (HIV dan Sifilis) saling terkait, risiko yang ditimbulkan, serta langkah pencegahan yang dapat menyelamatkan banyak nyawa—termasuk mungkin nyawa orang terdekat Anda. Mari telaah bersama informasi yang tak hanya penting, tapi juga sangat relevan bagi siapa saja yang peduli terhadap kesehatan seksual dan reproduksi.
Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau mikroorganisme lain yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan vagina, atau cairan tubuh lainnya.[1]

Pemeriksaan darah untuk Infeksi Menular Seksual (IMS).
Penularan biasanya terjadi saat melakukan hubungan seksual—baik secara oral, anal, maupun genital—dengan pasangan yang terinfeksi. Selain melalui aktivitas seksual, IMS juga dapat menyebar melalui penggunaan jarum suntik bersama, transfusi darah, menyusui, atau dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama kehamilan dan persalinan.[1]
Meskipun IMS merupakan masalah kesehatan global yang dapat menyerang siapa saja dan seharusnya menjadi perhatian semua lembaga kesehatan masyarakat, penyakit ini sebenarnya dapat dicegah. Pencegahan yang efektif meliputi edukasi seksual yang benar, penggunaan alat pelindung seperti kondom, serta deteksi dan pengobatan dini bagi individu yang berisiko.[1]
Sifilis
Sifilis, atau yang dikenal masyarakat sebagai raja singa, masih menjadi ancaman kesehatan global yang hingga kini masih menjangkiti jutaan orang di seluruh dunia. Penyakit ini termasuk dalam kelompok infeksi menular seksual (IMS) dan disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Manusia merupakan satu-satunya inang dari penyakit ini.[2]
Sifilis adalah infeksi sistemik yang dapat menyerang hampir seluruh organ tubuh, bahkan bertahun-tahun atau puluhan tahun setelah infeksi awal. Penyakit ini berkembang melalui empat tahapan dengan masing-masing tahap memiliki gejala dan komplikasi yang berbeda, yaitu:[2]
- Tahap primer
- Tahap sekunder
- Tahap laten
- Tahap tersier.

Perkembangan tahap infeksi sifilis. Sumber: Medical Microbiology, 4th edition.
Penularan sifilis terjadi melalui kontak langsung dengan luka sifilis selama hubungan seksual anal, vaginal, atau oral tanpa kondom dengan pasangan yang terinfeksi. Luka sifilis bisa tidak terasa sakit dan tersembunyi di area seperti vagina, anus, bawah kulup penis, atau di dalam mulut, sehingga seseorang bisa menularkan penyakit ini tanpa menyadarinya. Setiap orang yang aktif secara seksual berisiko terkena sifilis.[2]
Selain itu, jika seorang ibu hamil terinfeksi sifilis dan tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini dapat ditularkan kepada bayinya selama kehamilan atau saat proses persalinan. Kondisi ini disebut sifilis kongenital, yang dapat menyebabkan komplikasi serius seperti cacat lahir, keguguran, bahkan kematian bayi.[3]
Penting untuk diketahui bahwa sifilis tidak menular melalui kontak biasa, seperti menggunakan toilet duduk, pegangan pintu, kolam renang, bak mandi, pakaian bersama, atau peralatan makan.[3]
HIV

Struktur Human Immunodeficiency Virus (HIV). Sumber: HIVinfo.INH.gov.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, terutama sel darah putih (sel CD4) yang berperan penting dalam melawan infeksi. Seiring waktu, jika tidak diobati, HIV dapat melemahkan sistem imun dan menyebabkan kondisi yang disebut Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), yaitu tahap paling lanjut dari infeksi HIV.[4]
Penularan HIV terjadi melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi, seperti darah, air susu ibu (ASI), air mani, dan cairan vagina. Virus ini tidak menular melalui pelukan, ciuman, atau berbagi makanan dan minuman. HIV juga bisa ditularkan dari ibu ke bayi selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.[4]
Walaupun hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan HIV secara total, infeksi ini dapat dicegah dan dikendalikan melalui pengobatan yang disebut Antiretroviral Therapy (ART). Obat tersebut bekerja dengan cara menghambat perkembangan virus di dalam tubuh sehingga memperlambat kerusakan sistem kekebalan.[4]
Dengan pengobatan yang tepat dan akses terhadap layanan kesehatan seperti pencegahan, diagnosis dini, serta penanganan infeksi oportunistik, HIV kini dapat dikelola sebagai penyakit kronis. Banyak orang yang hidup dengan HIV tetap dapat menjalani hidup yang panjang, sehat, dan produktif.[4]
Baca juga:
IMLTD: Tak Kasat Mata Namun Mematikan – Cek Artikelnya Di Sini!
Mengenal dan Memahami Tes Cepat Molekuler (TCM) Deteksi HIV – Cek Artikelnya Di Sini!
Infeksi Oportunistik: Kaitannya dengan HIV dan Sel CD4 – Cek Artikelnya Di Sini!
Epidemiologi HIV dan Sifilis
Sifilis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di tingkat global, termasuk di Indonesia. Berdasarkan Global Burden of Disease Study tahun 2019, terdapat sekitar 50 juta kasus sifilis di seluruh dunia, yang menunjukkan peningkatan sekitar 60% dibandingkan tahun 1990. World Health Organization (WHO) memperkirakan adanya 7,1 juta kasus baru sifilis pada tahun 2020, dengan insiden tertinggi terjadi di wilayah Afrika Sub-Sahara, Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Karibia.[2]
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat 76.923 kasus baru sifilis sepanjang tahun 2020. WHO sendiri telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi insiden sifilis global hingga 90% sebelum tahun 2030. Namun, implementasi dan respons global terhadap target ini masih berjalan lambat.[5]
Perlu dicatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian sifilis meningkat secara signifikan di kalangan pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM), terutama di negara-negara Barat. Hal ini menjadi perhatian khusus dalam upaya pencegahan dan edukasi kelompok berisiko tinggi.[6]
Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi salah satu isu utama dalam kesehatan masyarakat global. Hingga saat ini, HIV telah menyebabkan kematian sekitar 42,3 juta orang di seluruh dunia. Penularan HIV masih terus berlangsung di hampir semua negara, tanpa terkecuali.[4]
Pada akhir tahun 2023, diperkirakan terdapat 39,9 juta orang yang hidup dengan HIV (ODHA) secara global. Selama tahun tersebut, sekitar 1,3 juta orang terinfeksi HIV dan sekitar 630.000 orang meninggal dunia akibat komplikasi yang berhubungan dengan HIV.[4]
Di Indonesia sendiri, menurut data dari UNAIDS, terdapat sekitar 570.000 orang dewasa dan anak-anak yang hidup dengan HIV pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan bahwa HIV tetap menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan nasional dan memerlukan pendekatan lintas sektor untuk pencegahan, deteksi dini, serta pengobatan yang berkelanjutan.[4]
Koinfeksi HIV dan Sifilis
Koinfeksi adalah kondisi ketika seseorang terinfeksi dua atau lebih penyakit secara bersamaan. Dalam konteks ini, seseorang dapat terinfeksi HIV dan sifilis secara bersamaan, dan kondisi tersebut disebut sebagai koinfeksi HIV–sifilis.[2]
Memiliki satu jenis IMS seperti sifilis, herpes, klamidia, atau gonore dapat meningkatkan risiko tertular HIV. Oleh karena itu, pasien yang terdiagnosis salah satu infeksi sebaiknya juga rutin diuji untuk infeksi lainnya, termasuk HIV dan sifilis, karena keterkaitan antara keduanya cukup kuat dan signifikan terhadap prognosis penyakit.[4]
Sebuah meta-analisis tahun 2020 yang melibatkan 22 studi dan lebih dari 65.000 peserta menunjukkan bahwa risiko tertular HIV meningkat dua kali lipat pada orang yang menderita sifilis dibandingkan mereka yang tidak.[8]
Menariknya, hubungan ini juga dapat terjadi sebaliknya. Sebuah studi tahun 2020 terhadap 4.907 orang dengan HIV menemukan bahwa angka infeksi ulang sifilis meningkat selama 11 tahun masa tindak lanjut. Ini menunjukkan bahwa HIV juga dapat mempermudah infeksi sifilis kembali terjadi.[9]
Prevalensi koinfeksi HIV dan sifilis bervariasi antara 8% hingga 25%, tergantung pada tingkat penyebaran kedua infeksi di suatu komunitas dan kelompok pasien yang diteliti. Angka ini menunjukkan bahwa koinfeksi merupakan masalah kesehatan yang tidak dapat diabaikan, terutama di populasi dengan risiko tinggi.[10]
Cek Selengkapnya: Alat Kesehatan Metode Chemiluminescence Immunoassay Analyzer (CLIA) Deteksi IMLTD
Pencegahan Koinfeksi HIV dan Sifilis
Koinfeksi antara sifilis dan HIV merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Kedua infeksi ini saling memperburuk satu sama lain, baik dari segi risiko penularan maupun tingkat keparahan penyakit. Selain itu, keberadaan keduanya secara bersamaan dapat mempersulit proses pengobatan.[11, 12]
Pencegahan dan pengendalian koinfeksi ini memerlukan pendekatan yang menyeluruh, mencakup strategi perilaku dan kesehatan masyarakat. Berikut adalah langkah-langkah penting yang dapat dilakukan:[11, 12]
- Hindari Perilaku Seksual Berisiko: Jika Anda aktif secara seksual, penggunaan kondom saat berhubungan vaginal, anal, maupun oral sangat dianjurkan. Meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan risiko, kondom secara signifikan mengurangi kemungkinan penularan sifilis dan HIV. Namun, perlu diingat bahwa luka sifilis bisa muncul di area yang tidak tertutup kondom, sehingga perlindungan tetap tidak 100%.
- Skrining Rutin dan Deteksi Dini: Tes kesehatan secara berkala untuk sifilis dan HIV sangat penting, terutama bagi individu dengan risiko tinggi, seperti: Pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM), Orang dengan pasangan seksual lebih dari satu, Pekerja seks komersial dan Pengguna narkoba suntik. Deteksi dini memungkinkan pengobatan segera, sehingga tidak hanya mempercepat pemulihan, tetapi juga mengurangi risiko penularan ke orang lain.
- Edukasi dan Konseling Kesehatan: Edukasi berkelanjutan mengenai praktik seks yang aman, risiko IMS, dan pentingnya pemeriksaan rutin akan membantu individu membuat keputusan yang lebih bijak. Sesi konseling juga dapat membahas strategi pengurangan risiko, seperti: Membatasi jumlah pasangan seksual, Menghindari perilaku seksual berisiko dan Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya status kesehatan pribadi dan pasangan.
PT Medquest Jaya Global
Sebagai bagian dari komunitas kesehatan, kami berkomitmen menyediakan alat kesehatan dan solusi inovatif guna mendukung program kesehatan nasional di Indonesia. Kunjungi halaman berikut untuk informasi lebih lanjut mengenai Alat Kesehatan inovatif dan berkualitas terbaik yang kami hadirkan:
Referensi artikel:
- Garcia MR, Leslie SW, Wray AA. Sexually Transmitted Infections. [Updated 2024 Apr 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560808/
- Tudor ME, Al Aboud AM, Leslie SW, et al. Syphilis. [Updated 2024 Aug 17]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534780/
- HIV.gov. (n.d.). Syphilis. Retrieved May 20, 2025, from https://www.hiv.gov/hiv-basics/staying-in-hiv-care/other-related-health-issues/syphilis
- World Health Organization (WHO). (2023, November 30). HIV/AIDS. Retrieved May 20, 2025, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids
- Irawan, Y., Chelsea, E. and Surya, R., 2023. Syphilis elimination in Indonesia by 2030: keeping in the right track. Cermin Dunia Kedokteran, 50(4), pp.234-237.
- Sunarto, O. A., Suyoso, S., & Dharmasant, P. A. (2023). Secondary Syphilis and Human Immunodeficiency Virus (HIV) Co-infection in Men Who Have Sex with Men (MSM) with Triple Doses Benzathine Penicillin G Treatment: A Case Report. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 35(1), 81–87.
- UNAIDS. (n.d.). Indonesia. UNAIDS. Retrieved May 20, 2025, from https://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia
- Wu MY, Gong HZ, Hu KR, Zheng HY, Wan X, Li J. Effect of syphilis infection on HIV acquisition: a systematic review and meta-analysis. Sex Transm Infect. 2021 Nov;97(7):525-533.
- Lee NY, Chen YC, Liu HY, Li CY, Li CW, Ko WC, Ko NY. Increased repeat syphilis among HIV-infected patients: A nationwide population-based cohort study in Taiwan. Medicine (Baltimore). 2020 Jul 10;99(28):e21132.
- Fan, L., Yu, A., Zhang, D., Wang, Z., & Ma, P. (2021). Consequences of HIV/Syphilis Co-Infection on HIV Viral Load and Immune Response to Antiretroviral Therapy. Infection and Drug Resistance, 14, 2851.
- Devi, M., Purwoko, I. H., Nugroho, S. A., Aryani, I. A., Budiamal, S., & Karim, P. L. (2021). Diagnosis, treatment, and prognosis of syphilis in HIV patient. Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and Translational Research, 5(11), 1054-1064.
- Y., Lu, L., Song, X., Liu, X., Yang, Y., Chen, L., Tang, J., Han, Y., Lv, W., Cao, W., & Li, T. (2024). Clinical and immunological characteristics of HIV/syphilis co-infected patients following long-term antiretroviral treatment. Frontiers in Public Health, 11, 1327896.