Apa itu kanker serviks dan HPV? Lalu, apa kaitan di antara keduanya? Hingga saat ini tidak semua wanita memahami akan hal ini, sehingga diperlukan upaya untuk mensosialisasikan lebih luas kepada para wanita di seluruh Indonesia. Mari simak penjelasan mengenai kanker serviks dan HPV, juga bagaimana peran (Tes Cepat Molekuler) TCM dalam membantu wanita di Indonesia terbebas dari bahaya kanker serviks.
Apa itu Kanker Serviks?
Kanker serviks atau yang dikenal juga dengan sebutan kanker leher rahim adalah kanker di leher rahim yang dapat menyebar (metastasis) ke organ tubuh lainnya hingga dapat menyebabkan kematian.[1]
Kanker serviks menempati peringkat dua kanker pada wanita yang paling umum terjadi di seluruh dunia, hal ini tentu menjadi ancaman yang serius bagi kesehatan wanita. Pada tahun 2020, WHO merilis strategi global untuk mempercepat penghapusan dan pengendalian kanker serviks di masa mendatang.[2]
Hal ini didasarkan pada tingginya angka kasus kanker serviks di dunia. Menurut data International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2020, angka kasus kanker serviks pada wanita di dunia mencapai 604an ribu kasus baru dengan hampir mencapai 342.000 kematian. Sedangkan di Indonesia, kanker serviks menempati urutan kedua terbanyak dengan jumlah 36.633 kasus atau 9.2% dari total kasus kanker di Indonesia.[3]
Kanker serviks dimulai dengan lesi pra-kanker yang disebut cervical intraepithelial neoplasia (CIN), yang merupakan tahap awal perubahan menjadi kanker serviks yang invasif. Pada tahap ini, terjadi perubahan struktur sel menjadi sel yang abnormal, dengan bentuk yang berubah dan ukuran/inti sel yang membesar, sementara sitoplasma/cairan di dalam sel menyusut.[4]
Proses terjadinya kanker serviks dimulai ketika virus menempel pada permukaan sel, kemudian menembus membran plasma sel untuk memasukkan DNA virus ke dalam sel dan melakukan uncoating (pelepasan kapsid). DNA virus yang masuk ke dalam sel kemudian menyisipkan proto-onkogen DNA yang telah mengalami mutasi, yang disebut onkogen.[4]
Pada kondisi normal, proto-onkogen mengode peptida yang merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel tanpa menyebabkan kanker. Namun, ketika proto-onkogen berubah menjadi onkogen, peptida yang dihasilkan dapat menyebabkan kanker.[4]
Onkogen ini dapat menyebabkan mutasi pada gen penekan tumor seperti TP53 (yang mengalami degradasi protein p53 akibat berikatan dengan E6) dan RB (yang mengalami pengikatan dan penginaktivasian protein Rb oleh E7), yang menyebabkan sel kebal terhadap apoptosis. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan kerusakan pada DNA, yang akhirnya menyebabkan kanker serviks.[4]
Penyebab Kanker Serviks
99,7% penyebab dari kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV). HPV terdiri dari dua tipe risiko, yaitu tipe risiko tinggi dan tipe risiko rendah. Penelitian telah mengonfirmasi bahwa infeksi HPV risiko tinggi berkaitan erat dengan terjadinya kanker serviks. Terdapat 14 jenis HPV risiko tinggi, yaitu HPV 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, dan 73. Sebagian besar kasus kanker serviks terjadi akibat infeksi HPV 16 dan 18.[4]
Infeksi ini biasanya ditularkan melalui kontak seksual hingga menyebabkan lesi intraepitel skuamosa. Sebagian besar lesi akan menghilang setelah 6-12 bulan karena intervensi imunologis. Namun, sebagian kecil lesi ini tetap ada dan dapat menyebabkan kanker. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa prevalensi HPV tertinggi terjadi pada usia 25 tahun, yang terkait dengan perubahan perilaku seksual.[5]
Infeksi yang diakibatkan salah satu jenis HPV risiko tinggi dari waktu ke waktu tanpa mendapatkan penanganan yang tepat dapat mengarah pada perkembangan cervical intraepithelial neoplasia (CIN). Mekanisme yang digunakan HPV untuk berkontribusi terhadap karsinogenesis melibatkan aktivitas dua oncoprotein virus, yaitu E6 dan E7 yang bekerja dengan menghambat gen penekan tumor utama P53 dan retinoblastoma.[6]
Selain itu, E6 dan E7 dikaitkan dengan perubahan DNA inang dan metilasi DNA virus. Interaksi antara E6 dan E7 dengan protein seluler dan modifikasi metilasi DNA dikaitkan dengan perubahan jalur utama seluler yang mengatur integritas genetik, adhesi sel, respon imun, apoptosis dan kontrol seluler.[6]
Studi lain menemukan bahwa peningkatan risiko kanker serviks terjadi pada individu yang memiliki banyak pasangan seksual. Wanita dengan banyak pasangan seksual berisiko tinggi terjangkit HPV dan kanker serviks.[7]
Berdasarkan meta analisis, peningkatan risiko penyakit serviks yang signifikan diamati pada individu dengan banyak pesanan seksual dibandingkan dengan individu dengan sedikit pasangan seksual, baik pada penyakit serviks karsinogen maupun non-karsinogen. Faktor lain penyebab kanker serviks selain HPV yaitu seperti paparan zat mutagen adalah faktor hormonal, merokok, kontrasepsi, diet dan riwayat terapi obat-obatan.[7]
Gejala Kanker Serviks
Pada tahap awal, kanker serviks biasanya tidak menunjukkan gejala sehingga sulit dideteksi. Gejala biasanya dimulai setelah kanker menyebar.
Ketika gejala kanker serviks stadium awal benar-benar terjadi, gejala tersebut mungkin termasuk:[8]
- pendarahan vagina setelah berhubungan seks
- pendarahan vagina setelah menopause
- pendarahan vagina di antara masa haid atau haid yang lebih banyak atau lebih lama dari biasanya
- keputihan yang encer dan berbau menyengat atau mengandung darah
- nyeri panggul atau nyeri saat berhubungan seks
Gejala kanker serviks stadium lanjut (kanker telah menyebar melampaui leher rahim ke bagian tubuh lain) mungkin termasuk:[8]
- sulit atau nyeri saat buang air besar atau keluar darah dari dubur saat buang air besar
- sulit atau nyeri saat buang air kecil atau terdapat darah pada urin
- sakit punggung tumpul
- pembengkakan pada kaki
- nyeri pada perut
- merasa lelah
Apakah Kanker Serviks Dapat Disembuhkan?
Pada tahun 2023, cakupan skrining kanker serviks di Indonesia hanya mencapai 7,02% dari target 70%. Jika tidak ditangani secara serius, angka kanker serviks dapat terus meningkat, menyebabkan beban sosio-ekonomi yang besar, dan menurunkan kualitas hidup individu.[9]
Tingginya angka kejadian kanker serviks disebabkan oleh rendahnya tindakan pencegahan pada wanita usia subur dan kurangnya minat dalam deteksi dini. Hal ini menyebabkan kanker serviks sering baru terdeteksi pada stadium lanjut, sehingga sering disebut sebagai “silent killer“.[9]
Deteksi dini memegang peranan penting dalam kasus kanker serviks. Deteksi dini dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa adanya perubahan sebelum muncul gejala penyakit, sehingga dapat membantu dokter memeriksa sel abnormal sebelum akhirnya berkembang menjadi kanker dan meningkatkan keberhasilan dalam proses pengobatan.[10]
Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan, “30-50% kematian akibat kanker masih bisa dapat dicegah dengan menghindari faktor resiko dan melakukan deteksi dini secara berkala.”[11]
Skrining kanker serviks dilakukan guna menemukan kanker yang masih dapat disembuhkan, bersifat lokal, belum invasif seperti pada lesi pra-kanker dan kanker stadium awal. Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita yang aktif secara seksual dan dapat dilakukan setiap 3 tahun. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk deteksi dini kanker serviks, di antaranya adalah Pap smear, IVA, biopsi, kolposkopi, dan HPV DNA.[10]
Saat ini HPV DNA menjadi metode yang disarankan oleh WHO & Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk skrining kanker serviks. Skrining HPV DNA direkomendasikan untuk dilakukan setiap 3 tahun sekali, dan 5 tahun sekali jika skrining dikombinasikan dengan tes Pap smear. Rancangan ini sudah diberlakukan di berbagai negara karena tes HPV DNA dianggap dapat menekan jumlah kasus kanker serviks, meningkatkan kepatuhan pasien terhadap jadwal skrining dan efisien baik dari segi waktu maupun finansial.[12, 13]
Dibutuhkan waktu yang lama dari infeksi HPV hingga berkembang menjadi kanker serviks, sehingga sangat penting untuk dilakukan skrining sedini mungkin sehingga status dan tindakan yang dibutuhkan dapat diketahui lebih cepat.
Peran Tes Cepat Molekuler (TCM) HPV DNA Dalam Skrining Kanker Serviks
Metode yang digunakan untuk skrining kanker serviks saat ini umumnya menggunakan teknologi konvensional yang membutuhkan waktu lebih panjang dalam pengerjaannya serta tingkat akurasi yang lebih rendah, sehingga penggunaan metode konvensional dinilai kurang efektif. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk memudahkan proses skrining, yaitu dengan menggunakan Tes Cepat Molekuler (TCM) untuk skrining dengan metode HPV DNA.
Pemeriksaan berbasis teknologi nested Real-time PCR ini menawarkan pemeriksaan Xpert HPV DNA dengan cara yang lebih mudah, cepat, dan akurat. Skrining HPV DNA dengan menggunakan Tes Cepat Molekuler (TCM), akan membantu dalam mendeteksi tipe-tipe HPV high risk/risiko tinggi (16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, dan 73).
Baca juga: Tes Cepat Molekuler (TCM) Solusi Pemerintah RI Menangani TB
Kelebihan yang ditawarkan dari pemeriksaan Xpert HPV DNA dengan menggunakan TCM di antaranya:
- Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) menawarkan pemeriksaan dengan tingkat sensitivitas yang tinggi dalam medeteksi HPV DNA tipe risiko tinggi.
- Hasil pemeriksaan dapat diproses dengan lebih cepat, kurang dari 2 jam.
- Metode pemeriksaan dengan TCM memiliki biosafety tingkat tinggi.
Dengan demikian, teknologi ini memiliki potensi untuk meningkatkan angka skrining dan menekan kasus kanker serviks di Indonesia karena wanita Indonesia dapat lebih cepat mengetahui statusnya dan mendapatkan tindakan yang dibutuhkan dengan segera.
Untuk informasi lebih lengkap mengenai produk Xpert HPV DNA Tes Cepat Molekuler GeneXpert System dari Cepheid, Anda dapat mengetahuinya dengan mengunjungi halaman berikut:
Referensi Artikel:
- B. L., Schorge. J. O., Schaffer. J. I., Halvorson. L. M., Bradshaw. K. D., Cunningham. F. G. (2012). Williams Gynecology. 2nd edition. The McGraw-Hill companies
- A cervical cancer-free future: First-ever global commitment to eliminate a cancer. Available online: https://www.paho.org/en/news/17-11-2020-cervical-cancer-free-future-first-ever-global-commitment-eliminate-cancer
- Handayani, Nur. (2022). Kanker dan Serba Serbinya (Hari Kanker Sedunia 2022). Tersedia pada https://rsprespira.jogjaprov.go.id/kanker-dan-serba-serbinya-hari-kanker-sedunia-2022/
- Araldi, R. P., Sant’Ana, T. A., Módolo, D. G., de Melo, T. C., Spadacci-Morena, D. D., de Cassia Stocco, R., Cerutti, J. M., & de Souza, E. B. (2018). The human papillomavirus (HPV)-related cancer biology: An overview. Biomedicine & pharmacotherapy = Biomedecine & pharmacotherapie, 106, 1537–1556. https://doi.org/10.1016/j.biopha.2018.06.149
- Cohen PA, Jhingran A, Oaknin A, et al Cervical cancer. 2019;393:169–82. doi: 10.1016/S0140-6736(18)32470-X.
- Crosbie EJ, Einstein MH, Franceschi S, et al Human papillomavirus and cervical cancer. 2013;382:889–99. doi: 10.1016/S0140-6736(13)60022-7.
- Mittal S, Banks L Molecular mechanisms underlying human papillomavirus E6 and E7 oncoprotein-induced cell transformation. Mutat Res Rev Mutat Res. 2017;772:23–35. doi: 10.1016/j.mrrev.2016.08.001.
- National Cancer Institute. (2023). Cervical Cancer Symptoms. National Cancer Institute at the National Institutes of Health. https://www.cancer.gov/types/cervical/symptoms (diakses pada 5 Maret 2024).
- Liu ZC, Liu WD, Liu YH, et al Multiple sexual partners as a potential independent risk factor for cervical cancer: a meta-analysis of epidemiological studies. Asian Pac J Cancer Prev. 2015;16:3893–900. doi: 10.7314/apjcp.2015.16.9.3893.
- Low E L, Alice E S, Lyons J, Debbie R A, Waller J. 2012. What Do British Women Know About Cervical Cancer Symptomsand Risk Factors? European Journal of Cancer 48 : 3001-3008.
- Kemenkes RI. (2023). HPV DNA Jadi Metode Baru Deteksi Dini kanker Leher Rahim. Kemenkes RI. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230202/1842328/hpv-dna-jadi-metode-baru-deteksi-dini-kanker-leher-rahim/ (diakses pada 5 Maret 2024).
- Kemenkes RI. (2023). Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi Kanker Leher Rahim di Indonesia Tahun 2023-2030. Kemenkes RI. https://www.kemkes.go.id/id/rencana-aksi-nasional-ran-eliminasi-kanker-leher-rahim-di-indonesia-tahun-2023-2030 (diakses pada 5 Maret 2024).
- World Health Organization. (2021). WHO guideline for screening and treatment of cervical pre-cancer lesions for cervical cancer prevention. World Health Organization. https://www.who.int/publications/i/item/9789240030824 (diakses pada 5 Maret 2024).