Pemeriksaan, diagnosis, dan uji klinis untuk penyakit di Indonesia semakin maju dengan cepat melalui penggunaan prinsip molekuler. Pandemi Covid-19 telah secara tidak langsung memperkuat kesadaran para praktisi kesehatan akan pentingnya deteksi penyakit melalui pendekatan molekuler.
Namun, dalam upaya untuk mendiagnosis penyakit dari berbagai jenis sampel, seperti dari manusia, hewan, bakteri, dan studi epidemologi, diperlukan laboratorium biologi yang mampu menjaga keseimbangan antara pengujian sampel yang efektif dan aman, tanpa memberikan dampak negatif terhadap praktisi laboratorium atau lingkungan sekitarnya.
Untuk itu, para praktisi laboratorium harus memiliki pengetahuan luas tentang praktek biosafety dan biosecurity, serta kemampuan untuk menentukan risiko yang dihadapi dalam menjalankan pengujian sampel. Hal ini penting agar pengujian yang dilakukan tidak membahayakan mereka sendiri atau masyarakat sekitar.
Mengenal Biosafety
1. Apa itu Biosafety?
Menurut buku keamanan laboratorium PRVKP-UI (Pusat Riset Virus dan Kanker Patobiologi Universitas Indonesia), biosafety adalah sebuah konsep yang meliputi penerapan pengetahuan, teknik, dan peralatan untuk melindungi personel laboratorium, lingkungan sekitar, dan laboratorium itu sendiri dari paparan agen biologis berbahaya yang dapat menyebarkan penyakit.
Pengaplikasian biosafety memerlukan adanya tempat kerja khusus (containment) yang dapat mencegah agen biologis berbahaya (biohazard) keluar dari lingkungan kerja dan mencegah risiko paparan patogen terhadap personel laboratorium, orang di sekitar laboratorium, dan lingkungan sekitarnya (Biosafety dan Biosecurity PRVKPUI, 2016).
Pentingnya konsep biosafety di lingkungan manusia telah menarik perhatian yang signifikan, terutama setelah pandemi global dan wabah penyakit endemik yang mengancam ekonomi global dan keamanan hidup. Transmisi utama mikroorganisme patogen terjadi melalui media lingkungan yang terinfeksi bakteri atau virus (Li, dkk., 2020; Arslan, dkk., 2020), seperti penularan virus influenza A melalui rute fecal-oral (Weston, dkk., 2020). Maka daripada itu, penting untuk menjalankan konsep biosafety secara ketat agar masalah kesehatan tidak bertambah parah dan mengerikan karena menyepelekan paparan agen biologis berbahaya yang dapat menyebarkan penyakit.
Biosafety Level
Dalam dunia laboratorium, keselamatan dan keamanan menjadi hal yang sangat penting dalam melindungi praktisi laboratorium dan lingkungan sekitarnya dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh agen biologis berbahaya. Untuk itu, diperlukan konsep biosafety yang dapat membantu praktisi laboratorium dalam menerapkan prinsip-prinsip keselamatan dan keamanan di lingkungan kerja mereka.
Menurut buku Laboratory Biosafety Manual Edisi Ketiga, terdapat empat tingkatan biosafety yang harus diperhatikan, yaitu biosafety level 1, biosafety level 2, biosafety level 3, dan biosafety level 4. Setiap tingkatan biosafety, memiliki tingkat keamanan dan keselamatan yang berbeda-beda, tergantung pada jenis agen biologis yang diolah di laboratorium tersebut.
1. Biosafety Level 1 (BSL-1)
Dalam lingkungan laboratorium, setiap tingkatan biosafety memiliki tingkat keselamatan yang berbeda-beda, tergantung pada jenis agen biologis yang diolah di laboratorium tersebut.
Biosafety level yang paling dasar adalah Biosafety Level 1 (BSL-1), yang dapat digunakan sebagai laboratorium pelatihan dan pembelajaran, serta pekerjaan laboratorium lainnya yang tidak menggunakan mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia dewasa (CDC, 2020).

Ilustrasi ruang laboratorium Biosafety Level 1. Sumber: Laboratory Biosafety Manual by WHO.
Lebih lanjut berdasarkan buku “Biosafety in Microbiological and Biomedical Laboratories”, Pekerjaan di BSL-1 biasanya dilakukan pada alat benchtops terbuka menggunakan praktik mikrobiologis standar.
Meskipun peralatan dan desain fasilitas khusus tidak diperlukan, namun dapat digunakan sebagaimana ditentukan oleh penilaian risiko yang tepat. Personel laboratorium yang bekerja di BSL-1 harus menerima pelatihan khusus dalam prosedur yang dilakukan di laboratorium dan diawasi oleh seorang ilmuwan dengan pelatihan mikrobiologi atau ilmu terkait.
Dalam penerapan BSL-1, praktisi laboratorium harus memastikan bahwa mikroorganisme yang digunakan aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Penerapan standar keselamatan dan keamanan di laboratorium BSL-1 akan membantu praktisi laboratorium dalam menghindari risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu, penting bagi praktisi laboratorium untuk memahami konsep biosafety dan memastikan bahwa level biosafety yang digunakan sesuai dengan jenis agen biologis yang diolah di laboratorium mereka.
Dengan demikian, lingkungan laboratorium dapat terjaga dengan baik dan masyarakat dapat terhindar dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh agen biologis berbahaya.
2. Biosafety Level 2 (BSL-2)
Biosafety Level 2 (BSL-2) merupakan fasilitas yang dibangun di atas BSL-1 dan cocok untuk menangani agen yang berpotensi menimbulkan bahaya sedang bagi personel dan lingkungan terkait dengan penyakit manusia (CDC, 2020).

Ilustrasi ruang laboratorium Biosafety Level 2. Sumber: Laboratory Biosafety Manual by WHO.
Pada dasarnya, BSL-2 memiliki perbedaan dengan BSL-1 dalam beberapa hal, di antaranya adalah:
- Personel laboratorium harus mendapatkan pelatihan khusus dalam menangani agen patogen dan diawasi oleh ilmuwan yang terlatih dalam menangani agen infeksi dan prosedur terkait
- Akses ke laboratorium dibatasi ketika pekerjaan sedang berlangsung
- Semua prosedur di mana aerosol atau percikan menular dapat terjadi ketika proses pengerjaan dilakukan di dalam BSC.
Hal-hal ini menunjukkan bahwa BSL-2 memerlukan fasilitas dan prosedur yang lebih ketat dan kompleks daripada BSL-1, sehingga keselamatan dan kesehatan personel laboratorium dan lingkungan sekitarnya dapat terjaga dengan baik.
3. Biosafety Level 3 (BSL-3)
Biosafety Level 3 (BSL-3) adalah level laboratorium yang dirancang dengan peralatan keamanan, fasilitas, dan desain konstruksi yang sangat memadai untuk melakukan uji klinis, diagnostik, pembelajaran, dan pekerjaan laboratorium dengan agen yang memiliki risiko tinggi (mikroorganisme risiko 3) dan dapat menyebar lewat udara (CDC, 2020).

Ilustrasi ruang laboratorium Biosafety Level 3. Sumber: Laboratory Biosafety Manual by WHO.
Beberapa contoh agen tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, HIV, St. Louis virus, dan Coxiella burnetii. Risiko utama pada BSL-3 adalah terjadinya paparan lewat udara, sehingga pembangunan laboratorium harus dilakukan jauh dari pemukiman penduduk (CDC, 2020).
Fasilitas pengamanan di BSL-3 lebih ditingkatkan dibandingkan dengan laboratorium di level yang lebih rendah, dan prosedur dekontaminasi harus dilakukan dengan cermat dan teratur, termasuk membasuh seluruh tubuh sebelum dan sesudah bekerja di BSL-3 (CDC, 2020).
4. Biosafety Level 4 (BSL-4)
Biosafety Level 4 (BSL-4) digunakan untuk melakukan pengujian dan penelitian dengan agen berbahaya yang dapat menyebar melalui udara dan tidak memiliki cara pencegahan dan pengobatan yang jelas, seperti virus Marburg, Ebola, Smallpox, dan Congo-fever. Risiko paparan dapat terjadi melalui berbagai jalur seperti udara, selaput lendir, kulit, tetesan sampel, dan berpotensi menyebabkan infeksi tingkat tinggi bahkan kematian pada staf laboratorium, masyarakat, dan lingkungan (CDC, 2020).

Ilustrasi ruang laboratorium Biosafety Level 4. Sumber: (Agrawal, 2018).
Oleh karena itu, fasilitas BSL-4 harus dilengkapi dengan BSC tipe III, sistem suplai udara bersih dari ruangan lain, dan tekanan positif pada ruangan laboratorium untuk meminimalkan risiko paparan ke lingkungan (CDC, 2020).
Selain itu, gedung BSL-4 sebaiknya dibangun terisolasi dari kompleks gedung penelitian dengan manajemen limbah dan udara yang memadai untuk memastikan keamanan dan keselamatan semua orang yang terlibat (CDC, 2020).
Instrumen Penting Biosafety Level
Dalam menjaga keamanan dan keselamatan personel laboratorium serta masyarakat sekitar dari agen biologis berbahaya, pemilihan dan penerapan Biosafety Level (BSL) yang sesuai dan dijalankan secara ketat sangat lah penting. Sebagai bagian dari sistem perlindungan, Biosafety Cabinet (BSC) menjadi salah satu instrumen BSL yang krusial.
Biosafety Cabinet (BSC) adalah sistem kontrol teknik utama yang digunakan untuk melindungi personel dari agen biologis yang berbahaya atau menular dan membantu menjaga kontrol kualitas bahan yang sedang dikerjakan karena sistem ini menyaring baik udara masuk maupun keluar.
Dalam menjawab kebutuhan tersebut, Kami memahami betapa pentingnya keamanan dalam menjalankan laboratorium, terutama pada tingkatan Biosafety yang lebih tinggi. Dengan menggunakan Biosafety Cabinet Kelas II A2 dari Monmouth Scientific, Anda dapat memastikan bahwa personel dan lingkungan di sekitar laboratorium Anda terlindungi dengan baik.
Produk BSC ini diproduksi dengan standar kualitas tertinggi dan dilengkapi dengan teknologi terkini untuk menciptakan lingkungan bersih dan aman. Dilengkapi dengan Filter HEPA H14 untuk menciptakan Lingkungan Bersih dengan ISO Kelas 4 dan memiliki sistem kontrol intuitif, lampu LED hemat energi, aliran udara terkontrol, dan fungsi sterilisasi UV.
Jangan biarkan keamanan dan keselamatan laboratorium menjadi masalah yang tidak teratasi. Percayakan keamanan laboratorium Anda pada pemimpin pasar asal Inggris, Monmouth Scientific, yang sudah terpercaya dalam menyediakan solusi udara bersih, Fume Cupboard, Laminar Flow, Biological Safety, dan ISO Class Cleanroom, yang telah tersertifikasi oleh organisasi kesehatan internasional (Monmouth Scientific, 2023).
Dapatkan informasi selengkapnya mengenai Biosafety Cabinet Kelas II A2 dari Monmouth Scientific dan konsultasi GRATIS mengenai kebutuhan Laboratorium Anda melalui berikut ini:
Referensi Artikel:
Agrawal, R. K. (2018). Biosafety Levels, Biological Safety Cabinet and Biosafety Laboratory Construction. https://www.slideshare.net/RaviKantAgrawal/biosafety-levels-biological-safety-cabinets-and-biosafety-laboratory-construction [diakses pada 25 APR 2023].
Arslan, dkk. (2020). Transmission of SARS-CoV-2 via fecal-oral and aerosols-borne routes: Environmental dynamics and implications for wastewater management in underprivileged societies. The Science of the total environment, 743, 140709. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.140709
Center of Disease Control and Prevention. (2020). Biosafety in Microbiological and Biomedical Laboratories (BMBL) 6th Edition. Center of Disease Control and Prevention. https://www.cdc.gov/labs/BMBL.html [diakses pada 25 APR 2023].
Li, dkk. (2020). Natural Host-Environmental Media-Human: A New Potential Pathway of COVID-19 Outbreak. Engineering (Beijing, China), 6(10), 1085–1098. https://doi.org/10.1016/j.eng.2020.08.010 [diakses pada 25 APR 2023].
Tim PRVKP FKUI-RSCM. (2016). Biosafety dan Biosecurity: Di dalam Laboratorium Biomedik dan dalam Praktik Teknik Biomedik. PRVKP UI RSCM. Jakarta. https://onesearch.id/Record/IOS5591.INLIS000000000004849
Weston, S., dkk. (2020). The SKI complex is a broad-spectrum, host-directed antiviral drug target for coronaviruses, influenza, and filoviruses. Proceeding of the National Academy of Sciences of the United States of America, 1 – 12. https://www.pnas.org/doi/10.1073/pnas.2012939117
World Health Organization. 2004. Laboratory Biosafety Manual. Third Edition. ISBN 924 154650 6 (LC/NLM classification: QY 25) WHO/CDS/CSR/LYO/2004.11. Geneva. https://www.who.int/publications/i/item/9241546506 [diakses pada 25 APR 2023].